25 seperti susidi bunga kredit pertanian, subsidi harga produk pertanian dan lainnya
Muslim, 2002.
2.4.3. Infrastruktur Sektor Pertanian
Hasil studi Zhang and Fan 2004 dengan dynamic GMM estimator menemukan bahwa, infrastruktur pertanian di India sangat mempengaruhi
produktivitas pertanian. Dengan mengunakan model LSDV yang mencakup analisis lebih luas semakin menjelaskan bahwa jaringan irigasi bagi negara-negara Afrika
dan Asia menyumbang dalam porsi besar pada pertumbuhan total faktor produksi TFP dan kemajuan pertanian keseluruhan. Namun dari studi tersebut diketahui
bahwa belanja pemerintah dan investasi untuk penyediaan dan perbaikan infrastruktur pertanian menurun sebesar 5.87 pada periode 1980an menjadi 3.85
di periode 2000an untuk negara-negara Afrika dan 11.76 menjadi 4.92 untuk periode sama di negara-negara Asia. Jika penurunan terus terjadi diperkirakan akan
sulit untuk menumbuhkan produktivitas dan produksi pertanian sampai tahun 2015. Pentingnya infrastruktur pertanian khususnya irigasi di Yunani, berdasarkan
studi Koundouri, et. al. 2006 juga menunjukkan peran yang berada pada urutan pertama sebagai syarat dalam keberhasilan adopsi teknologi di sektor pertanian.
Di Indonesia, sejak periode reformasi 1998 jaringan irigasi dalam kondisi rusak mencapai 1.5 juta hektar dari 6.7 juta hektar. Pemerintah hanya mampu
menyediakan 40-50 biaya operasional dan pemeliharaan. Selain itu, sekitar 15 - 20 ribu hektar per tahun lahan pertanian beririgasi teknis beralih fungsi konversi
menjadi lahan non pertanian. Terjadinya degradasi 62 dari 470 Daerah Aliran Sungai DAS secara konsisten antara lain akibat dari penebangan hutan yang tidak
terkendali dari hulu sungai. Kerusakan jaringan irigasi akan menurunkan kinerja
26 penyediaan air irigasi sehingga dapat menurunkan luas areal tanam padi, dan bila
tidak diantisipasi secara serius akan mengganggu pemenuhan produksi beras nasional. Kerusakan jaringan irigasi mencapai 22.4 dari total jaringan dan 73.4
berada di Pulau Sumatera dan Jawa yang merupakan lumbung padi nasional. Pengaturan peran dan batasan wewenang pengelolaan sungai antara kabupaten,
kota, propinsi, dan pusat masih belum jelas. Disamping itu juga belum tersedia database irigasi dan sungai per kabupatenkota Tim INDEF, 2005.
2.4.4. Inovasi Teknologi Sektor Pertanian
Studi Fuglie 2004 menyimpulkan, pada perode 1961 sampai 2000 petumbuhan produktivitas pertanian di Indonesdia sebagian besar disumbang oleh
faktor input konvensional lahan, tenaga kerja, tenaga ternak, pupuk. Peran faktor input modern mesin, teknologi kimiawi lanjut, dan genetik sangat rendah. Situasi
itu menunjukkan bahwa pengembangan inovasi teknologi sektor pertanian selama masa itu masih terbatas.
Studi Fan, et.al. 1999 menemukan bahwa selama periode 1970an sampai 1980an karena revolusi hijau, umumnya semua negara mengadopsi jenis-jenis
tanamanvarietas yang berproduksi tinggi. Di Indonesia, nampak sekali kemandegan dalam pengembangan penelitian pengembangan teknologi pertanian sebagaimana
konsisten dilakukan negara-negara tetanganya di Asia. Hal itulah yang diperkirakan menjadi sebab terjadinya pelandaian pertumbuhan produktivitas komoditi pertanian
untuk hampir semua varietas. Studi Simatupang, et. al. 2004 menyimpulkan, tatalaksana pengembangan
teknologi inovasi pertanian yang tidak diperhatikan bahkan sistem deliverinya menjadikan pengembangan teknologi pertanian Indonesia sangat tertinggal. Dalam