Infrastruktur Sektor Pertanian Pembangunan Sektor Pertanian 1. Kebijakan Sektor Pertanian

26 penyediaan air irigasi sehingga dapat menurunkan luas areal tanam padi, dan bila tidak diantisipasi secara serius akan mengganggu pemenuhan produksi beras nasional. Kerusakan jaringan irigasi mencapai 22.4 dari total jaringan dan 73.4 berada di Pulau Sumatera dan Jawa yang merupakan lumbung padi nasional. Pengaturan peran dan batasan wewenang pengelolaan sungai antara kabupaten, kota, propinsi, dan pusat masih belum jelas. Disamping itu juga belum tersedia database irigasi dan sungai per kabupatenkota Tim INDEF, 2005.

2.4.4. Inovasi Teknologi Sektor Pertanian

Studi Fuglie 2004 menyimpulkan, pada perode 1961 sampai 2000 petumbuhan produktivitas pertanian di Indonesdia sebagian besar disumbang oleh faktor input konvensional lahan, tenaga kerja, tenaga ternak, pupuk. Peran faktor input modern mesin, teknologi kimiawi lanjut, dan genetik sangat rendah. Situasi itu menunjukkan bahwa pengembangan inovasi teknologi sektor pertanian selama masa itu masih terbatas. Studi Fan, et.al. 1999 menemukan bahwa selama periode 1970an sampai 1980an karena revolusi hijau, umumnya semua negara mengadopsi jenis-jenis tanamanvarietas yang berproduksi tinggi. Di Indonesia, nampak sekali kemandegan dalam pengembangan penelitian pengembangan teknologi pertanian sebagaimana konsisten dilakukan negara-negara tetanganya di Asia. Hal itulah yang diperkirakan menjadi sebab terjadinya pelandaian pertumbuhan produktivitas komoditi pertanian untuk hampir semua varietas. Studi Simatupang, et. al. 2004 menyimpulkan, tatalaksana pengembangan teknologi inovasi pertanian yang tidak diperhatikan bahkan sistem deliverinya menjadikan pengembangan teknologi pertanian Indonesia sangat tertinggal. Dalam 27 pertanian, inovasi teknologi segera nampak pada penemuan-penemuan varietas baru yang mampu mengkompensasi pertumbuhan preferansi dan tingkat kebutuhan manusia dengan produktivitas yang semakin besar. Inovasi teknologi pertanian Indonesia terkesan dominan pada tanaman pangan. Terdapat waktu tenggang lag yang cukup lama antara 10-20 tahun bagi petani untuk mengadopsi varietas baru yang dihasilkan oleh lembaga penelitian pengembangan pertanian. Jika kondisi demikian terus berlanjut, maka sulit akan memajukan pertanian, sementara semakin deras masuk varietas-varietas baru dari negara tetangga misalnya Thailand.

2.4.5. Penelitian dan Pengembangan Sektor Pertanian

Sebagian besar produktivitas komoditi pertanian di Indonesia mengalami penurunan pada pertengahan dekade 1980an. Hal itu dapat dijelaskan karena kemandegan kemajuan teknologi dan degradasi lahan yang berlanjut. Kedua hal tersebut diperparah oleh kemandegan kemajuan kegiatan penelitian dan pengembangan pertanian yang mampu mengekspansi stagnasi teknologi dan degradasi lahan. Kemandegan produksi kreatif dari penelitian dan pengembangan RD merupakan faktor utama dalam penurunan produktivitas di Indonesia pada sepuluh tahun terakhir ini. Hal itu dimungkinkan oleh sistem RD secara kesisteman dan institusional masih didominasi oleh pemerintah Fuglie, 2004. Varietas yang mempunyai potensi hasil tinggi HYV didominasi oleh tanaman pangan. Riset pengambangan tanaman non pangan hampir 30 tahun terakhir ini kurang mendapat perhatian proporsional sehingga nampak produktivitas tanaman non makanan masih rendah. Pada sisi lain, riset pengembangan tanaman pangan telah mengalami kejenuhan teknologi. Sehingga, kondisi penelitian dan