Hubungan Kebijakan Fiskal dengan Kinerja Agroindustri

257 Tabel 42. Hubungan Jangka Panjang Kebijakan Fiskal dengan Kinerja Agroindustri Cointegrating Eq: DLOGNTI1 DLOGNTO1 DDSA1 DLOGPPH1 -0.05159 -0.79198 -0.46378 0.13046 0.28296 0.25356 [-0.39541] [-2.79892] [-1.82909] DLOGPPN1 -0.00252 0.376801 -0.87462 0.26924 0.58396 0.52329 [-0.00936] [ 0.64525] [-1.67138] DLOGEA1 0.128969 0.271555 0.238747 0.08628 0.18714 0.16770 [ 1.49473] [ 1.45108] [ 1.42368] DLOGSP_1 -0.02892 -0.02354 0.09147 0.05377 0.11662 0.10451 [-0.53791] [-0.20185] [ 0.87526] DLOGRDA1 0.446856 1.024785 -0.01286 0.10227 0.22183 0.19878 [ 4.36917] [ 4.61978] [-0.06467] DLOGIA1 -0.64544 -1.37601 -0.00255 0.12054 0.26144 0.23427 [-5.35465] [-5.26328] [-0.01088] DLOGDF1 0.146103 0.485768 -0.65288 0.05774 0.12524 0.11223 [ 2.53020] [ 3.87867] [-5.81738] DLOGI1 0.676184 1.412009 0.136127 0.09125 0.19792 0.17736 [ 7.41008] [ 7.13431] [ 0.76754] DLOGKONS1 0.423624 0.607332 0.067447 0.13813 0.29959 0.26847 [ 3.06685] [ 2.02719] [ 0.25123] C -0.0987 -0.13384 0.048632 Keterangan: Baris pertama nilai koefisien, kedua standard error, dan ketiga[ ] nilai t-statistik. =nyata pada tingkat signifikansi α:1, =nyata pada tingkat signifikansi α:5, dan =nyata pada tingkat signifikansi α:10. Nilai t-tabel: t α:1 = 2.167, t α:5 = 1.980, dan t α:10 = 1.658. Secara umum, dari persamaan 8.1 hingga 8.3 menunjukkan arah yang sesuai dengan teori dan logika ekonomi. Masing-masing karakteristik struktur hubungan 258 tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Pajak Penghasilan

Peningkatan penerimaan pemerintah dari pajak penghasilan PPh sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan nilai tambah output NTO sebesar 7.92, dan daya saing agroindustri DSA sebesar 4.64 satuan indeks. Disamping PPh dalam jangka panjang mendorong kinerja sektor pertanian, hal yang sama terjadi untuk kinerja agroindustri. Artinya pajak penghasilan cukup potensial untuk mendorong output primer pertanian lihat bagian 7.1 maupun industri pertanian sebagaimana hasil studi Pandiangan 2005; meskipun masih ditemukan hambatan tata laksana dalam industri pertanian oleh PPh, namun PPh berpotensi memberikan insentif pada pengembangan industri pertanian. Terhadap nilai tambah input NTI tidak berhubungan nyata.

2. Pajak Pertambahan Nilai

Peningkatan penerimaan pemerintah dari pajak pertambahan nilai PPn sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan daya saing agroindustri DSA cukup besar 8.75 satuan indeks. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan penerimaan dari PPn dapat mendorong daya saing produk industri pertanian di pasar dunia. Hal ini selaras dengan temuan studi Herjanto 2003 dan Joewono 2008 bahwa daya saing produk industri pertanian tradable sensitif terhadap shock pajak pertambahan nilai. Terhadap nilai tambah input NTI dan nilai tambah output NTO tidak berhubungan nyata.

3. Anggaran untuk Sektor Pertanian

Peningkatan anggaran untuk Sektor Pertanian EA tidak secara nyata berhubungan dengan nilai tambah input NTI, nilai tambah output NTO, dan 259 daya saing agroindustri DSA. Artinya, anggaran sektor pertanian dalam jangka panjang tidak secara langsung mendorong kinerja agroindustri. Fenomena ini diperkirakan menjadi penyebab langsung lambannya bahkan tidak tumbuhnya agroindustri di Indonesia, seperti hasil studi Arifin 2004 dan Joewono 2008 bahwa dari sisi ekonomi politik, belum ada arah yang jelas mengenai pengembangan agroindustri Indonesia dimasa mendatang.

