Hubungan Kebijakan Fiskal dengan Kinerja Sektor Pertanian

226 Tabel 38. Hubungan Jangka Panjang Kebijakan Fiskal dengan Kinerja Sektor Pertanian Cointegrating Eq: DLOG GDPA1 DLOG TKA1 DLOG XA1 DLOG IMA1 DWP1 DLOGPPH1 -0.08286 -0.39489 -0.45769 -0.64578 -0.67463 0.03456 0.10483 0.14183 0.54497 0.21307 [-2.39778] [-3.76705] [-3.22694] [-1.18499] [-3.16631] DLOGPPN1 -0.1782 -0.52292 -0.41051 1.421638 0.509752 0.07132 0.21634 0.29272 1.12469 0.43972 [-2.49882] [-2.41712] [-1.40241] [ 1.26403] [ 1.15926] DLOGEA1 -0.05792 -0.19453 0.947683 3.847074 0.175939 0.02285 0.06933 0.09380 0.36042 0.14092 [-2.53434] [-2.80584] [ 10.1027] [ 10.6737] [ 1.24854] DLOGSP_1 0.032179 -0.04494 -0.17445 -0.95171 -0.02014 0.01424 0.04320 0.05846 0.22461 0.08782 [ 2.25940] [-1.04006] [-2.98415] [-4.23717] [-0.22938] DLOGRDA1 -0.08414 -0.28105 0.31809 1.368473 0.751309 0.02709 0.08218 0.11119 0.42723 0.16703 [-3.10581] [-3.42001] [ 2.86074] [ 3.20315] [ 4.49794] DLOGIA1 0.180211 0.464302 -0.2326 -2.10082 -0.97746 0.03193 0.09685 0.13105 0.50352 0.19686 [ 5.64441] [ 4.79384] [-1.77492] [-4.17229] [-4.96525] DLOGDF1 0.007547 -0.0853 -0.05845 -0.02592 0.397885 0.01529 0.04640 0.06278 0.24121 0.09431 [ 0.49343] [-1.83851] [-0.93113] [-0.10745] [ 4.21908] DLOGI1 -0.07907 -0.25744 -0.1074 -0.77758 0.98869 0.02417 0.07332 0.09921 0.38118 0.14903 [-3.27143] [-3.51107] [-1.08257] [-2.03991] [ 6.63410] DLOGKONS1 -0.07066 -0.12517 -0.61345 -1.70432 0.361332 0.03659 0.11099 0.15017 0.57700 0.22559 [-1.93131] [-1.12779] [-4.08495] [-2.95374] [ 1.60170] C 0.011319 0.072147 0.050433 -0.05235 -0.06662 Keterangan: Baris pertama nilai koefisien, kedua standard error, dan ketiga[ ] nilai t-statistik. =nyata pada tingkat signifikansi α:1, =nyata pada tingkat signifikansi α:5, dan =nyata pada tingkat signifikansi α:10. Nilai t-tabel: t α:1 = 2.167, t α:5 = 1.980, dan t α:10 = 1.658. 227 XA t = -0.050 + 0.458PPH t + 0.411PPN t – 0.948EA t + 0.174SP t - 0.318RDA t + 0.233IA t + 0.058DF t + 0.107I t + 0.613KONS t 7.3 IM A t = 0.052 + 0.646PPH t – 1.422PPN t – 3.847EA t + 0.952SP t - 1.368RDA t + 2.101IA t + 0.026DF t + 0.778I t + 1.704KONS t 7.4 WP t = 0.067 + 0.675PPH t – 0.509PPN t – 0.176EA t + 0.020SP t - 0.751RDA t + 0.977IA t – 0.398DF t – 0.989I t – 0.361KONS t 7.5 Secara umum, dari persamaan 7.1 hingga 7.5 menunjukkan arah yang sesuai dengan teori dan logika ekonomi. Masing-masing karakteristik struktur hubungan tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Pajak Penghasilan

