Produktivitas Produk Pertanian Pembangunan Sektor Pertanian 1. Kebijakan Sektor Pertanian

30 Produktivitas pertanian Indonesia stagnan pada periode 1990an setelah dua periode sebelumnya tumbuh dengan cepat. Tanaman padi dan tanaman pangan lainnya tumbuh 2.5. Tanaman keras dan perkebunan jauh dibawah nilai tersebut. Peternakan bertumbuh 2.3 per tahun. Oleh Fuglie 2004 hal itu disebabkan oleh tidak adanya peningkatan investasi publik dan swasta di sektor pertanian yang mengancam kelangsungan pertumbuhan produktivitas. Studi Basri 2004 menemukan bahwa Total Factor Productivity Indonesia di banding dengan Asia Timur: tahun 1960-94 terendah kedua setelah Philipina, tahun 1984-94 hanya lebih baik dari Philipina, tahun 1975-90 paling buruk Philipina tidak diikutkan, dan periode setelah itu indikasinya tidak semakin baik. 2.5.3. Penyerapan Tenaga Kerja Disamping terjadi penurunan pangsa sektor pertanian terhadap PDB sampai periode 2000an, pertanian masih cukup penting pada penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian Indonesia. Dari studi Muslim 2002 dan PSE UGM, LPEM- FEUI, dan PSP IPB 2004, lebih dari separo angkatan kerja sampai dengan dekade 1990an bekerja di sektor pertanian. Walaupun tingkat penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mengalami peningkatan secara kuantitatif dari 26.5 juta orang di tahun 1971 menjadi 35.5 juta di tahun 1990 kemudian 44.3 juta pada tahun 2002, namun pangsa penyerapan tenaga kerja terhadap total tenaga kerja dari 64.2 pada tahun 1971 turun menjadi 43.8 di tahun 2002. Ini artinya, setelah tahun 1990 walaupun jumlah akumulatif tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian masih besar, namun secara relatif mulai terjadi penurunan yang konsisten dibandingkan dengan total penduduk yang bekerja sampai dengan tahun 2002. 31 Dalam periode 1961-2000an curahan tenaga kerja per satuan luas lahan meningkat kecuali di Jawa dimana untuk lahan beririgasi tingkat penyerapannya 2.5 kali yang biasanya diusahakan tanaman bernilai ekonomis dibandingkan dengan lahan tidak beririgasi Mundlak, et.al., 2002.

2.5.4. Ekspor dan Impor Pertanian

Kinerja ekspor dan impor komoditi utama pertanian pada beberapa dekade terakhir diuraikan pada bagian berikut ADB, SEAMEO SEARCA, Crescent, CASER and Ministry of Agriculture RI, 2004: 1. Komoditi Perkebunan Komoditi perkebunan utama yang diekspor Indonesia adalah karet, kelapa, minyak sawit, cokelat, kopi, lada, gula, dan kacang mete. Sejak tahun 1971 sampai 2002 nilai ekspor komoditi perkebunan Indonesia selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai impor net ekspor positif. Periode 1971-75 nilai ekspor 540 049 000USA, dan impor 13 917 000USA sedangkan periode 2001-2 nilai ekspor 3 722 390 000USA dan impor 349 567 000USA. 2. Komoditi Peternakan Komoditi peternakan, sejak tahun 1997 hingga 2002 mengalami defisit perdagangan net ekspor negatif yang cukup besar. Pada 1990an nilai ekspor sebesar 1 697 912 000USA dengan impor 53 574 609 000USA. Pada periode 2000an ekspor meningkat namun jumlah peningkatan impor lebih besar masing- masing 9 447 734 000USA dan 72 867 230 000USA. Peningkatan impor disebabkan oleh peningkatan konsumsi produk peternakan domestik, sementara peningkatan produksi domestik belum mampu untuk mengimbanginya. 32 3. Komoditi Perikanan Komoditi perikanan, Indonesia lebih banyak mengekspor dibandingkan dengan mengimpor. Pada periode 1980an nilai ekspor perikanan lebih besar dibanding impor masing-masing 241 259 000USA dan 31 670 000USA begitu pula pada periode 2000an masing-masing 1 670 986 000USA dan 94 531 000USA. Selama periode 1980-2000 tren ekspor dan impor selalu meningkat nilainya.

4. Komoditi Hortikultura

Komoditi hortikultura juga terjadi surplus perdagangan. Selama kurun waktu 1991-2001 selalu jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai impor. Nilai ekspor periode 1990an sebesar 3.31 juta USA dan impor sebesar 1.35 juta USA. Pada periode 2000an ekspor cenderung meningkat menjadi 9.84 juta USA sedang impor menurun menjadi 1.05 juta USA.

2.5.5. Kesejahteraan Petani

Menurut studi Booth 2002, selama periode 1980an sampai akhir 1990an sumbangan pendapatan petani dari sektor pertanian terhadap total pendapatan keluarga petani telah mengalami penurunan yang nyata antara 50-55. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah nilai tukar petani NTP. NTP adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani It dengan indeks harga yang dibayar petani Ib dalam persentase. Secara konseptual NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang produk pertanian yang dihasikan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumahtangga dan keperluan dalam produksi pertanian BPS, 2004. Dari nilai It,