4. Subsidi Pertanian

Peningkatan subsidi pertanian SP dalam jangka panjang tidak secara nyata berhubungan dengan nilai tambah input NTI, nilai tambah output NTO, dan daya saing agroindustri DSA. Intervensi belanja langsung pemerintah melalui anggaran sektor pertanian dan subsidi pertanian ternyata tidak bisa mendorong langsung pada kinerja agroindustri. Pada kenyataanya subsidi pertanian lebih banyak menyentuh produk primer pertanian sarana produksi dan harga produksi primer pertanian. Perlakuan pengembangan industri pertanian lebih banyak disamakan dengan industri secara keseluruhan Sastrosoenarto, 2006 sehingga relatif tidak tersentuh subsidi pertanian.

5. Anggaran Penelitian dan Pengambangan Pertanian

Peningkatan alokasi anggaran untuk penelitian dan pengambangan pertanian RDA sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan penurunan nilai tambah input NTI sebesar 4.47, dan nilai tambah output NTO sebesar 10.25. Terhadap daya saing agroindustri DSA tidak berhubungan nyata. Hal tersebut indikasinya adalah, penelitian pertanian dari sisi hulu untuk mendorong produk primer ralatif maju walau terjebak hanya pada tanaman pangan itupun sudah mengalami kejenuhan dan kemudian berkembang penelitian inklusif untuk 260 pengembagan produk industri besar pertanian yang tidak menyentuh pertanian rakyat. Pada sisi hilir kurang mengembangkan potensi produk industri pertanian Fuglie, 2004. Keadaan inilah yang mengakibatkan anggaran penelitian dan pengembangan pertanian relatif tidak mendorong kinerja agroindustri.

6. Anggaran untuk Infrastruktur Pertanian

Peningkatan alokasi anggaran untuk infrastruktur pertanian IA sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan peningkatan nilai tambah input NTI sebesar 6.45, dan nilai tambah output NTO sebesar 13.76. Hubungan ini mengindikasikan betapa pentingnya perbaikan infrastruktur pertanian untuk dapat mendorong tidak saja produk primer pertanian, namun juga dibutuhkan untuk mengembangkan agroindustri di Indonesia. Namun studi Yudhoyono 2004 menemukan bahwa pembangunan infrastruktur tidak pro pertanian. Dalam infrastruktur sektor pertanian sendiri masih terkonsentrasi pada pertanian primer sebagaimana hasil studi Zhang and Fan, 2004 di India. Padahal menurut hasil studi Nauges and Tzouvelekas 2006 di Yunani menyimpulkan bahwa infrastruktur pertanian penting bagi pengembagan industri pertanian. Hal itu belum kondusif bagi agroindustri di Indonesia, misal pasar produk pertanian yang tidak memadai bahkan pasarterminal agroindustri masih merupakan hal yang asing. Terhadap daya saing agroindustri DSA tidak berhubungan nyata.

7. Desentralisasi Fiskal

Peningkatan alokasi anggaran desentralisasi fiskal DF sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan penurunan nilai tambah input NTI sebesar 1.46, dan nilai tambah output NTO sebesar 4.86. Namun meningkatkan daya saing agroindustri DSA sebesar 6.53 satuan indeks. Hal ini 261 bermakna bahwa desentralisasi fiskal berpotensi mendorong pengembangan industri pertanian terutama pada komoditi tradable khususnya perkebunan, dan perikanan. Hal ini selaras dengan hasil studi Sa’id dan Dewi 2006. Namun demikian masih disinsentif terhadap penciptaan nilai tambah input maupun output agroindustri. Hal ini diperkirakan bahwa pengembangan agroindustri di daerah-daerah selama ini tidak maksimal memanfaatkan bahan lokal dan belum mencapai fase industri lanjut, sebagaimana hasil studi Sa’id dan Febriyanti 2005.

8. Investasi

Variabel pembobot ekonomi makro memiliki karakter arah hubungan pengaruh sebagai berikut, peningkatan investasi I sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan penurunan nilai tambah input NTI sebesar 6.76, dan nilai tambah output NTO sebesar 14.12. Terhadap daya saing agroindustri DSA tidak berhubungan nyata. Sebagaimana diuraikan di depan, bahwa porsi investasi pertanian dari total investasi relatif kecil. Disamping itu investasi untuk agroindustri hanya dilakukan oleh pemodal basar bahkan perusahaan multinasional yang indikasinya bersifat inklusif. Sehingga tidak dapat mendorong industri pengolahan pertanian secara agregat. Hal tersebut selaras dengan studi Herjanto 2003, Astuti 2005, dan Joewono 2008 bahwa investasi tidak jelas polanya dalam peran dorongan industri pertanian di Indonesia.

