Jalur Keynesian Pengaruh Kebijakan Fiskal

58 dimana: X = ekspor, M = impor. Konsumsi tergantung pada disposable income Y-T, investasi dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga dunia r, pengeluaran pemerintah dipengaruhi secara negatif oleh defisit pada neraca pembayarannya D, dan ekspor netto NX dipengaruhi oleh nilai tukar e. Sehingga persamaan 3.1 dapat ditulis seperti pada persamaan 3.4 sebagai persamaan pasar barang atau fungsi IS. Y = CY-T + Ir + GD + NXe 3.4 b. Keseimbangan pasar uang: Permintaan uang riil dipengaruhi secara negatif oleh tingkat suku bunga, dalam hal ini telah disamakan dengan tingkat suku bunga dunia r, dan secara positif oleh pendapatan. Secara matematis dinyatakan: MP = Lr,Y 3.5 Keseimbangan pasar barang dan pasar uang menurut model Mundell-Fleming, dijelaskan melalui dua persamaan: Y = CY-T + Ir + GD + NXe 3.4 MP = Lr,Y 3.5 Variabel eksogen meliputi kebijakan fiskal [G] dan [T], kebijakan moneter M, tingkat harga P dan suku bunga r. Variabel endogen meliputi pendapatan Y dan nilai tukar e. Secara grafis, jalur Keynesian pengaruh kebijakan fiskal diuraikan pada bagian berikut:

3.1.1.1. Kebijakan Fiskal pada Perekonomian Tertutup Internal Balance

Dalam pandangan Keynesian, kebijakan fiskal diyakini paling efektif dalam 59 mengatasi pengangguran dan meningkatkan output. Keyakinan tersebut didasarkan pada besarnya efek multiplier kebijakan fiskal terhadap perubahan output dan sensitivitas permintaan uang terhadap perubahan suku bunga, dimana perubahan suku bunga akan menimbulkan perubahan yang besar pada permintaan uang untuk spekulasi. Hal ini merupakan implikasi dari posisi kurva LM yang cenderung landai. Dari sisi suplai, Keynesian juga mengasumsikan bahwa kurva AS adalah horizontal atau cenderung landai. Kurva AS Keynesian horizontal atau cenderung landai karena ekonomi berada pada kondisi unemployment tinggi, sehingga perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja sebanyak yang diperlukan dengan upah yang berlaku. Dengan kondisi demikian upah diasumsikan tidak berubah. Keynesian juga mengasumsikan informasi tidak sempurna 0p1, yang mengakibatkan pekerja tidak melakukan penyesuaian terhadap perubahan harga, sehingga model Keynesian dapat disebut juga sebagai imperfect foresight model. Secara grafis, keseimbangan makro melalui pendekatan Keynesian disajikan pada Gambar 1 Mankiw, 2003; Sukirno, 2005. Pada Gambar 1, kebijakan fiskal dilakukan pada keseimbangan awal A dengan tingkat employment pada N 1 . Pada kondisi tersebut unemployment sangat besar, sehingga pemerintah meningkatkan G government expenditure untuk meningkatkan employment. Hal ini menyebabkan kurva IS bergeser ke atas IS 1 ke IS 2 . Peningkatan G tersebut meningkatkan Y. Peningkatan Y pada tingkat harga tetap P 1 dan suku bunga r 1 akan meningkatkan permintaan uang, sehingga meningkatkan suku bunga sepanjang kurva LM 1 , menurunkan investasi dan terjadi crowding out effect. 60 LM 2 N 2 N 1 N Y r 1 r 2 r 3 IS 2 IS 1 LM 1 Y 1 Y 3 Y 2 P AS AD 1 AD 2 P 1 P 2 Y 1 Y 3 Y 2 Y=YN Y 3 Y 1 A B N 2 N 1 A B A B B A W w 1 w 2 W 1 D =P 1 .f P 1 e .gN P 2 e .gN W 2 D =P 2 .f r N Y Y Sumber: Mankiw 2003; Sukirno 2005 Gambar 1. Keseimbangan Makro dalam Pendekatan Keynesian 61 Pada sisi permintaan, dampak lebih lanjut adalah peningkatan output, agregate demand AD meningkat AD 1 ke AD 2 . Memperketat pasar uang, meningkatkan r dan menurunkan investasi. Pada sisi penawaran, peningkatan harga direspons oleh pengusaha dengan meningkatkan permintaan tenaga kerja, sehingga kurva permintaan tenaga kerja bergeser ke atas. Karena asumsi imperfect informations 0p1, maka pada saat yang sama, peningkatan permintaan tenaga kerja karena meningkatnya P direspon oleh buruh dengan menaikkan upah ke W 2 dan menggeser kurva penawaran tenaga kerja ke kiri, yaitu ke P e 2 .gN, tetapi pergeseran kurva penawaran lebih kecil dari pergeseran kurva permintaan tenaga kerja. Keseimbangan pasar tenaga kerja meningkat dari N 1 ke N 2 . Peningkatan P terus berlangsung sampai ekses demand dapat dihilangkan, yaitu pada P 2 Y 3 . Employment meningkat ke N 2 dan upah meningkat ke W 2 . Upah riil menurun, tetapi jika elastisitas permintaan tenaga kerja pada keseimbangan baru lebih besar dari pada elastisitas pada keseimbangan awal, maka upah riil akan meningkat. Keseimbangan baru B, output akhir adalah Y 3 yang lebih besar dari keseimbangan awal terjadi growth. Dampak akhir adalah peningkatan suku bunga r, penurunan investasi I, peningkatan upah nominal W.

