Ketika puncak musim ikan, pelagis kecil dan pelagis besar berada di perairan dekat pantai dan masuk ke pantai yang berbentuk teluk dan di
depan mulut teluk. Pantai-pantai tersebut adalah Pantai Tamban, Pantai Tambakasri, Pantai Lenggoksono, Pantai Pujiharjo, Pantai Prabon, Pantai
Ngrawan. Pantai yang tidak membentuk teluk seperti Pantai Bajulmati, Tanjung Montor, Pantai SempuWatu Nyonya, Pantai Balekambang,
Pantai Kondangmerak, Pantai Jolosutro, Pantai Gunung Lanang, ikan pelagis besar dan kecil tersebar merata di sepanjang pantai tersebut.
2.7.1.1 Potensi ikan pelagis besar
Potensi ikan pelagis besar dan pelagis kecil yang terkandung di Samudera Hindia diperoleh dari studi literatur yang diperoleh dari Komisi
Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Laut
31
.
1. Madidihang Di Samudera Hindia, potensi tertinggi terdapat di perairan Barat Sumatera
sebesar 23.343 ton dengan Indeks Kemelimpahan IK perbandingan hasil tangkapan maksimum yang lestari lokal terhadap luas daerah penangkapan
lokal 51,02 KgKm
2
dan yang terendah di Selatan Jawa sebesar 7.600 ton, IK sebesar 39,11 KgKm
2
. Ikan madidihang bersifat epipelagis dan oseanis yang menyukai perairan
di atas dan di bawah lapisan termoklin. Tetapi perubahan suhu yang tertinggi T
m dalam lapisan termoklin dapat mengakibatkan madidihang meninggalkan lapisan tersebut. Suhu air yang sesuai baginya berkisar sekitar 18
dan 31 C.
Penyebaran geografis secara umum di dunia terdapat di semua perairan tropis dan subtropis antara 40
LU – 40 LS, kecuali di Laut Mediterania.
2. Tuna Mata Besar Di perairan Indonesia ikan tuna mata besar Hook Rate HR : perbandingan
jumlah ikan tertangkap terhadap 100 pancing terpasang dikalikan 100 tertinggi terdapat di Selatan Jawa 0,95, kemudian Selatan Bali-Nusatenggara 0,83 dan
Barat Sumatera 0,63. Laju pancingnya lebih tinggi dibandingkan dengan HR ikan madidihang. Hal ini dapat disebabkan karena perairan Selatan Jawa dan
Nusatenggara merupakan daerah penaikan air laut upwelling Wyrtki, 1961. Penaikan termoklin thermocline layer akan naik mendekati permukaan sekiter
50 m sehingga sebagian besar tali pancing rawai tuna akan berada pada lapisan ini. Sifat hidup tuna mata besar ini berhubungan erat dengan lapisan termoklin
atau daerah renangnya berada pada lapisan tersebut.
Ikan tuna mata besar bersifat epipelagis, mesopelagis, dan oseanis, terdapat pada kedalaman laut mulai dari permukaan hingga 250 m. Suhu dan
kedalaman lapisan termoklin merupakan faktor lingkungan utama yang
31
Johanes Widodo Et. Al., Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan Indonesia, Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Laut – LIPI,
Jakarta: LIPI, 1998, hal. 52.
mempengaruhi sebarannya, baik vertikal maupun horisontal. Kisaran suhu air dimana dapat ditemukan tuna mata besar berkisar antara 13
- 29 C dengan
suhu optimum ini sesuai dengan suhu yang terdapat pada termoklin tetap. Sebarannya di perairan tropis dan subtropis kecuali di Laut Mediteranian.
Di Samudera Hindia dan Atlantik antara 40 LU – 40
LS Collette dan Nauen, 1983.
3. Albakora Di perairan Samudera Hindia, HR tertinggi terdapat di Selatan Bali-
Nusatenggara 0,338 yang juga tertinggi di seluruh perairan Indonesia. Di Selatan Jawa sebesar 0,19 dan Barat Sumatera besarnya 0,04.
Dibandingkan dengan madidihang dan tuna mata besar, HR albakora relatif rendah. Hal ini disebabkan albakora banyak ditemukan pada perairan yang
suhu airnya dingin dan berkisar antara 15,6 – 19,4
C, namun demikian ukuran albakora yang besar kisaran suhu air yang disukai antara 13,5
– 25,2 C.
Albakora dapat tertangkap di perairan Indonesia terutama dimana terdapat massa air karena sifatnya bermigrasi bersama atau di dalam massa air tersebut.
Lebih besar pengaruh massa air terhadap migrasinya dibandingkan dengan pengaruh suhu atau kadar oksigen perairan. Selain itu sesuai dengan kisaran
suhu perairan keberadaanya, maka albakora juga dapat tertangkap di air lapisan termoklin. Kemudian faktor inilah yang menyebabkan banyak albakora
tertangkap di perairan Selatan Jawa dan Nusatenggara.