9. Konsumsi

Paningkatan konsumsi KONS sebesar 10 dalam jangka panjang secara nyata berhubungan dengan penurunan nilai tambah input NTI sebesar 4.24, dan nilai tambah output NTO sebesar 6.07. Terhadap daya saing agroindustri DSA tidak berhubungan nyata. Artinya peningkatan konsumsi masyarakat yang 262 merupakan faktor penarik pertumbuhan di negara berkembang Alexadrates, 1995 tidak dapat menggairahkan kegiatan industri pengolahan pertanian di Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh semakin derasnya produk-produk impor olahan pertanian yang membanjiri pasar domestik Sawit, 2007 dan ini merupakan ancaman bagi keberlangsungan industri pengolahan domestik. 8.2. Respon Dinamik Kinerja Agroindustri atas Guncangan Kebijakan Fiskal Sebagaimana pada Bagian 7.2. respon dinamik karena adanya guncangan shock dari variabel kebijakan fiskal terhadap kinerja agroindustri juga dianalisis dengan respon impulse secara simultan berdasarkan metode dekomposisi Cholesky dengan penyesuaian derajad bebas Cholesky-degree of fredom adjusted. Guncangan shock sebesar satu standar deviasi dan lama periode analisis sampai triwulan ke 60 dengan memperhatikan, sampai pada periode tersebut telah mampu menggambarkan respon pergerakan yang telah mencapai fase konvergen secara konsisten. Pergerakanimpulse respon dari variabel kinerja agroindustri disajikan pada Gambar 48-56. Sedangkan numerik dari impulse respon disajikan pada Lampiran 9.

1. Respon atas perubahan Pajak Penghasilan

Awal guncangan pajak penghasilan PPh sebagaimana disajikan pada Gambar 48 dan Lampiran 9B.9.10, pada triwulan ke 2 terjadi penurunan nilai tambah input NTI berkisar 0.64 yang meningkat kembali pada triwulan 5 secara fluktuatif akhirnya menurun secara konsisten. Terjadi penurunan nilai tambah output NTO berkisar 0.16 dan kenaikan daya saing agroindustri DSA berkisar 1.39. 263 Dalam jangka panjang, guncangan PPh mengakibatkan penurunan nilai tambah input NTI berkisar 0.36 konvergen mulai triwulan ke 15. Menurunkan nilai tambah output berkisar 0.18 konvergen mulai triwulan ke 27, dan meningkatkan daya saing agroindustri DSA berkisar 1.28 konvergen mulai triwulan ke 30. Bagi output industri pertanian, PPh menunjukkan dorongan positif untuk daya saing, namun secara keseluruhan masih memberatkan kinerja agroindustri selaras dengan studi Gemmella, et.al., 2003 di Inggris. Hal senada juga terjadi pada sektor pertanian primer yang relatif disinsentif fenomena tersebut juga ditemukan dalam studi Irawan, 2005. .001 Keterangan : Skala absis adalah triwulan Gambar 48. Respon shocks pada Pajak Penghasilan terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA. -.008 -.006 -.004 -.002 .000 .002 .004 10 20 30 40 50 60 a. R espon T er h adap N T I -.004 -.003 -.002 -.001 .000 10 20 30 40 50 60 b . R espon Ter hada p N T O .000 .025 .005 .010 .015 .020 10 20 30 40 50 60 c. R es p on T er h adap D S A Response to Cholesky One S.D. Innovations of PPh 264

2. Respon atas perubahan Pajak Pertambahan Nilai

Pada awal guncangan pajak pertambahan nilai PPn sebagaimana disajikan pada Gambar 49 dan Lampiran 9B.9.11, pada triwulan ke 2 terjadi kenaikan nilai tambah input NTI berkisar 0.87 dan nilai tambah output NTO berkisar 0.27. Daya saing agroindustri DSA juga meningkat berkisar 0.15, namun kemudian menurun secara konsisten. .016 Keterangan : Skala absis adalah triwulan Gambar 49. Respon shocks pada Pajak Pertambahan Nilai terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA Dalam jangka panjang, guncangan pajak pertambahan nilai PPn mengakibatkan peningkatan nilai tambah input NTI berkisar 0.75 konvergen -.004 .000 .004 .008 .012 .016 10 20 30 40 50 60 a. R es pon T er hadap N TI -.004 .000 .004 .008 .012 10 20 30 40 50 60 b. R es pon Ter hada p N T O -.030 .005 -.025 -.020 -.015 -.010 -.005 .000 10 20 30 40 50 60 c. R es pon Ter hadap D S A Response to Cholesky One S.D. Innovations of PPn 265 mulai triwulan ke 28, nilai tambah output berkisar 0.62 konvergen mulai triwulan ke 26, dan penurunan daya saing agroindustri DSA berkisar 1.19 konvergen mulai triwulan ke 31. Sebagaimana arah respon pada sektor pertanian; PPn juga kondusif untuk mendorong kegiatan industri pertanian meskipun belum meningkatkan daya saing maupun produk primer pertanian. Hal ini selaras dengan hasil studi Gemmella, et.al. 2003 di Inggris dan studi Irawan 2005.

