Episode Perekonomian dan Mainstream Fiskal Indonesia
152 disterilisasi pengeluaran untuk Pertamina. Devaluasi besar-besaran terjadi pada
bulan November 1978 diikuti krisis perang teluk Irak-Iran tahun 1979. Belanja pemerintah dikonsentrasikan pada agenda orientasi nasional dengan banyak
memberikan fasilitas pengusaha pribumi. Episode VI 1980-87 merupakan periode ekonomi keprihatinan. Periode ini
merupakan tahap penyesuaian terhadap penurunan harga minyak yang tajam, berdampak kepada melambungnya utang luar negeri dan penurunan pertumbuhan
ekonomi yang dimulai tahun 1982. Pemerintah melakukan pemotongan pengeluaran, menangguhkan dan pembatalan sejumlah proyek besar, sehingga
campur tangan pemerintah dalam perekonomian sangat besar. Episode VII 1987-94 adalah periode ekonomi konglomerasi. Kebijakan
penghematan fiskal berkelanjutan dan manajemen nilai tukar yang efektif dalam reformasi makroekonomi telah menghasilkan pemulihan yang kuat sejak tahun
1987. Komersialisasi dan independensi sektor swasta mulai menguat, konglomerasi raksasa berkoneksi dengan pemerintahan.
Episode VIII 1994-2001 merupakan periode krisis moneter, menuju Ekonomi Kerakyatan. Periode ini adalah antiklimak dari prestasi perekonomian
yang ditopang konglomerasi dan kapasitasperan pemerintah yang kuat. Krisis moneter pada tahun 1997 triwulan 3 telah meruntuhkan konstruksi bangunan
perekonomian yang ditopang peran konglomerasi dan pemerintahan. Periode ini memunculkan kesadaran kuat untuk membangun ekonomi kerakyatan, setelah
kejatuhan pertumbuhan ekonomi mencapai negatif 13 di akhir periode ini. Episode IX 2001-9 merupakan periode mencari format baru. Periode ini
adalah masa transisi perubahan format mendasar dengan perubahan UUD 1945 dan
153 perundangan yang mengatur otonomi daerah. Konsekuensinya adalah perubahan
peran fiskal pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan ekonomi Permasalahan dominan selama orde baru sampai episode VIII adalah ego
sektoral, kemampuan komunikasi, dan infrastruktur instrumen kebijakan yang sering menghambat efektivitas fiskal Subiyantoro, dan Riphat ed, 2004. Sedang
dimasa krisis sampai episode IX Permasalahan yang mencolok adalah transisi menguatnya posisi tawar legislatif, dan kekurangsiapan daerah dalam implementasi
fiskal yang di desentralisasi Rasyid, 2002; Saragih, 2003. Ketidakpastian yang berpengaruh dalam penetapan anggaran belanja negara
APBN adalah: 1 harga minyak bumi di pasar internasional, 2 kuota produksi minyak mentah oleh OPEC, 3 pertumbuhan ekonomi, 4 inflasi, 5 suku bunga,
dan 6 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Departemen Keuangan, 2001.