Rank Kointegrasi Model VECM dan Persamaan Kointegrasi

149 Hipotesis nol H pada pengujian Likelihood-Ratio adalah model mengandung unrestricted intercepts dan restricted trends. Berdasarkan nilai maximum eigenvalue of the stocastic matrix menolak H sampai pada tingkat signifikansi α=5 adalah pada r≤6, r≤7, r≤8, r≤9, r≤10, r≤11, r≤12, r≤13, dan r ≤16, artinya, rank kointegrasi r=9. Berdasarkan nilai trace of the stocastic matrix menolak H sampai pada tingkat signifikansi α=1 adalah r≤6, r≤7, r≤8, r≤9, r ≤10, r≤11, r≤12, r≤13, r≤14, r≤15, dan r≤16, artinya, rank kointegrasi r=11. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 sampai 11 persamaan yang dapat menjelaskan adanya kointegrasi pada variabel-variabel dalam sistem persamaan.

7. Model VECM dan Persamaan Kointegrasi

VAR yang mengandung kointegrasi adalah VAR yang terkendala restricted VAR, yaitu terkendala dengan adanya kointegrasi di dalam model. Dalam hal ini modelnya disebut dengan Vector Error Correction Model VECM. Setelah diketahui rank kointegrasi dilakukan restriksi umum general restriction berdasarkan metode Johansen, yaitu dengan membuat matrik identitas. Restriksi umum menghasilkan pendugaan parameter vektor kointegrasi. Sesuai dengan tujuan penelitian, untuk menganalisis pengaruh kebijakan fiskal terhadap kinerja pertanian dan agroindustri maka variabel yang ingin diketahui kondisi kointegrasinya adalah GDPA, TKA, XA, IMA, dan WP kinerja sektor pertanian dan NTI, NTO, DSA kinerja agroindustri. Dengan demikian diperoleh 8 persamaan kointegrasi. Parameter matrik dari variabel fiskal dan variabel makro ekonomi direstriksi sama dengan nol. Restriksi umum menghasilkan pendugaan parameter vektor kointegrasi sesuai dengan rank kointegrasi yang exactly identified dengan nilai likelihood LL tertentu. Nilai likelihood tersebut 150 digunakan sebagai pedoman untuk menghasilkan restriksi yang valid dan optimal, sehingga diperoleh model parsimonious VECM Harris, 1995. Hasil dugaan vektor kointegrasi disajikan pada Lampiran 8 dan akan diurikan pada bagian 7.1. dan 8.1.

V. DINAMIKA KEBIJAKAN FISKAL PADA SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

5.1. Episode Perekonomian dan Mainstream Fiskal Indonesia

Dalam analisis dinamika fiskal sejak tahun 1970-2005, tidak terlepas dari dinamika episode perekonomian makro Indonesia yang mempengaruhi landasan, corak dan pengambilan keputusan pada kebijakan fiskal sebagai salah satu pilar dalam kebijakan makro. Berbagai hasil kajian ekonom Misalnya Hill, 1996; Mubyarto, 2000; Lindblad ed, 2002; Subiyantoro dan Riphat ed, 2004; Salim dalam Soetrisno, 2005 mengkategorikan episode perekonomian berdasarkan corak kebijakan makroekonomi. Rentang waktu analisis pada studi ini 1970-2005, mencakup episode IV-IX selama negeri ini merdeka. Episode IV 1966-73 sebagai awal demokrasi ekonomi, setelah melewati episode I 1945-52 ekonomi perang, episode II 1952-59 awal penyesuaian ekonomi nasional, episode III 1959-66 ekonomi komando ekonomi terpimpin. Periode IV ini sebagai periode rehabilitasi dan pemulihan, dimana perekonomian Indonesia telah melalui titik balik pertumbuhan yang mengesankan rata-rata 6.6 dan mencapai 10.9 awal tahun 1970, hiperinflasi telah dapat ditekan dari 636- 650 menjadi inflasi normal sekitar 7.78 Franseda, 2004. Belanja pemerintah mengutamakan pendanaan bagi pembangunan ekonomi disertai dengan kemajuan aktivitas ekonomi, investasi dan reformasi institusional. Episode V 1973-80 merupakan periode ekonomi bonansa minyak. Hill 1996 dan Arndt 1973 menyebutnya sebagai periode pertumbuhan yang pesat. Tingginya harga minyak dunia meningkatkan cadangan internasional yang 152 disterilisasi pengeluaran untuk Pertamina. Devaluasi besar-besaran terjadi pada bulan November 1978 diikuti krisis perang teluk Irak-Iran tahun 1979. Belanja pemerintah dikonsentrasikan pada agenda orientasi nasional dengan banyak memberikan fasilitas pengusaha pribumi. Episode VI 1980-87 merupakan periode ekonomi keprihatinan. Periode ini merupakan tahap penyesuaian terhadap penurunan harga minyak yang tajam, berdampak kepada melambungnya utang luar negeri dan penurunan pertumbuhan ekonomi yang dimulai tahun 1982. Pemerintah melakukan pemotongan pengeluaran, menangguhkan dan pembatalan sejumlah proyek besar, sehingga campur tangan pemerintah dalam perekonomian sangat besar. Episode VII 1987-94 adalah periode ekonomi konglomerasi. Kebijakan penghematan fiskal berkelanjutan dan manajemen nilai tukar yang efektif dalam reformasi makroekonomi telah menghasilkan pemulihan yang kuat sejak tahun 1987. Komersialisasi dan independensi sektor swasta mulai menguat, konglomerasi raksasa berkoneksi dengan pemerintahan. Episode VIII 1994-2001 merupakan periode krisis moneter, menuju Ekonomi Kerakyatan. Periode ini adalah antiklimak dari prestasi perekonomian yang ditopang konglomerasi dan kapasitasperan pemerintah yang kuat. Krisis moneter pada tahun 1997 triwulan 3 telah meruntuhkan konstruksi bangunan perekonomian yang ditopang peran konglomerasi dan pemerintahan. Periode ini memunculkan kesadaran kuat untuk membangun ekonomi kerakyatan, setelah kejatuhan pertumbuhan ekonomi mencapai negatif 13 di akhir periode ini. Episode IX 2001-9 merupakan periode mencari format baru. Periode ini adalah masa transisi perubahan format mendasar dengan perubahan UUD 1945 dan