Peningkatan penerimaan pemerintah dari pajak penghasilan PPh sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan pada PDB Pertanian GDPA sebesar 0.83, penyerapan tenaga kerja pertanian TKA sebesar 3.95, ekspor produk pertanian XA sebesar 4.58, dan terutama kesejahteraan petani WP dengan peningkatan cukup besar 6.75. Pengenaan PPh pada level yang ada cenderung mendorong kinerja sektor pertanian. Capaian tax ratio yang masih rendah di Indonesia Hutahaean et.al., 2002 peningkatannya diperlukan untuk mendorong kinerja sektor pertanian. Menurut Pandiangan 2005, PPh akan optimal jika alokasi peruntukannya dapat maksimal pada pembiayaan produktif, termasuk untuk sektor pertanian. Disisi lain, eliminasi tumpang tindih dalam tata laksana dan aturan pajak di pusat maupun di daerah menjadi hal penting kedepan. Terhadap impor produk pertanian IMA tidak berhubungan nyata.

2. Pajak Pertambahan Nilai

Peningkatan penerimaan pemerintah dari pajak pertambahan nilai PPn sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan 228 pada PDB Pertanian GDPA sebesar 1.78, dan penyerapan tenaga kerja pertanian TKA sebesar 5.23. Terhadap ekspor produk pertanian XA, impor produk pertanian IMA, dan kesejahteraan petani WP tidak berhubungan nyata. Menurut Hutahaean, et.al. 2002 terdapat tarif-tarif pajak pertambahan nilai pada sektor pertanian yang masih perlu dikaji dalam pengenaanya agar dicapai pajak optimal, terutama menghindari pajak yang memberatkan karena tarif, jenis dan pajak dobel. Akumulasi dari hal tersebut tercipta over tax di sektor pertanian yang merugikan kinerja sektor pertanian.

3. Anggaran Sektor Pertanian

Peningkatan anggaran sektor pertanian EA sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan PDB pertanian GDPA sebesar 0.58, dan penyerapan tenaga kerja pertanian TKA sebesar 1.95. Namun menurunkan ekspor produk pertanian XA sebesar 9.48, dan impor produk pertanian IMA sebesar 38.47. Kenaikan anggaran sektor pertanian mampu meningkatkan kinerja sektor pertanian terutama melalui penurunan impor yang cukup besar meskipun terjadi penurunan ekspor produk pertanian relatif lebih kecil namun surplus neraca perdagangan masih terjaga, sehingga akumulasinya masih meningkatkan PDB pertanian. Dengan demikian ancaman impor produk pertanian Sawit, 2008 semakin dapat dihindarkan. Namun dari studi World Bank 2003 mengingatkan bahwa dalam pertumbuhan pertanian hanya 1 tidak mampu menciptakan lapangan kerja dapat dikompensasi dengan peningkatan anggaran sektor pertanian. Terhadap kesejahteraan petani WP tidak berhubungan nyata.

4. Subsidi Pertanian

Peningkatan subsidi pertanian SP sebesar 10 dalam jangka panjang seca- 229 ra nyata berhubungan dengan penurunan PDB pertanian GDPA sebesar 0.32. Namun meningkatkan ekspor produk pertanian XA sebesar 1.74, dan impor produk pertanian IMA lebih besar 9.52 berarti masih berpotensi menurunkan surplus neraca perdagangan. Terhadap penyerapan tenaga kerja pertanian TKA, dan kesejahteraan petani WP tidak berhubungan nyata. Subsidi pertanian tidak banyak dinikmati petani karena sebagian besar merupakan subsidi harga produk pertanian, dimana penikmatnya adalah konsumen pertanian 5 meskipun indikasinya, sebagian petani juga net consumer pada kasus petani gurem dan petani tanpa lahan. Hal itu didukung oleh temuan studi Stiglitz 2000, Rozelle and Swinnen 2004 dan Norton 2004 yang lebih dikarena supply produk pertanian tidak elastis sehingga implementasi subsidi membutuhkan kecermatan evaluasi.

