BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Hasil studi ini dengan rumusan permasalahan yang diajukan, dapat diambil kesimpulan yang dihasilkan dari analisa ambang batas industri
dan ambang batas lahan industri perikanan laut di Pantai Sendangbiru.
5.1.1 Potensi Lestari Perikanan Laut
Tingkat produksi perikanan laut tahun 2003, ikan pelagis kecil kurang dilakukan pengusahaannya sedangkan ikan pelagis besar terjadi
over-fishing. Nelayan lebih banyak melakukan operasi penangkapan Ikan pelagis kecil di dekat pantai, sedangkan ikan pelagis kecil yang berada di
perairan 5 mil tidak ada yang melakukan penangkapan, karena nelayan terkonsentrasi di dekat pantai dimana biaya operasionalnya lebih murah.
Dapat disimpulkan bahwa ikan pelagis kecil, ketika musim puncaknya tidak ada yang beroperasi di zona penangkapan B, C dan D, sehingga
potensi lestari ikan pelagis kecil kurang dimanfaatkan secara maksimal ketika musim ikan tiba.
Beroperasinya nelayan andon Kalimantan dan Sulawesi di Sendangbiru, memiliki jumlah tertinggi pada tahun 2002 – 2003 dan
produksi ikan laut PPI Pondok Dadap meningkatkan 801,4 pada kurun waktu itu pula, dapat disimpulkan bahwa nelayan andon memberikan
sumbangan besar terhadap produksi perikanan laut Sendangbiru. Stok perikanan laut Kabupaten Malang masih memiliki potensi
untuk dilakukan pengembangan industri pengolahan ikan laut satu unit pabrik pengalengan ikan yang memiliki kapasitas produksi 40 ton perhari,
dengan memanfaatkan Jalur Lintas Selatan Jawa yang dapat
mempermudah pengiriman bahan baku ikan laut dari PPI di luar PPI Pondok Dadap Pantai Sendangbiru.
5.1.2 Karakter Industri Perikanan Laut
Jumlah unit usaha pengolahan ikan laut maksimum sesuai potensi lestari perikanan laut Kabupaten Malang dianalisa menggunakan variabel
komposisi ikan laut yang diolah tiap jenis usaha pengolahan ikan laut diatas, dapat diperoleh dengan menghitung jumlah kebutuhan ikan laut
per unit usaha per tahunnya terlebih dahulu, kemudian membagi potensi lestari per jenis ikan laut dengan kebutuhan ikan laut per unit usaha
pengolahan tersebut. Jadi semakin besar kapasitas produksinya semakin kecil jumlah unit usaha yang dapat didirikan sesuai potensi lestari
perikanan laut. Sendangbiru sebagai sumber bahan baku ikan laut dan memiliki
akses yang baik terhadap pusat pendaratan ikan laut lainnya memberikan peluang untuk dikembangkannya industri pengolahan ikan laut yang
memiliki karakter produksi mengubah bahan baku ke bahan setengah jadi dan barang olahan. Dimana industri tersebut memiliki kemudahan untuk
memperoleh bahan baku ikan laut yang kesegarannya masih tinggi, sehingga ikan laut yang telah diolah telah memiliki resiko kerusakan yang
rendah, dari segi distribusi tidak mengalami kendala untuk mencapai pasar yang lebih luas dan jauh. Berbeda dengan industri pembekuan ikan
laut yang berorientasi ekspor, dimana ikan laut harus dilakukan pembekuan tinggi dan pengepakan di dekat pengapalan, maka pabrik
pembekuan harus berada di dekat sarana pelabuhan besar. Selain itu pembekuan tinggi tidak dapat dilakukan dengan moda truk biasa.
Hasil skoring menunjukkan bahwa industri yang berpotensi untuk dikembangkan pada urutan ketiga adalah pengasinan ikan laut, bedak
penjualan ikan laut dan industri pemindangan ikan laut. Kemudian pada urutan kedua adalah perdagangan ikan segar. Urutan pertama adalah
pengalengan ikan laut.