3.1.1.2. Kebijakan Fiskal pada Perekonomian Terbuka External Balance

Persoalan ekonomi mendasar dari hampir seluruh negara berkembang adalah masalah current account deficit external imbalance, tingginya tingkat pengangguran dan inflasi internal imbalance. Untuk mengatasi masalah unemployment diperlukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun kebijakan ekspansi untuk meningkatkan pertumbuhan seringkali menyebabkan 62 demand tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapasitas supply. Hal ini berdampak pada masalah external balance, yaitu: 1 meningkatnya impor sementara ekspor turun, sehingga memperlebar external imbalance, dan 2 excess demand menyebabkan inflasi meningkat berpengaruh pada memburuknya keunggulan kompetitif negara di lingkup internasional, dengan demikian semakin memperburuk external imbalance. Sehingga, tujuan meningkatkan employment justru seringkali berdampak pada memburuknya current account pada balance of payment BOP. Konflik antara external dan internal balance mengharuskan ada instrumen kebijakan efektif sesuai dengan apa yang dijadikan target. Instrumen kebijakan akan cocok untuk satu kebijakan tertentu tetapi bisa jadi memiliki dampak yang kurang menguntungkan bagi lainnya, sehingga tidak seluruh instrumen cocok untuk setiap target. Dengan demikian instrumen apa yang akan digunakan untuk tujuan tertentu adalah instrumen yang akan memberikan efektivitas maksimum. Secara historis negara-negara berkembang sangat menggantungkan kebijakan ekspansi fiskal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Model Mundell-Fleming dengan model standard IS-LM melalui pendekatan Keynesians dapat menjelaskan keadaan historis tersebut. Asumsi dalam model Mundell-Fleming MF pengembangan bagian 3.1.1 pada persamaan [3.4] dan [3.5] dengan memasukkan Balance of PaymentBOP adalah: 1 upah nominal dan harga fixed, 2 permintaan agregat berhubungan positif terhadap pengeluaran pemerintah G, output luar negeri Y f , dan nilai tukar e berhubungan negatif dengan tingkat suku bunga domestik r d , 3 permintaan uang merupakan fungsi negatif dari tingkat suku bunga dunia r dan fungsi positif terhadap tingkat pendapatan domestik, 4 supply uang secara negatif 63 dipengaruhi oleh deviasi antara nilai tukar e dan target nilai tukar tertentu e, dan 5 nilai perdagangan ditentukan oleh tingkat output domestik Y d dan tingkat output luar negeri Y f , serta 6 capital account ditentukan oleh perbedaan tingkat suku bunga domestik dan luar negeri Husain and Chowdhury, 2001. Derajad mobilitas kapital yang ditentukan melalui sensitivitas perbedaan suku bunga r dan r mempunyai peranan penting dalam model Mundell- Fleming MF, sebagai berikut: Y = CY -T + Ir + GD + NXe 3.6 MP = fr ,Y 3.7 BOP = f Y f , Y, ER, r,r 3.8 Persamaan 3.8 menunjukkan kurva BOP atau BOP=0 untuk berbagai kombinasi pendapatan domestik Y dan tingkat suku bunga domestik r. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah G, nilai tukar e dan pendapatan dari luar negeri Y f merupakan variabel shifter positif. Slope BOP menunjukkan derajad mobilitas kapital. Jika kurva BOP vertikal artinya tidak ada mobilitas kapital. Sebaliknya pada waktu mobilitas kapital sempurna, slope cenderung tak hinggahorisontal. Kurva BOP horizontal berimplikasi bahwa ada sedikit perbedaan antara tingkat suku bunga domestik dan asing yang akan mendorong adanya aliran kapital. Efektivitas kebijakan fiskal dalam perekonomian terbuka pada model MF tergantung dari derajad mobilitas kapital dan kondisi exchange rate. Untuk negara- negara di Asia Timur termasuk Indonesia, meskipun dalam kondisi perekonomian terbuka, tidak banyak menarik investasi asing, berarti slope BOP sangat curam atau mendekati vertikal, yang menunjukkan terbatasnya mobilitas kapital. Demikian pula halnya dengan tingkat suku bunga tidak menunjukkan peran berarti pada 64 permintaan uang di hampir semua negara-negara sedang berkembang. Hal ini berimplikasi kurva LM relatif curam. a. Kebijakan Fiskal pada Kondisi Kurs Tetap dan Mobilitas Kapital Terbatas Dengan beberapa pertimbangan di atas, model MF pada kasus Indonesia ER dianggap fixed atau terkendali, mobilitas kapital terbatas dan kurva LM dipertimbangkan memiliki slope yang lebih curam atau lebih landai relatif terhadap kurva BOP. Kebijakan ekspansi fiskal menggeser kurva IS ke IS 1 Romer, 2001; Sukirno, 2005. Pada kondisi kurva BOP lebih curam dari kurva LM Gambar 2.a keseimbangan internal yang baru menyebabkan BOP defisit. Ketika Bank Sentral melakukan intervensi pada pasar uang, kurva LM bergeser ke kiri mengurangi efektifitas kebijakan ekspansi fiskal. Pada kondisi kurva BOP lebih landai dari kurva LM Gambar 2.b, keseimbangan internal baru titik E 1 menghasilkan BOP surplus, sehingga respons money supply meningkat. Kurva LM bergeser ke kanan dan jika capital inflow tidak disterilisasi, maka akan memperbesar efektifitas kebijakan ekspansi fiskal. Sehingga pada sistem fixed exchange rate, efektifitas kebijakan fiskal diperbesar dengan meningkatnya mobilitas kapital. b. Kebijakan Fiskal pada Kurs Flexibel dan Mobilitas Kapital Terbatas Pada Gambar 3, menunjukkan kondisi dimana negara menganut sistem flexibel ER Romer, 2001; Sukirno, 2005. Pada kasus kurva BOP lebih curam dari kurva LM Gambar 3.a, kebijakan ekspansi fiskal akan menyebabkan BOP defisit 65 dan nilai tukar riil terdepresiasi. Dampaknya, daya saing meningkat dan ekspor meningkat sehingga kurva IS maupun kurva BOP akan bergeser ke kanan. Titik Y d2 IS IS 1 LM LM 1 BOP=0 r d0 r d1 r d2 r d Y d1 Y d0 E 2 E 1 E Y d E 2 r d Y d1 Y d0 IS 1 IS BOP =0 LM 1 LM E 1 E Y d2 r d1 r d2 Y d a b r d0 Sumber: Romer 2001, Sukirno 2005 Gambar 2. Efektifitas Kebijakan Fiskal pada Kurs Tetap dan Modal Terbatas. 66 r d2 Y d BOP 1 =0 BOP =0 E 2 IS 2 IS 1 IS E 1 E r d0 r d1 Y d1 Y d2 IS 2 r d Y d2 Y d1 LM r d a Y d0 IS 1 BOP 1 =0 LM r d0 r d2 r d1 E 2 E 1 E Y d0 Y d IS BOP =0 b Sumber: Romer 2001, Sukirno 2005 Gambar 3. Efektifitas Kebijakan Fiskal pada Kurs Fleksibel dan Modal Terbatas 67 keseimbangan yang baru adalah E 2 dimana efektifitas kebijakan fiskal menjadi sangat besar. Kurva BOP lebih landai dari kurva LM Gambar 3.b kebijakan ekspansi fiskal menyebabkan surplus BOP. Surplus BOP mengakibatkan nilai tukar riil terapresiasi, daya saing menurun dan mengurangi ekspor. Keseimbangan akhir, baik kurva IS maupun BOP bergeser ke kiri, keseimbangan eksternal dan internal di E 2 . Pada ER flexibel semakin tinggi sensitivitas mobilitas kapital terhadap perubahan tingkat suku bunga, efektifitas kebijakan fiskal semakin berkurang.