3. Respon atas Perubahan Anggaran Sektor Pertanian

Awal guncangan pada anggaran sektor pertanian sebagaimana disajikan pada Gambar 50 dan Lampiran 9B.9.12, pada triwulan ke 2 terjadi penurunan nilai .002 Keterangan: Skala absis adalah triwulan Gambar 50. Respon shocks pada Anggaran Sektor Pertanian terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA -.010 -.008 -.006 -.004 -.002 .000 .002 .004 10 20 30 40 50 60 a. Resp on Ter had ap NTI -.007 -.006 -.005 -.004 -.003 -.002 -.001 .000 .001 10 20 30 40 50 60 b. Respo n Ter h a dap NTO -.020 .000 -.016 -.012 -.008 -.004 10 20 30 40 50 60 c. R e spon Ter ha dap DSA Response to Cholesky One S.D. Innovations of EA 266 tambah input NTI berkisar 0.91, dan nilai tambah output NTO berkisar 0.63. Daya saing agroindustri DSA juga menurun berkisar 0.71. Dalam jangka panjang, guncangan pada anggaran pertanian menurunkan nilai tambah input NTI berkisar 0.32 konvergen mulai triwulan ke 27, nilai tambah output NTO berkisar 0.29 konvergen mulai triwulan ke 27, dan daya saing agroindustri DSA berkisar 0.91 konvergen mulai triwulan ke 30. Berarti, anggaran sektor pertanian selama ini masih terkonsentrasi pada sektor pertanian primer lihat respon kinerja sektor pertanian yang meningkat baik jangka pendek maupun jangka panjang pada Bagian 7.2 dan indikasinya kurang mendorong penciptaan nilai tambah produk pertanian. Hal itu selaras dengan studi Sastrosoenarto, 2006 bahwa dorongan penciptaan nilai tambah produk pertanian dari pemerintah masih sangat rendah.

4. Respon atas Perubahan Subsidi Pertanian

Pada saat guncangan subsidi pertanian sebagaimana disajikan pada Gambar 51 dan Lampiran 9B.9.13, pada triwulan ke 2 terjadi peningkatan nilai tambah input NTI berkisar 0.61 meskipun menurun pada triwulan ke 4 dan 11, selanjutnya meningkat konsisten. Nilai tambah output meningkat berkisar 0.16, namun mulai triwulan ke 3 dan seterusnya menurun konsisten. Daya saing agroindustri DSA menurun berkisar 2.31 pada awal guncangan dan seterusnya secara konsisten. Dalam jangka panjang guncangan subsidi pertanian hanya meningkatkan nilai tambah input NTI berkisar 0.26 konvergen mulai triwulan ke 28. Nilai tambah output NTO menurun berkisar 0.04 konvergen mulai triwulan ke 36 dan daya saing agroindustri DSA juga menurun berkisar 0.86 konvergen mulai 267 triwulan ke 32. Berarti, subsidi pertanian cepat menaikkan nilai tambah input, namun menurunkan NTO dan DSA. Pada uraian sebelumnya disamping indikasinya subsidi pertanian bias konsumen dan berdampak positif dalam jangka pendek dan hanya meningkatkan penyerapan tenaga kerja pertanian Bagian 7.2 sebagaimana juga hasil studi Ilham, 2006; dan data Murniningtyas, 2008 [Bagian 5.4.1] dalam jangka panjang juga disinsentif terhadap kegiatan produksi agroindustri sesuai peringatan Stiglitz, 2000 mengenai kehati-hatian dalam subsidi pertanian terhadap industri pertanian agar tidak kontra produktif karena sulitnya pemilahan antara agroindustri dengan industri lainnya. .004 Keterangan: Skala absis adalah triwulan Gambar 51. Respon shocks pada Subsidi Pertanian SP terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA -.002 .000 .002 .004 .006 .008 .010 10 20 30 40 50 60 a. Respon Terha dap NT I -.004 -.003 -.002 -.001 .000 .001 .002 .003 10 20 30 40 50 60 b. Re s po n Terhad ap NTO -.025 .010 -.020 -.015 -.010 -.005 .000 .005 10 20 30 40 50 60 c. Respo n Terhad ap DSA Response to Cholesky O ne S.D. Innovations of SP 268