5. Anggaran Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Peningkatan alokasi anggaran untuk penelitian dan pengembangan pertanian RDA sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan PDB Pertanian GDPA sebesar 0.84, penyerapan tenaga kerja pertanian TKA sebesar 2.81. Namun menurunkan ekspor produk pertanian XA sebesar 3.18, impor produk pertanian IMA sangat besar 13.68, dan kesejahteraan petani WP sebesar 7.51. Penurunan kesejahteraan petani karena disamping telah terjadi stagnasi penelitian tanaman pangan yang diusahakan sebagian besar petani pasca revolusi hijau, juga terjadi inklusi penelitian pengembangan pertanian lebih banyak pada industri besar berbasis komoditi industri pertanian misalnya kelapa sawit Fuglie, 2002. Bahkan diduga penelitian 5 Data yang dikemukakan oleh Dr.Endah Murniningtyas, M.Sc Direktur Penanggulangan Kemiskian, BAPPENAS, Jakarta. 2008 230 pengembangan pertanian selama ini kurang sesuai dengan kebutuhan pengembangan pertanian rakyat Menteri Pertanian, 2005 sehingga belum bisa secara cepat meningkatkan kesejahteraan petani. Anggaran penelitian dan pengembangan pertanian berpengaruh kuat untuk semua kinerja sektor pertanian. Variabel ini sangat potensialpenting untuk mendorong kinerja sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kuroda 1997 juga Fan and Zhang 2002.

6. Anggaran Infrastruktur Pertanian

Peningkatan alokasi anggaran untuk infrastruktur pertanian IA sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan penurunan PDB pertanian GDPA sebesar 1.80, penyerapan tenaga kerja pertanian TKA sebesar 4.64. Namun meningkatkan ekspor produk pertanian XA sebesar 2.33, impor produk pertanian IMA sebesar 21.01 , dan kesejahteraan petani WP sebesar 9.78 . Perbaikan infrastruktur pertanian dapat memperbaiki ekspor produk pertanian, namun juga terjadi peningkatan impor produk pertanian yang sangat besar. Hal ini mengakibatkan defisit neraca perdagangan yang menghambat pertumbuhan PDB sektor pertanian dan menurunkan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Peningkatan akses infrastruktur pertanian juga meningkatkan kesejahteraan petani karena semakin lancarnya arus perdagangan, namun diofset impor produk pertanian lebih besar. Temuan ini selaras dengan studi Mundlak, et.al . 2002, dan Rozelle and Swinnen 2004 bahwa infrastruktur pertanian berperan penting untuk menumbuhkan sektor pertanianpedesaan. Namun sering lingkungan eksternal lebih cepat dalam memanfaatkan perbaikan tersebut dibandingkan dengan petani domestik itu sendiri. 231

7. Desentralisasi Fiskal

Peningkatan desentralisasi fiskal DF sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan kenaikan penyerapan tenaga kerja pertanian TKA sebesar 0.85. Namun menurunkan kesejahteraan petani WP sebesar 3.98. Terhadap PDB pertanian GDPA, ekspor produk pertanian XA, dan impor produk pertanian IMA tidak berhubungan nyata. Sebagaimana hasil studi Saragih 2004, Tambunan 2003b, dan Arifin 2004 menemukan bahwa sebagian besar anggaran desentralisasi diperuntukkan bagi pembiayaan rutin dan gaji pegawai. Sehingga tidak mampu mendorong secara langsung kinerja sektor produktif termasuk pertanian di daerah. Hal tersebut menjadi tantangan besar dalam optimalisasi otonomi daerah kedepan.

8. Investasi

Variabel pembobot ekonomi makro memiliki karakter arah hubungan sebagai berikut, paningkatan investasi I sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan PDB pertanian GDPA sebesar 0.79, penyerapan tenaga kerja pertanian TKA sebesar 2.57, dan impor produk pertanian IMA cukup besar 7.78. Namun menurunkan kesejahteraan petani WP sebesar 9.89. Terhadap ekspor produk pertanian XA tidak berhubungan nyata. Pangsa investasi agregat yang teralokasi untuk sektor pertanian relatif kecil bahkan dengan pertumbuhan rata-rata -2.07 sejak awal periode 1990an sampai periode 2000an Astuti, 2005. Hal itu terjadi karena besarnya resiko investasi di sektor pertanian Herjanto, 2003 sehingga investasi pertanian di Indonesia sangat mahal Daryanto, 2008. Dorongan terhadap output pertanian relatif kecil dibandingkan dengan dampak peningkatan impor. Indikasinya peningkatan 232 investasi lebih banyak dinikmati di luar perekonomian sektor pertanian, sehingga menurunkan kesejahteraan petani.