Penyebaran geografisnya di perairan tropis dan bertemperatur dingin termasuk diantaranya Laut Mediteranian madidihang dan tuna mata besar tidak
dan kosmopolitan. Sebarannya adalah 45 – 50
LU hingga 30 – 40
LS, sedangkan pada 10
LU – 10 LS, jenis ini tidak terdapat pada lapisan air
permukaan. 4. Tuna Sirip Biru Selatan
Ikan tuna sirip biru selatan yang ditangkap merupakan ikan yang bermigrasi ke perairan Indonesia dan bukan merupakan penghuni tetap sehingga tinggi
rendahnya produksi tergantung pada besar kecilnya ikan yang masuk ke perairan Indonesia yang kemudian tertangkap.
Selama ini hanya diketahui bahwa tuna sirip biru selatan hanya terdapat di perairan Selatan Jawa, Bali dan Nusatenggara pada waktu-waktu tertentu
untuk mijah. Sedangkan menurut data penangkapan rawai tuna Jepang juga tertangkap pada perairan Laut Flores-Selat Maluku, Laut Banda dan Laut
Maluku-Teluk Tomini Res. And Dev. Dep. Fish Agency of Japan, 1975. Keadaan demikian dapat saja terjadi karena kadang-kadang tuna sirip biru ini
dapat muncul pada perairan yang suhunya berkisar antara 20
– 30 C Collette
dan Nauen, 1983. Secara umum sebarannya adalah di perairan selatan Katulistiwa mulai
dari 30 – 50
LS. Sedangkan di perairan Indonesia dari 10 LS seperti pantai
Selatan Jawa dan Nusatenggara. 5. Ikan
Pedang Hook rate di perairan Selatan Jawa, Selatan Bali-Nusatenggara adalah 0,025
dan 0,028 dengan potensi masing-masing sebanyak 382 dan 548 ton. Jenis ikan ini bersifat epispelagis, mesopelagis dan oseanis, biasanya ditemukan pada
perairan permukaan dengan suhu air lebih dari 13 C dimana kisarannya yang
disenangi antara 18 – 22
C, tetapi dapat mentoleransi suhu perairan hangat, bermigrasi ke daerah dingin untuk mencari makanan dan kembali ke daerah
hangat untuk memijah. Sebarannya sangat kosmopolitan di perairan tropis dan dingin termasuk di Laut Mediteranian, Laut Marmara, Laut Hitam dan Laut Azov.
Secara geografis sebarannya meliputi 50 LU – 45
LS Samudera Pasifik bagian
Barat, 50 LU – 35
LS Samudera Pasifik bagian Timur, antara 25 LU – 45
LS di Samudera Hindia, antara 50
LU – 45 LS Samudera Atlantik bagian Barat dan
antara 60 LU – 50
LS Samudera Atlantik bagian Timur. 6. Cakalang
Rataan IK di Samudera Hindia sebesar 126 KgKm
2
, IK tertinggi terdapat di Barat Sumatera 142 KgKm
2
dan terendah sebesar 95 KgKm
2
Selatan Bali- Nusatenggara. Di Selatan Jawa sebanyak 128 KgKm
2
. Ikan cakalang bersifat epipelagis dan oseanis, bermigrasi jarak jauh, dan
suhu air yang disenanginya berkisar antara 14,7 – 30
C. Cakalang sangat menyenangi daerah dimana terjadi pertemuan arus atau air konvergensi yang
umumnya terdapat dimana terdapat banyak pulau. Selain itu cakalang juga menyukai batas perairan dimana terjadi pertemuan antara massa air panas dan
massa air dingin, penaikan air dan parameter hidrografi dimana terdapat percampuran yang tidak tetap biasanya di bawah lapisan homogen.
Penyebaran vertikal, mulai dari permukaan sampai kedalaman 260 m pada siang hari, sedangkan pada malam hari akan menuju ke permukaan diurnal migration.
Sebaran geografisnya terutama pada perairan tropis dan perairan panas di daerah lintang sedang. Cakalang selalu terdapat dalam kelompok yang besar
dan memudahkan penangkapannya dengan pukat cicin. 7. Tongkol
Di perairan Samudera Hindia IK rata-rata 61 KgKm
2
dimana terendah terdapat di perairan Barat Sumatera 41 KgKm
2
dan tertinggi di Selatan Jawa sebesar 92 KgKm
2
. 8. Tenggiri
Di Samudera Hindia potensi terbesar terdapat di Barat Sumatera 19.673 ton dan terendah di Selatan Bali-Nusatenggara sebesar 6.110 ton. IK rata-rata di
Samudera Hindia 40 KgKm
2
dan berkisar antara 25 KgKm
2
di Selatan Bali- Nusatenggara dan 51 KgKm
2
di Barat Sumatera. Ikan tenggiri daerah penyebarannya sangat luas, bersifat epipelagis dan
neritis. Jenis ini merupakan ikan bermigrasi lokal saja, juga menyukai perairan yang keruh dengan salinitas rendah, itu sebabnya banyak tertangkap di perairan
Laut Jawa, Selatan Sumatera Maringgai dan kemungkinan besar banyak di Selat Malaka.
2.7.1.2 Potensi ikan pelagis kecil