5. Respon atas Perubahan Anggaran Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Awal guncangan anggaran penelitian dan pengembangan pertanian sebagaimana disajikan pada Gambar 52 dan Lampiran 9B.9.14, pada triwulan ke 2 terjadi penurunan nilai tambah input NTI berkisar 0.84 fluktuatif sampai triwulan ke 28. Periode selanjutnya terjadi peningkatan konsisten. .006 Keterangan: Skala absis adalah triwulan Gambar 52. Respon shocks pada Anggaran Penelitian dan Pengembangan Pertanian RDA terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA Hal itu juga terjadi pada nilai tambah output NTO yang menurun berkisar 0.56, kemudian fluktuatif sampai dengan triwulan ke 28 dan selanjutnya meningkat -.010 -.008 -.006 -.004 -.002 .000 .002 .004 .006 10 20 30 40 50 60 a. R espo n Terhad ap N T I -.006 -.004 -.002 .000 .002 .004 10 20 30 40 50 60 b. R espo n Ter h ada p N T O -.030 .010 -.025 -.020 -.015 -.010 -.005 .000 .005 10 20 30 40 50 60 c. R esp onT er ha dap DS A Response to Cholesky One S.D. Innovations of RDA 269 konsisten. Sedangkan daya saing agroindustri DSA mengalami penurunan berkisar 2.45 secara konsisten. Dalam jangka panjang, guncangan anggaran penelitian dan pengembangan pertanian mengakibatkan kenaikan pada nilai tambah input NTI berkisar 0.03 konvergen mulai triwulan ke 31, dan nilai tambah output NTO berkisar 0.04 konvergen mulai triwulan ke 33. Namun terjadi penurunan pada daya saing agroindustri DSA berkisar 0.49 konvergen mulai triwulan ke 29. Berarti, peningkatan anggaran untuk penelitian dan pengembangan pertanian dapat meningkatkan nilai tambah input maupun output agroindustri, namun masih belum mampu meningkatkan daya saingnya. Hal itu selaras dengan hasil studi Fan, et. al. 1999 dan Simatupang, et. al. 2004 bahwa dorongan penelitian dan pengembangan pertanian dibutuhkan untuk mendorong industri pertanian. 6. Respon atas Perubahan Anggaran Infrastruktur Pertanian Awal guncangan anggaran infrastruktur pertanian IA sebagaimana disajikan pada Gambar 53 dan Lampiran 9B.9.15, pada triwulan ke 2 terjadi peningkatan nilai tambah input NTI berkisar 0.43 dan nilai tambah output berkisar 0.21. Peningkatan keduanya fluktuatif sampai triwulan ke 9, selanjutnya terjadi kenaikkan konsisten. Sedangkan daya saing agroindustri menurun berkisar 0.79. Dalam jangka panjang, guncangan anggaran infrastruktur pertanian menyebabkan kenaikan pada nilai tambah input, nilai tambah output, masing- masing berkisar 0.51 dan 0.33, mencapai keseimbangan masing-masing mulai triwulan ke 31 dan 35. Daya saing agroindustri menurun berkisar 0.47 dan konvergen mulai triwulan ke 34. Berarti anggaran infrastruktur pertanian penting 270 dalam meningkatkan nilai tambah input dan nilai tambah output. Hal itu sesuai dengan hasil studi Koundouri, et.al. 2006 bahwa infrastruktur sebagai syarat keberhasilan dalam industri pertanian di Yunani. Meskipun dalam kasus Indonesia belum bisa mendorong daya saing agroindustri. Keterangan: Skala absis adalah triwulan Gambar 53. Respon shocks pada Anggaran Infrastruktur Pertanian terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA

7. Respon atas Perubahan Anggaran Desentralisasi Fiskal

Saat terjadi guncangan desentralisasi fiskal DF sebagaimana disajikan pada Gambar 54 dan Lampiran 9B.9.16, pada triwulan ke 2 nilai tambah input NTI menurun berkisar 1.26. Penurunan juga terjadi pada nilai tambah output -.004 .000 .004 .008 .012 .016 .016 10 20 30 40 50 60 a . Re spon Te rh ad ap NTI -.004 .000 .004 .008 .012 10 20 30 40 50 60 b. Resp on Ter h a d a p NTO -.04 .04 -.03 -.02 -.01 .00 .01 .02 .03 10 20 30 40 50 60 c. Re spo n Te rhad ap DSA Response to Cholesky One S.D. Innovations of IA 271 NTO berkisar 0.85. Daya saing agroindustri DSA menurun berkisar 2.05 namun pada triwulan ke 5 dan selanjutnya meningkat konsisten .002 Keterangan: Skala absis adalah triwulan Gambar 54. Respon shocks pada Desentralisasi Fiskal DF terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA Dalam jangka panjang, guncangan desentralisasi fiskal menurunkan nilai tambah input NTI berkisar 0.38 konvergen mulai triwulan ke 35 dan nilai tambah output berkisar 0.41 konvergen mulai triwulan ke 30. Daya saing agroindustri meningkat berkisar 1.17 konvergen lebih cepat mulai triwulan ke 21. Berarti, desentralisasi fiskal bisa mendorong daya saing agroindustri. Hal itu akan lebih kondusif jika daerah otonom mempunyai relasi dan kelincahan dalam -.015 -.010 -.005 .000 .005 10 20 30 40 50 60 a . Re spo n Ter ha dap N T I -.010 -.008 -.006 -.004 -.002 .000 10 20 30 40 50 60 b. Respon Te rh ad ap NTO -.04 .08 -.02 .00 .02 .04 .06 10 20 30 40 50 60 c. Respon Ter h adap D S A Response to Cholesky One S.D. Innovations of DF 272 perdagangan langsung ke luar negeri secara baik untuk mempromosikan produk pertanian dan agroindustri lokal Saragih, 2003. Namun pengembangan agroindustri di daerah senantiasa harus memperhatikan pemanfaatan sumberdaya lokal secara optimal.

