Ketenagakerjaan Sektor Penangkapan Ikan Laut .1 Unit tangkap

Tabel 2.40 : Kebutuhan Akomodasi Total Sektor Penangkapan Ikan Laut Per Tahun 1 Payangan 35 236 8. 250 2 Sekoci 260 38 9764 48. 822 9. 764 244. 111 156. 231 48. 822 19. 529 3 Jaringan 50 41 2. 042 8. 167 2. 042 24. 500 24. 500 10. 208 2. 042 4 Jukungan 60 314 18. 823 Tot al 405 38. 879 56. 989 11. 806 268. 611 180. 731 59. 031 21. 571 Sumber : Hasil Perhit ungan Jumlah Trip Tot al Tahun Kebut uhan Rokok Pert ahun pres Kebut uhan Mie Inst an Pert ahun dus No Jenis perahu Unit Jumlah Trip Rat a-rat a Unit Tahun Kebut uhan Beras Pert ahun Kg Kebut uhan Minyak Tanah Pert ahun lit er Kebut uhan Gul a Kopi Pert ahun kg Kebut uhan Sayur Mayur Pert ahun kg

2.7.3.6 Ketenagakerjaan

Organisasi kerja nelayan adalah sejumlah nelayan yang tergabung dalam kelompok kerja usaha penangkapan ikan yang secara umum terdiri dari juragan darat, juragan laut dan pendega. Yang paling sederhana adalah usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh perahu jukung, yaitu dilakukan oleh satu sampai dua orang. Usaha penangkapan ikan jenis payangan dilakukan oleh 15 – 25 orang; untuk jenis sekoci dan jaringan dilakukan oleh empat sampai lima orang. Organisasi nelayan tampaknya mempunyai sifat yang luwes, dengan adanya kenyataan bahwa para nelayan sering mengoperasikan alat tangkap yang berbeda secara bergantian, sesuai dengan musim atau jenis ikan yang akan ditangkap. Hubungan kerja di antara nelayan yang terwujud dalam kelompok-kelompok penangkapan ikan juga bersifat sementara dan setiap saat keanggotaan kelompok dapat berubah sesuai kebutuhan. Jumlah nelayan lokal dan nelayan andon di Desa Tambakrejo dapat dilihat pada tabel 2.16 di atas. Dari jumlah nelayan lokal sebesar 1.210 jiwa, nelayan dari Desa Tambakrejo sendiri hanya sebesar 550 jiwa, selebihnya merupakan nelayan pendatang yang menetap di Desa Tambakrejo namun tidak tercatat sebagai penduduk tetap yaitu sebesar 660 jiwa. Nelayan pendatang ini ada yang berasal dari Banyuwangi, Puger, Lumajang, Pancer, Pasuruan, Madura, Sulawesi, Kalimantan, Flores, Tulungagung, dan ada juga beberapa nelayan yang berasal dari Negara Philipina. Nelayan dari negara Philipina ini lebih dikenal sebagai nelayan yang pintar melakukan penangkapan ikan laut dengan cara memancing dan menjadi pendega dari perahu sekoci yang pengoperasiannya dengan cara memancing di rumpon. Nelayan pendatang ini datang sebagai pendega dari perahu-perahu nelayan Sendangbiru dan menetap di rumah yang disediakan oleh para juragan darat setempat. Ketika musim paceklik, ada yang pulang ke tempat asal mereka atau ikut melakukan penangkapan ikan perahu yang masih beroperasi. Pendega yang menjadi buruh nelayan tetap salah satu rumah tangga perikanan tersebut biasanya terikat hutang kepada juragan darat. Bagi buruh nelayan yang tidak memiliki hutang, mereka bisa ikut rumah tangga perikanan manapun sebagai pendega adhiman yang sifatnya sementara atau tambahan, tanpa terikat masa kerja dan keuangan. Berbeda dengan nelayan andon perahu sekoci yang berasal dari Kalimantan dan Sulawesi sebanyak 1.000 jiwa, mereka datang dengan membawa perahu dan alat tangkap sendiri. Nelayan andon dari perahu sekoci yang berasal dari Kalimantan dan Sulawesi biasanya mereka sudah datang menjelang musim ikan. Pada Bulan April mereka sudah sibuk melakukan persiapan melaut, membuat rumpon, mempersiapkan alat tangkap dan perahu mereka. Mereka terdiri dari kelompok-kelompok, setiap kelompok beranggotakan 5 perahu dan membuat rumpon dari iuran sesuai jumlah rumpon yang disepakati oleh anggota kelompok. Biaya pembuatan rumpon untuk satu unit bisa mencapai 13 – 15 juta rupiah. Ketika musim ikan habis yaitu Bulan Desember, mereka kebanyakan menjual perahu setelah dipakai selama 1 – 2 musim ikan. Mereka menjual perahu ke daerah Sendangbiru sendiri atau ke daerah lain seperti Puger, Pancer, Prigi, dan Popoh. Setelah menjual perahu, mereka pulang ke Kalimantan atau Sulawesi menggunakan transportasi umum dan kembali ke Sendangbiru ketika menjelang musim ikan dengan membawa perahu baru. Harga perahu di Pulau Kalimantan dan Sulawesi berkisar 15 – 20 juta rupiah, sedangkan harga perahu di perairan Jawa bisa mencapai 35 – 50 juta rupiah. Nelayan andon dari perahu pakisjaringan yang berjumlah 120 jiwa, datang pada Bulan April – Bulan Desember dengan membawa peralatan jaring dan perahu mereka dari tempat asal mereka. Nelayan andon perahu pakisjaringan kebanyakan berasal dari Muncar, Puger, Pancer, dan Pasuruan. Namun mereka tidak membentuk kelompok-kelompok seperti halnya dengan perahu sekoci, karena mereka melakukan penangkapan ikan secara sendiri-sendiri. Ketika musim ikan habis, mereka pulang ke tempat asal bersama alat tangkap dan perahu mereka.

2.7.4 Sektor Pengolahan Ikan Laut

Industri pengolahan ikan laut yang ada di Desa Tambakrejo terdiri dari pengasinan sebesar 8 unit, pemindangan sebesar 9 unit, dan pedagang ikan segar 15 unit.

2.7.4.1 Pengasinan

Cara mengolah ikan laut menjadi ikan asin adalah dengan cara merendam ikan laut ke dalam bak berisi air garam selama 0,5 jam untuk pembuatan ikan asin pedha ikan asin yang rasanya lebih tawar dari pada ikan asin asli dan 1 malam untuk ikan asin. Setelah dicuci bersih ikan dijemur selama 2 hari jika waktu terik matahari melimpah, jika cuaca kurang mendukung bisa sampai 1 minggu ikan baru dapat dijual. Jenis ikan yang biasa diolah asin adalah jenis ikan pelagis kecil dan layur. Jumlah garam yang digunakan untuk membuat ikan asin pedha adalah 40 kg garam untuk 1 kw ikan laut, sedangkan ikan asin sendiri memerlukan 50 kg garam untuk 1 kw ikan laut. Ikan asin yang berbahan baku ikan laut yang berukuran kecil, untuk 1 kw ikan laut bisa menjadi 25 – 30 kg ikan asin. Ikan asin pedha, bisa mencapai 40 kg ikan asin pedha dari 1 kw ikan laut. Kualitas ikan asin yang jelek yang disebut kroposan adalah ikan asin yang berbahan baku