27 pertanian, inovasi teknologi segera nampak pada penemuan-penemuan varietas baru
yang mampu mengkompensasi pertumbuhan preferansi dan tingkat kebutuhan manusia dengan produktivitas yang semakin besar. Inovasi teknologi pertanian
Indonesia terkesan dominan pada tanaman pangan. Terdapat waktu tenggang lag yang cukup lama antara 10-20 tahun bagi
petani untuk mengadopsi varietas baru yang dihasilkan oleh lembaga penelitian pengembangan pertanian. Jika kondisi demikian terus berlanjut, maka sulit akan
memajukan pertanian, sementara semakin deras masuk varietas-varietas baru dari negara tetangga misalnya Thailand.
2.4.5. Penelitian dan Pengembangan Sektor Pertanian
Sebagian besar produktivitas komoditi pertanian di Indonesia mengalami penurunan pada pertengahan dekade 1980an. Hal itu dapat dijelaskan karena
kemandegan kemajuan teknologi dan degradasi lahan yang berlanjut. Kedua hal tersebut diperparah oleh kemandegan kemajuan kegiatan penelitian dan
pengembangan pertanian yang mampu mengekspansi stagnasi teknologi dan degradasi lahan. Kemandegan produksi kreatif dari penelitian dan pengembangan
RD merupakan faktor utama dalam penurunan produktivitas di Indonesia pada sepuluh tahun terakhir ini. Hal itu dimungkinkan oleh sistem RD secara
kesisteman dan institusional masih didominasi oleh pemerintah Fuglie, 2004. Varietas yang mempunyai potensi hasil tinggi HYV didominasi oleh
tanaman pangan. Riset pengambangan tanaman non pangan hampir 30 tahun terakhir ini kurang mendapat perhatian proporsional sehingga nampak produktivitas
tanaman non makanan masih rendah. Pada sisi lain, riset pengembangan tanaman pangan telah mengalami kejenuhan teknologi. Sehingga, kondisi penelitian dan
28 pengembagan RD pertanian juga menyumbang situasi bottleneck kritis dari
produksi pertanian di Indonesia Simatupang, et.al., 2004. 2.5. Kinerja Sektor Pertanian
2.5.1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian
Martin and Warr 1992, 1993 dalam analisis dinamis perilaku sektor pertanian menyimpulkan; secara teoretis atribut yang menyumbang penurunan
pertumbuhan sektor pertanian di dunia ada tiga pokok yaitu: penurunan harga produk pertanian, perbedaan tingkat perubahan teknologi, dan perubahan relatif
dalam faktor anugerah endowments. Hal itu dibuktikan berdasarkan analisis nonlinier dengan pendekatan error correction model ECM.
Di negara berkembang juga Indonesia, persoalan teknologi yang stagnan telah berlangsung puluhan tahun. Bias sektor pertanian juga menyumbang
penurunan pertumbuhan sektor pertanian. Hal itu juga dialami di Thailand walau tidak separah Indonesia, dimana perubahan struktural dalam sektor pertanian tanpa
disertai akumulasi kapital. Hal itu berdampak kepada lemahnya daya dorong tenaga kerja untuk keluar pertanian dan daya tarik sektor non petanian.
Akumulasi dari itu sangat nyata dalam penciptaan penurunan nilai tambah pertanian, yang berakibat pada penurunan pangsa pada PDB. Dampak lebih panjang
lagi misalnya kemiskinan, kerawanan, dan perbaikan kualitas sumberdaya manusia secara keseluruhan. Hasil studi tersebut juga menemukan bahwa kebijakan sektor
petanian belum cukup untuk “menyerap” angkatan kerja pedesaan yang jumlahnya hampir 60 dari keseluruhan. Sehingga dibutuhkan kebijakan yang memperhatikan
rantai sebab akibat yang selama ini kurang diperhatikan yaitu faktor anugerah, teknologi, angkatan kerja dan persoalan riil ekonomi.