8. Respon atas Perubahan Investasi

Awal guncangan investasi sebagaimana disajikan pada Gambar 55 dan Lampiran 9B.9.17, pada triwulan ke 2 terjadi penurunan nilai tambah input NTI .002 Keterangan: Skala absis adalah triwulan Gambar 55. Respon shocks pada Investasi I terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA -.020 -.016 -.012 -.008 -.004 .000 10 20 30 40 50 60 a. R es po n Te rh ad ap N T I -.012 -.010 -.008 -.006 -.004 -.002 .000 10 20 30 40 50 60 b. R es pon Te rhad ap N T O .00 .04 .01 .02 .03 10 20 30 40 50 60 c. R es po n Te rh ad ap D S A Response to Cholesky One S.D. Innovations of I 273 berkisar 1.67 dan konsisten dalam jangka panjang, juga menurunkan nilai tambah output berkisar 1.13. Daya saing agroindustri meningkat berkisar 0.47. Dalam jangka panjang, guncangan investasi menurunkan nilai tambah input berkisar 0.95 konvergen mulai triwulan ke 26, nilai tambah output juga menurun berkisar 0.47 konvergen mulai triwulan ke 25. Daya siang agroindustri meningkat berkisar 2.16 konvergen mulai triwulan ke 25. Berarti, guncangan investasi bersifat disinsentif terhadap NTI dan NTO meskipun demikian mampu mendorong daya saing agroindustri. Seperti diuraikan sebelumnya pada Bagian 7.2 juga dalam studi Herjanto, 2003 bahwa investasi disamping mendorong produk pertanian primer, juga dapat mendorong produk pertanian sekunder dan sekaligus mampu mempromosikan produk industri pertanian di pasar dunia.