Hasil skoring juga menunjukkan industri pengolahan ikan laut secara keseluruhan memiliki nilai terendah atau kelemahan secara umum
pada variabel daya jangkau asal bahan baku yang tidak dapat menyerap hasil ikan laut dari daerah lain yang disebabkan oleh biaya transportasi
yang tidak dapat ditanggung oleh hasil penjualan. Ambang batas unit pengolahan ikan laut adalah 3 unit usaha
pengasinan, 1 unit usaha pemindangan, 1 unit usaha pedagang ikan segar, 2 unit usaha bedak ikan segar dan 1 unit usaha pabrik
pengalengan ikan laut. Pemenuhan potensi lestari perikanan laut Kabupaten Malang
terhadap kebutuhan ikan laut usaha pengasinan eksisting kelebihan sebesar 21 atau 100 tontahun ikan pelagis kecil , usaha pemindangan
eksisting kekurangan 47 atau 10.826 tontahun dari total kebutuhan ikan laut, usaha perdagangan ikan segar eksisting kekurangan 51 atau 6.476
tontahun dari total kebutuhan ikan laut, usaha bedak ikan segar eksisting kekurangan 32 atau 235 tontahun dari total kebutuhan ikan laut, dan
usaha pabrik pengalengan ikan kekurangan 52 atau 7.613 tontahun dari total kebutuhan ikan laut.
Kekurangan bahan baku pabrik pengalengan ikan dapat mengambil ikan hasil tangkapan dari daerah lain. Jalur lintas Selatan Jawa telah
menghubungkan kota pendaratan ikan sepanjang pesisir Selatan Jawa sehingga memperlancar arus ikan dari pusat pendaratan ikan ke lokasi
pemasaran dan pengolahan ikan. Jumlah perahu tiap zone penangkapan ditentukan oleh jumlah
potensi lestari yang terkandung dalam zone tersebut. Komposisi jenis perahu ditentukan dengan mempersentasekan produksi per tahun perahu
yang beroperasi terhadap jumlah produksi per tahun total perahu. Memahami ambang batas suatu perairan tangkap dapat kita pakai
pengertian ambang batas perairan atau zona penangkapan yang dinyatakan dalam satuan jumlah trip pertahun dari hasil perkalian jumlah
perahu perjenis maksimum dengan jumlah trip rata-rata perunit perahu
pertahun. Jika jumlah perahu yang akan beroperasi melebihi jumlah perahu maksimum maka jumlah trip pertahun perunit perahu akan
mengalami pengurangan atau perlu ditentukan quota trip pertahun perunit perahu yang baru.
Jumlah perahu maksimum zona penangkapan ikan laut pada zona A adalah 17 unit perahu mayang dan 22 unit perahu jukung. Zona B
memiliki batas maksimum 19 unit perahu mayang dan 25 unit perahu jukung. Zona C memiliki batas maksimum 46 unit perahu. Zona D memiliki
batas maksimum 257 unit perahu sekoci. Konsekuensi yang harus diambil untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh jumlah perahu yang beroperasi terhadap ambang batas potensi lestari perikanan laut Kabupaten Malang adalah mengurangi
jumlah kegiatan atau jumlah trip perahu per jenis. Ambang batas atau quota tripunittahun perahu di zona A adalah untuk perahu mayang
sebesar 118 tripunittahun dan untuk perahu jukung 115 tripunittahun. Ambang batas atau quota tripunittahun di zona B adalah untuk perahu
mayang sebesar 10 tripunittahun dan untuk perahu jukung 21 tripunittahun. Ambang batas atau quota tripunittahun perahu di zona C
adalah untuk perahu mayang sebesar 21 tripunittahun, untuk perahu jaringan 29 tripunittahun dan untuk perahu jukung 110 tripunittahun.
Ambang batas atau quota tripunittahun perahu di zona D adalah untuk perahu sekoci sebesar 38 tripunittahun.
Penggunaan rumpon oleh perahu mayang akan mempengaruhi ambang batas perahu mayang dari data produktivitas yang baru. Potensi
lestari ikan pelagis besar telah mengalami over-fishing pada tahun produksi 2003, akan semakin terancam tingkat populasinya. Produksi per
trip perahu mayang yang beroperasi dengan menggunakan rumpon di zona B dan C meningkat menjadi 5,5 tontrip.
Jumlah perahu nelayan lokal masih bisa terus meningkat, namun jumlah tenaga kerja usaha penangkapan ikan laut masih tergantung dari
luar daerah.
5.1.3 Aspek Sosial Ekonomi Industri Perikanan Laut