3.1.2. Penerimaan Pemerintah

Sumber penerimaan pemerintah berasal dari: pajak, non pajak, dan hibah. Pajak meliputi pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, dan pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Jenis pajak pusat adalah pajak penghasilan PPh, pajak pertambanan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah PPN dan PPnBM, pajak bumi dan bangunan PBB serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB, bea meterai, cukai, pajakpungutan ekspor, dan bea masuk Hutahaean, et. al., 2002. Pajak penghasilan PPh dan pajak pertambahan nilai PPn mempunyai efektransmisi cepat terhadap perubahan perilaku menabung, investasi dan ekspansi usaha perusahaan James and Nobes, 1992. Dalam kasus Indonesia PPh dan PPn sensitif terhadap perubahan perilaku rumahtangga dan perusahaan. Dari sisi pajak, intervensi pemerintah untuk mempengaruhi kinerja sektoral akan efektif dengan instrumen PPh dan PPn. Analisis sistem pajak kombinasi; antara pajak pendapatan PPh dan pajak pertambahan nilai PPn, ditemukan dalam Atkinson and Stiglizt 1976, Mirrlees 68 1976, dan Revez 1986 dalam Myles 1997. Dalam model ini diasumsikan bahwa terdapat n barang yang disediakan oleh produsen sebagai barang 1 dan tingkat upah w. Seperti aturan normalisasi, pajak linear terhadap n barang, ditetapkan 0. Dengan aturan ini keterbatasan anggaran qx yang dihadapai seorang konsumen dengan kemampuan membayar pajak s dan tingkat pajak T berbentuk: 3.9 Untuk penyederhanaan derifasi, teknologi produksi ditetapkan linear sehingga kemungkinan produksi dibatasi oleh hubungan: 3.10 dimana, z G : pengenaan pajak pemerintah. Dengan teknologi linear memungkinkan untuk mengambil harga produsen dari setiap barang 2,...,n menjadi 1. Pajak optimal dapat diperoleh dengan memperlakukan Us sebagai variabel riil dan x i s, i =1,…, n-1 sebagai variabel kontrol, dengan x n S ditentukan dari identitas Us = Ux 1 s,...,x n s. Persyaratan orde pertama untuk self selection diturunkan dengan menggunakan fakta bahwa atau dalam notasi . Pendekatan orde pertama Hamiltonian untuk maksimisasi dapat ditulis dengan menggunakan 3.10 sebagai: 3.11 Untuk memilih x k s,k = 2,...,n-1, menggunakan fakta bahwa 3.12 Syarat perlu untuk optimalitas adalah: 3.13 s l U s U u − = − = 2 l l s 2 s x U u s − = x 1 1 n i i ∑ = ≤ n i G i ds s s swx ds s s x 2 0 1 γ γ 1 1 2 swx T swx q i x − = ∑∫ ∫ − z = ∞ ∞ s x H λ ⎢ ⎣ ⎢ ⎣ − + = U x s swx U x n i i 1 1 2 1 μ γ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎡ ∑ = n k x x k n U U − = ∂ x x ∂ n x 2 = = ⎥ ⎢ − − ⎥ ⎢ − − μ γ λ k U U U U s x U U n k n k n k x x x x x x x ,..., , 1 1 1 1 ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