9. Respon atas Perubahan Konsumsi

Pada awal guncangan konsumsi sebagaimana disajikan pada Gambar 56 dan Lampiran 9B.9.18, pada triwulan ke 2 nilai tambah input meningkat sebesar 0.12 kemudian menurun konsisten. Begitu pula daya saing agroindustri meningkat berkisar 3.01 selanjutnya menurun konsisten. Nilai tambah output menurun berkisar 0.20, mulai triwulan ke 15 meningkat konsisten. Dalam jangka panjang, guncangan konsumsi diikuti penurunan nilai tambah input berkisar 0.06 konvergen mulai triwulan ke 29. Daya saing agroindustri menurun berkisar 0.72 konvergen mulai triwulan 30. Nilai tambah output meningkat berkisar 0.02 konvergen mulai triwulan ke 30. Berarti perubahan konsumsi masih lebih banyak mendorong peningkatan produk pertanian primer, belum mampu meningkatkan produk lanjutan dan daya saing agroindustri. Hal ini konsisten dengan uraian pada bagian 7.1 bahwa peningkatan konsumsi mendorong 274 secara kuat pada peningkatan impor produk pertanian, dan sesuai dengan fenomena gempuran produk impor olahan pertanian yang dikemukakan oleh Sawit 2008. .004 Keterangan: Skala absis adalah triwulan Gambar 56. Respon shocks pada Konsumsi KONS terhadap Nilai Tambah Input NTI, Nilai Tambah Output NTO dan Daya Saing Agroindustri DSA Dari uraian di atas sebagaimana disajikan pada Tabel 43, respon kinerja agroindustri atas guncangan instrumen kebijakan fiskal mencapai keseimbangan rata-rata pada triwulan ke 28.9 atau 7 tahun, lebih cepat dibandingkan dengan kinerja sektor pertanian. Instrumen kebijakan fiskal yang cenderung meningkatkan kinerja agroindustri dalam jangka panjang adalah: pajak pertambahan nilai, anggaran penelitian dan pengembagan pertanian, dan anggaran infrastruktur pertanian. -.006 -.005 -.004 -.003 -.002 -.001 .000 .001 .002 .003 10 20 30 40 50 60 a . Re spon Terhad ap NTI -.008 -.006 -.004 -.002 .000 .002 10 20 30 40 50 60 b. Respon Terh adap NTO -.03 .04 -.02 -.01 .00 .01 .02 .03 10 20 30 40 50 60 c. Respon Te rhadap DSA Response to Cholesky One S.D. Innovations of KONS 275 Tabel 43. Respon Dinamik Kinerja Agroindustri atas Guncangan Kebijakan Fiskal Respon dari Kinerja Agroindustri Guncangan Perubahan Kebijakan Fiskal NTI NTO DSA Kecenderungan Respon Dinamik PPh: Jangka Pendek 0.64 0.16 1.39 Turun Jangka Panjang 0.36 0.18 1.29 Turun Konvergen 15 27 30 24 PPn: Jangka Pendek 0.87 0.27 0.15 Naik Jangka Panjang 0.75 0.62 1.19 Naik Konvergen 28 26 31 28.3 EA : Jangka Pendek 0.91 0.63 0.71 Turun Jangka Panjang 0.32 0.29 0.91 Turun Konvergen 27 27 30 28 SP : Jangka Pendek 0.61 0.16 2.31 Naik Jangka Panjang 0.26 0.04 0.86 Turun Konvergen 28 36 32 32 RDA: Jangka Pendek 0.84 0.56 2.45 Turun Jangka Panjang 0.03 0.04 0.49 Naik Konvergen 31 33 29 31 IA : Jangka Pendek 0.43 0.21 0.79 Naik Jangka Panjang 0.51 0.33 0.47 Naik Konvergen 31 35 34 33.3 DF : Jangka Pendek 1.26 0.85 2.05 Turun Jangka Panjang 0.38 0.41 1.17 Turun Konvergen 35 30 21 28.67 Variabel Makroekonomi I : Jangka Pendek 1.67 1.13 0.49 Turun Jangka Panjang 0.95 0.47 2.16 Turun Konvergen 26 25 25 25.3 KONS: Jangka Pendek 0.12 0.20 3.01 Naik Jangka Panjang 0.06 0.02 0.72 Turun Konvergen 29 30 30 29.7 Keterangan: Satuan konvergensi adalah triwulan. Angka dalam kurung negatif, menunjukkan respon menurun. Kecenderungan turun dan naik berdasarkan frekuensi respon turun atau naik yang paling banyak. Secara keseluruhan magnitude dari respon dinamik dalam satuan persen relatif kecil bermakna bahwa guncangan kebijakan fiskal sebagai bentuk intervensi fiskal direspon kecil, atau kurang kuat dalam mendorong kinerja agroindustri. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa kebijakan fiskal juga kurang efektif dalam mendorong kinerja agroindustri. 276

