Kebijakan dan Kinerja Pertanian

40 pengembangan, teknologi, infrastruktur, perdagangan, pengangguran dan pendapatan petani seperti diuraikan sebagai berikut: Martin and Warr 1992, 1993 menemukan, variabel yang menyumbang penurunan pertumbuhan sektor pertanian di dunia yaitu; penurunan relatif harga-harga produk pertanian, perbedaan tingkat perubahan teknologi, dan perubahan relatif dalam faktor anugerah endowments. Hal itu dibuktikan berdasarkan analisis nonlinier dengan pendekatan error correction model ECM. Kuroda 1997 menganalisis tentang belanja riset dan penyuluhan terhadap produktivitas pertanian tahun 1960-90 di Jepang. Dengan model translog, digunakan untuk medalami penurunan produktivitas pertanian Jepang sejak tahun 1960. Penurunan produktivits terjadi karena kendala biaya riset dan bias teknologi. Blue and Tweetin 1997 meneliti dampak kebijakan pertanian terhadap marginal utility income di Chicago. Dengan model kuadratik menyimpulkan bahwa perbaikan income terjadi pada porsi yang besar pada kelompok paling miskin. Gafar 1997 dalam studinya menemukan bahwa supply respon pertanian di Jamaika sangat dipengaruhi oleh harga yang dikontrol pemerintah. Fulginity and Perrin 1998 dengan menggunakan Cobb-Douglas Production Function menganalisis produktivitas di negara-negara berkembang dan menyimpulkan bahwa sejak periode 1961-85 telah terjadi penurunan produktivitas pertanian dengan variabel harga-harga, tenaga kerja dan investasi pertanian. Esposti and Pierani 2000 dengan model Multiple IndicatorsMultiple Causes MIMIC menganalisis perubahan teknologi pertanian di Italia. Kesimpilannya adalah; pada periode 1961-91 telah terjadi perubahan teknologi pertanian yang besar di Italia. 41 Di Indonesia, studi Darmansyah 2003 menganalisis dampak kebijakan ekonomi terhadap kinerja ekonomi tanaman pangan. Dengan metode multi komoditi menyimpulkan terdapat persaingan antar komoditi terhadap areal dan produktivitas semua komoditi tidak respon terhadap penggunaan pupuk, kecuali padi di luar Jawa. Asnawi 2004 dengan model makroekonomi menyimpulkan, kebijakan makro ekonomi yang dapat meningkatkan kinerja sektor pertanian adalah 1 depresiasi nilai tukar rupiah, 2 peningkatan kredit di sektor pertanian, 3 peningkatan investasi di sektor pertanian, 4 kombinasi penurunan tingkat suku bunga dan peningkatan kredit di sektor pertanian.

2.7.3. Kebijakan dan Kinerja Agroindustri

Studi Hicks 1995 menyimpulkan bahwa pemerintah mempunyai tiga instrumen untuk mendorong promosi agroindustri, yaitu di arena legalhukum, fiskal dan kelembagaan. Sudaryanto, et. al. 2002 dalam studi kebijakan agroindustri menemukan bahwa kebijakan pembangunan agroindustri mempunyai dua tujuan utama yaitu, diharapkan mampu menggerakkan perekonomian masyarakat di wilayah produksi pertanian, dan mampu mendorong pertumbuhan suplai hasil-hasil pertanian untuk kebutuhan agroindustri. Orientasi kebijakan tersebut menjelaskan bahwa ada keterkaitan yang erat antara dorongan produksi pertanian untuk memajukan agroindustri, begitu pula sebaliknya. Disamping itu juga ditujukan untuk menciptakan nilai tambah secara vertikal, penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Kajian Tambunan 1992 menyimpulkan bahwa agroindustri dapat berperan penting dalam pertumbuhan dan penggerak dalam industrialisasi pedesaan. Pryor 42 and Holt 1998 dalam Herjanto 2003 dari studinya menemukan bahwa kontribusi agribisnis dalam PDB di Indonesia mencapai 53 yang lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia, Korea Selatan, Argentina maupun Brazil. Saragih 1996 dalam studi mengenai kontribusi agroindustri dalam perekonomian Indonesia periode 1971-95 dengan pendekatan input-output menemukan bahwa pangsa ekspor meningkat lebih besar dibandingkan dengan impor, sehingga selalu menjadi penghasil surplus devisa. Hal tersebut juga dilakukan oleh Rosa dan Bernadette 2006, dengan menggunakan Tabel input- output 66 sektor tahun 1995 dan 2000 menganalisis keterkaitan menggunakan model keterkaitan ke belakang dan ke depan secara total, dan kinerja diukur dengan efisiensi. Hasil dari penelitian ini, sebagian besar agroindustri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi namun ke depan rendah. Artinya, pengembangan produk lanjutan dari produk pertanian masih rendah. Komoditi agroindustri selalu mengalami fluktuasi dalam perdagangan internasional seperti diukur dengan nilai indeks comparative advantage. Dalam studi Herjanto 2003 menemukan nilai Revealed Comparative Advantage RCA Indonesia yang meningkat sejak tahun 1971 sampai 1990, dan setelah itu selalu menurun.

2.7.4. Alasan Pemilihan Variabel

Dari uraian tinjauan pustaka pada bagian terdahulu, memberikan dasar rasionalisasi untuk memasukkan variabel dalam model penelitian. Sehingga alasan pemilihan variabel diuraikan sebagai berikut.