9. Konsumsi

Peningkatan konsumsi KONS sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan PDB pertanian GDPA sebesar 0.71, ekspor produk pertanian XA sebesar 6.13, dan impor produk pertanian IMA sangat besar 17.04. Terhadap penyerapan tenaga kerja pertanian TKA, dan kesejahteraan petani WP tidak berpengaruh nyata. Temuan ini memperkuat studi Alexandrates 1995 bahwa konsumsi masih merupakan motor penggerak pertumbuhan di negara berkembang. Dari studi ini lebih spesifik dapat dikatakan bahwa penggerakan driven dari konsumsi tersebut dalam kasus produk pertanian labih banyak dipenuhi dari impor produk pertanian. Hal itu diperkuat oleh hasil studi Sumodiningrat dalam Tambunan 2003b bahwa sampai tahun 2035 akan terjadi defisit konsumsi pangan di Indonesia. Dari uraian diatas dapat simpulkan; variabel PPh, anggaran sektor pertanian EA, anggaran penelitian dan pengembangan pertanian RDA, anggaran infrastruktur pertanian IA dan investasi agregat I memberi hubungan pengaruh yang paling banyak terhadap semua variabel kinerja sektor pertanian.

7.2. Respon Dinamik Kinerja Sektor Pertanian atas Guncangan Kebijakan Fiskal

Respon dinamik karena adanya guncangan shocks dari variabel kebijakan fiskal terhadap kinerja sektor pertanian, dianalisis dengan respon impulse secara simultan berdasarkan metode dekomposisi Cholesky dengan penyesuaian derajad 233 bebas Cholesky-degree of fredom adjusted. Guncangan shocks sebesar satu standar deviasi dan panjang periode analisis sampai triwulan ke 60 dengan memperhatikan, sampai pada periode tersebut telah mampu menggambarkan respon pergerakan yang mencapai fase konvergen secara konsisten. Pergerakanimpulse respon dari variabel kinerja sektor pertanian disajikan pada Gambar 39-47. Sedangkan numerik dari impulse respon disajikan pada Lampiran 9.

1. Respon atas perubahan Pajak Penghasilan

Awal guncangan pajak penghasilan sebagaimana disajikan pada Gambar 39 dan Lampiran 9 A.9.1, mengakibatkan peningkatan pajak penghasilan 6.56 pada triwulan pertama kemudian menurun pada triwulan keempat 0.08. Pada triwulan ke 2 terjadi peningkatan PDB pertanian 0.08 dan penyerapan tenaga kerja 0.55, namun terjadi penurunan pada ekspor produk pertanian 0.61 dan impor produk pertanian 0.40, serta kesejahteraan petani 0.9. Dalam jangka panjang mulai triwulan ke 8 2 tahun pajak penghasilan cenderung meningkat kembali sampai mencapai keseimbangan mulai triwulan ke 23 tahun ke 6 berkisar 1.69. Peningkatan pajak penghasilan berarti meningkatkan penerimaan negara dan akan memperbaiki posisi fiskal. Hal tersebut berdampak kepada peningkatan PDB pertanian setelah triwulan ke 6 lebih cepat dari respon PPh dan mencapai keseimbangan peningkatan mulai triwulan ke 17 berkisar 0.08. Peningkatan PDB pertanian bisa menggairahkan kegiatan produksi pertanian, sehingga penyerapan tenaga kerja juga meningkat mulai triwulan ke 10 dan mencapai keseimbangan mulai triwulan 24 berkisar 0.55. Peningkatan penyerapan tenaga kerja pertanian pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan petani juga relatif cepat mulai triwulan ke 12. Ini artinya peningkatan tenaga kerja