8.3. Instrumen Kebijakan Fiskal yang Efektif Mempengaruhi Kinerja Agroindustri

Tujuan penelitian ke tiga, mengetahui instrumen kebijakan fiskal yang efektif mempengaruhi kinerja agroindustri di analisis dengan mengetahui besar peran setiap guncangan shocks dalam menjelaskan variabilitas variabel kinerja agroindustri dengan menggunakan dekomposisi ragam kesalahan peramalan yang diorthogonalisasi orthogonalized forecast error variance decomposition atau FEVD. Hasil analisis disajikan pada Tabel 44, selengkapnya pada Lampiran 10. Variabilitas nilai tambah input agroindustri dalam jangka pendek triwulan 1 dijelaskan oleh guncangan sendiri 84.01 dan tidak dapat dijelaskan secara baik oleh guncangan kebijakan fiskal. Dalam jangka panjang triwulan ke 60 variabilitas nilai tambah input dijelaskan oleh guncangan sendiri sebesar 34.07 dan kebijakan fiskal, yang paling besar dari pajak pertambahan nilai sebesar 2.89, kemudian anggaran infrastruktur pertanian sebesar 1.52, dan desentralisasi fiskal sebesar 0.93. Guncangan kebijakan fiskal lainnya berkontribusi dalam menjelaskan variabilitas nilai tambah input relatif kecil berkisar 0.1-0.7. Guncangan investasi juga memberikan kontribusi cukup besar 4.59. Berarti, variabilitas nilai tambah input dijelaskan oleh guncangan kebijakan fiskal yang paling besar dari pajak pertambahan nilai, anggaran infrastruktur dan desentralisasi fiskal disamping itu juga dari investasi. Variabilitas nilai tambah output agroindustri dalam jangka pendek triwulan 1 dijelaskan oleh guncangan sendiri 7.24, nilai tambah input cukup besar 71.08 dan tidak dapat dijelaskan secara baik oleh guncangan kebijakan fiskal. Dalam jangka panjang triwulan ke 60 variabilitas nilai tambah output dijelaskan oleh guncangan sendiri sebesar 1.91 dan kebijakan fiskal, yang paling 277 besar dari pajak pertambahan nilai sebesar 3.93, kemudian desentralisasi fiskal sebesar 1.92, dan anggaran infrastruktur pertanian sebesar 1.47. Tabel 44. Peran Guncangan Kebijakan Fiskal terhadap Variabilitas Kinerja Agroindustri NTI Guncangan Periode S.E. NTI NTO DSA PPh PPn EA SP RDA IA DF I KON 1 0.1057 84.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5 0.1441 58.64 0.19 0.48 0.60 2.01 0.83 0.59 0.51 1.33 1.36 3.30 0.18 10 0.1769 49.92 0.59 0.81 0.66 2.11 0.71 0.51 0.50 1.42 1.14 3.47 0.14 20 0.2244 41.72 0.67 1.03 0.69 2.59 0.66 0.49 0.39 1.56 1.15 4.10 0.12 30 0.2618 38.19 0.65 1.11 0.69 2.74 0.64 0.46 0.30 1.58 1.04 4.30 0.09 40 0.2945 36.24 0.64 1.13 0.70 2.80 0.63 0.44 0.24 1.56 0.98 4.44 0.08 50 0.3239 34.97 0.64 1.14 0.71 2.85 0.62 0.43 0.20 1.54 0.95 4.53 0.07 60 0.3507 34.07 0.64 1.15 0.71 2.89 0.62 0.42 0.17 1.52 0.93 4.59 0.06 NTO Guncangan Periode S.E. NTI NTO DSA PPh PPn EA SP RDA IA DF I KON 1 0.0774 71.08 7.24 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5 0.1068 48.89 4.25 0.50 0.22 2.31 0.81 0.24 0.51 1.61 1.52 2.58 0.45 10 0.1300 43.21 3.45 0.68 0.27 2.75 0.86 0.29 0.62 1.67 1.62 2.38 0.40 20 0.1621 37.05 2.75 0.75 0.31 3.39 0.88 0.27 0.52 1.65 1.92 2.56 0.31 30 0.1870 34.40 2.37 0.59 0.32 3.65 0.91 0.21 0.41 1.63 1.90 2.53 0.24 40 0.2092 32.93 2.16 0.48 0.33 3.77 0.93 0.17 0.33 1.56 1.90 2.53 0.19 50 0.2292 31.94 2.02 0.40 0.33 3.86 0.94 0.15 0.28 1.51 1.91 2.53 0.16 60 0.2475 31.24 1.91 0.35 0.34 3.93 0.95 0.13 0.24 1.47 1.92 2.53 0.14 DSA Guncangan Periode S.E. NTI NTO DSA PPh PPn EA SP RDA IA DF I KON 1 0.2351

0.54 0.06

83.34 0.00

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5 0.3421 5.95

0.80 49.83

0.81 0.55

0.87 0.91 1.21 1.91 5.53 1.92 1.73 10 0.4142

8.49 1.08

44.57 1.13

1.16 0.81 0.93 1.10 1.93 4.70 3.28 1.31

20 0.5175 8.85

1.46 40.93

1.36 1.26

0.81 0.91 0.86 1.39 3.58 3.99 1.12 30 0.5985

9.12 1.56

39.60 1.48

1.35 0.86 0.89 0.72 1.11 3.07 4.26 0.99

40 0.6697 9.29

1.62 38.88

1.54 1.39

0.87 0.87 0.63 0.93 2.74 4.44 0.91 50 0.7340

9.42 1.66

38.39 1.59

1.41 0.88 0.86 0.57 0.82 2.53 4.57 0.85

60 0.7931 9.51

1.69 38.02

1.62 1.43

0.88 0.85 0.53 0.74 2.38 4.66 0.81

Keterangan: Periode = triwulan, S.E. = Standard Error, SP = Subsidi Pertanian, NTI = Nilai Tambah Input, RDA = Penelitian dan Pengembangan NTO = Nilai Tambah Output, Pertanian, DSA = Daya Saing Agroindustri, IA = Infrastruktur Pertanian, PPh = Pajak Penghasilan, DF = Desentralisasi Fiskal, PPn = Pajak Pertambahan Nilai, I = Investasi, dan EA = Anggaran Sektor Pertanian, KON = Konsumsi.