34.8 5.51 DINAMIKA KEBIJAKAN FISKAL PADA SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA
166
ekonomi, pemerintahan harus didukung oleh keberanian menempuh defisit anggaran Boediono, 1990.
Akumulasi dinamika defisit dan surplus per periode disajikan pada Gambar 14. Pangsa defisit anggaran terhadap penerimaan total, PDB dan pengeluaran total
terbesar pada periode 1976-80 masing-masing sebesar 16.63, 0.53 dan 15.38. Periode selanjutnya menurun sampai periode 1991-95. Sejak krisis ekonomi mulai
periode 1996-2000 pangsa defisit meningkat konsisten terutama terhadap PDB. Sedangkan terhadap penerimaan pemerintah dan pengeluaran total menurun mulai
tahun 2000 sampai dengan 2005 lihat Lampiran 1.
Persentase Defisit Terhadap Penerimaan Total, PDB, dan Pengeluaran Total
-20.00 -15.00
-10.00 -5.00
0.00 5.00
10.00
Tahun
Pe rs
e n
Terhadap Penerimaan Total 1.89
-16.63 7.63
6.01 0.30
5.25 4.49
Terhadap PBD 0.02
-0.53 0.67
0.59 -0.07
2.96 2.95
Terhadap Pengeluaran Total 1.64
-15.38 7.40
4.98 -0.13
4.41 3.94
1970-1975 1976-1980
1981-1985 1986-1990
1991-1995 1996-2000
2001-2005
Sumber: IMF Juli, 2007, defisit dari BPS 1970-2006 Lampiran 1, diolah Gambar 14. Pangsa Defisit terhadap Penerimaan Total , PDB, dan
Pengeluaran Total
Pada Tabel 19 diketahui pada saat implementasi metode I-account dimana defisit dipandang sebagai gap fiskal yang harus dikelola, sejak tahun 2001 defisit
terhadap PDB terus menurun 3 menjadi 1.8 menunjukkan kemampuan APBN yang aman Djojosubroto, 2004 dan keberlanjutan fiskal Subagjo, 2005.
167
Tabel 19. Pembiayaan Defisit Anggaran
2001 2002
2003 Uraian
APBN T Rp
PDB APBN
T Rp PDB
APBN T Rp
PDB
Belanja Pemerintah Pusat 260.5
18.0 228.6 14.2
253.7 13.1 Pembiayan Dalam Negeri
30.2 2.1
19.6 1.2
22.5 1.2
a. Perbankan -1.2
-0.1 -5.7
-0.4 8.5
0.4 b. Non-Perbankan
31.4 2.2
25.3 1.6
14.0 0.7
Pembiayaan Luar Negeri 10.3
0.7 7.4
0.5 11.9
0.6 a. Penarikan pinjaman luar negeri bruto
26.2 1.8
19.7 1.2
29.2 1.5
b. Pembayaran cicilan pokok utang LN -15.9
-1.1 -12.3
-0.8 -17.3 -0.9
Jumlah 40.5
2.8 27.0
1.7 34.4
1.8
Keterangan: Angka positif = membiayai, angka negatif = membelanjakan defisit Sumber: Djojosubroto 2004
Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa pembiayaan defisit dari sumber dalam negeri lebih besar 30.2 turun menjadi 1.2 dibandingkan dari luar
negeri 10.3 turun menjadi 0.6. Sumber pembiayaan defisit dari dalam negeri netto
berasal dari perbankan baru positif pada tahun 2003 dan non-perbankan. Pembiayaan defisit dengan pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca
pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah. Semakin besar jumlah realisasi pinjaman luar negeri, lalu lintas modal pemerintah cenderung positif.
5.4. Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah pusat, dapat dipandang dari berbagai klasifikasi belanja negara meliputi, 1 sektoral, 2 fungsional, dan 3 ekonomi Hutahaean,
et.al. , 2002. Namun semua akan bermuara pada format anggaran pendapatan dan
belanja negara APBN yang dikelompokkan menjadi 1 anggaran belanaja pemerintah pusat pengeluaran rutin, dan pengeluaran pembangunan dan 2
168
anggaran belanja untuk daerah. Untuk negara berkembang, pos pengeluaran pembangunan merupakan tolok ukur bagi otoritas fiskal dalam mendorong mesin
pembangunan yang diharapkan akan mampu menarik pertumbuhan perekonomian dan mewujudkan kemakmuran rakyat Hill, 1996.
Pada Gambar 15 diketahui bahwa pengeluaran total pemerintah pusat secara konsisten selalu meningkat sejak tahun 1970 sampai 2005. Peningkatan
menajam dimulai tahun 1980 mencapai 48.64. Periode ini adalah paruh pertama pesatnya pembangunan yang nyata mendorong kinerja pertanian dengan puncak
pencapaian swasembada beras di tahun 1984. Kenaikan pengeluaran yang tajam kedua terjadi pada tahun 1997 sebasar 44.80 saat terjadinya krisis moneter.
Pasca krisis terjadi kenaikan level pembelanjaan dengan laju rata-rata 22.49 per tahun.
100000 200000
300000 60
0000 0000
0000
1970 971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Milyar Rupiah
50
Pengeluara Total Pengeluaran Pembangunan
40
1
Krisis Moneter
Sumber: IMF Juli, 2007, BPS 1970-2006, diolah Gambar 15. Pengeluaran Total dan Pengeluaran Pembangunan
169
Meskipun pada tahun 2000 terjadi penurunan alokasi untuk pembangunan namun selanjutnya terjadi peningkatan tajam selaras dengan kenaikan pengeluaran
pemerintah. Periode ini adalah krisis yang membawa kesadaran kolektif untuk memberdayakan sumberdaya pertanian semaksimal mungkin misal dengan
menanami lahan tidur dan program-program memajukan pertanian seperti Gema Palagung, dan terakhir revitalisasi petanian di tahun 2005.
Jika ditelusur lebih mendalam, pada Gambar 16 diketahui porsi pengeluaran pembangunan yang akan langsung diperuntukan bagi anggaran sektoral secara
agregat pada tahun 1970-2005 yang relatif konstan porsinya terhadap total pengeluaran. Bahkan cenderung menurun sampai tahun 2000 dengan fluktuasi dan
penurunan tajam di tahun 1986. Sejak tahun 2000, kenaikan cukup tajam baik terhadap PDB maupun terhadap pengeluaran total sampai tahun 2005.
Persentase Pengeluaran Pembangunan Terhadap PDB dan Pengeluaran Total
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
Tahun Pe
rs e
n
Terhadap PDB 0.2 0.2 0.4 0.5 1.10 1.3 1.851.78 1.9 2.9 3.8 4.2 4.3 5.6 5.3 5.71 4.2 4.2 5.16 5.4 7.12 7.4 8.6 8.5 8.6 7.77 8.0 8.8 18. 20. 15.7 29. 32. 40. 51.2 61.
Terhadap Pengeluaran Total 36. 36. 41.5 40. 51.7 53. 60. 58.152. 55.154. 48. 54. 60. 59. 52. 33. 36. 42. 42. 50. 52. 51.5 51.7 49. 44. 42. 33. 38. 34. 28. 35. 43. 48. 57. 60. 19
70 19
71 19
72 19
73 19
74 19
75 19
76 19
77 19
78 19
79 19
80 19
81 19
82 19
83 19
84 19
85 19
86 19
87 19
88 19
89 19
90 19
91 19
92 19
93 19
94 19
95 19
96 19
97 19
98 19
99 20
00 20
01 20
02 20
03 20
04 20
05
Sumber: IMF Juli, 2007, BPS 1970-2006, diolah Gambar 16. Pangsa Pengeluaran Pembangunan terhadap PDB dan
Pengeluaran Total
170
Sumber: ARIC-ADB 2007, BPS 1980-2006, diolah Sebagaimana disajikan pada Gambar 17; selama periode 1980-2005 alokasi
belanja pemerintah pusat untuk sektor pertanian mengalami penurunan konsisten di Indonesia 16.04 menjadi 2.96, Malaysia 7.09 menjadi 2.88, dan
Thailand 10.24 [1990-95] menjadi 5.65. Sedangkan di Philipina sedikit meningkat dari 5.54 menjadi 6.10.
Pada Tabel 20 diketahui komposisi alokasi belanja pemerintah pusat di beberapa negara ASEAN Indonesia, Malaysia, Philipina, dan Thailand pada
periode 1980-2005. Alokasi belanja pemerintah pusat untuk kegiatan ekonomi di Indonesia sejak tahun 1980 menurun sampai dengan tahun 1999 dari 60.77
menjadi 51.63. Pada tahun 2000-5 mengalami kenaikan cukup besar menjadi 73.40. Di Thailand kenaikan alokasi belanja meningkat konsisten sampai 2005
dari 15.47 menjadi 22.28. Untuk Malaysia dan Philipina justru mengalami penurunan konsisten pada periode tersebut.
Gambar 17. Alokasi Belanja Sektor Pertanian Beberapa Negara ASEAN
Alokasi Belanja Sektor Pertanian
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
16.00 18.00
1980-85 1986-89
1990-95 1996-99
2000-
Tahun Per
s en
05
Thail Philip
Mala Indonesia
ysia ina
and
171
INDONESIA MALAYSIA
PHILIPINA THAILAND
DISTRIBUSI 1980-
85 1986-
89 1990-
95 1996-
99 2000-
05 1980-
85 1986-
89 1990-
95 1996-
99 2000-
05 1980-
85 1986-
89 1990-
95 1996-
99 2000-
05 1980-
85 1986-
89 1990-
95 1996-
99 2000-
05 Total
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Layanan Umum
5.12 4.80
3.78 5.40
3.34 7.56 8.87 9.46 11.58
12.99 14.73 10.92 14.94 18.74 18.11 13.11 12.82 12.18 10.90 11.30 Pertahanan 6.24
5.45 6.31
7.22 5.62
15.90 367.52 16.48 13.80 11.36 8.38 6.39 6.12 6.23 4.92 20.68 19.41 16.15 10.50 5.83
Pendidikan 12.69 12.67
9.60 7.64 5.19 16.47 18.32 19.87
21.56 24.37 12.62 12.33 13.27 19.05 18.09 - - 23.03
23.88 25.12
Kesehatan 3.44 3.11
4.55 2.87 1.89 4.20 4.56 5.46 6.25 6.35 3.79 3.06 2.75 2.67 2.17 - -
7.58 7.54
8.58 Kesejahteraan
Sosial - -
- -
- 1.88
1.97 3.25
3.78 4.11
0.72 0.61 1.27 3.77 3.64 29.94 29.76 29.60 4.47 5.73
Pemukiman 11.76 14.66
19.57 19.28 10.58 3.64 1.23 0.41 1.44 1.60 1.29 0.53 0.43 0.74 0.56 - -
5.95 5.99
5.01 Kegiatan
ekonomi 60.77 59.30 53.46 51.63 73.40 24.27 20.36 19.89 20.00 19.85 28.57 19.14 23.32 25.05 24.70 15.47 14.57 24.49 28.22 22.28
Pertanian 16.04 17.14