Pajak Dinamika Kebijakan Fiskal Indonesia
159
Penerimaan Pemerintah Pusat
100000 200000
300000 400000
500000 600000
Tahun
Pener i maan 360
442 644
1020 1832
2300 2968
3634 4378
7050 10406 13763 12815 15511 18724 20347 21324 24781 24088 29093 39566 42415 50645 56318 69402 80427 90298 113882 157412 198673 205335 300599 298528 340928 403105 493914
Pener i maan Lai n-l ai n 28
42 88
102 145
169 180
242 303
541 179
1550 397
1078 2819
1094 4173
3978 1084
353 20
830 3193
205 2984
7413 2668
1607 8501
6980 29371 34917 27570 30590 68098 131731
Pener i maan Paj ak Total 232
260 326
536 730
883 1152
1443 1766
2250 3207
3585 4248
4913 5475
8108 9803
10756 13477 17488 21834 26546 32122 41289 50875 56471 67493 81716 117651 145390 116346 185541 210954 254142 267784 287346 Pener i maan Mi nyak Gas
99 141
230 382
957 1248
1635 1949
2309 4260
7020 8628
8170 9520
10430 11145 7348
10047 9527
11252 17712 15039 15330 14824 15543 16543 20137 30559 41254 56303 59618 80141 60004 56196 67223 1970
1971 1972
1973 1974
1975 1976
1977 1978
1979 1980
1981 1982
1983 1984
1985 1986
1987 1988
1989 1990
1991 1992
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
74837 2005
Krisis Moneter
Gambar 10. Komposisi Penerimaan Pemerintah Pusat Sumber: IMF Juli, 2007, BPS 1970-2006, diolah
160
Peningkatan berlanjut sampai periode 1986-90 1.95, periode 1991-95 menjadi 4.52. Periode berikutnya kembali meningkat terutama pada tahun 2000-5
27.03 setelah dilakukan revitalisasi perpajakan pada tahun 2000. Kenaikan penerimaan PPh yang konsisten juga terhadap total penerimaan meskipun lajunya
sedikit menurun pada periode 1996-2000. Terhadap penerimaan total pajak juga meningkat meskipun terjadi penurunan laju peningkatan pada periode 1986-90.
Periode selanjutnya sampai 2000-5 terjadi peningkatan tajam masing-masing 33.60 terhadap total penerimaan dan sebesar 51.10 terhadap total pajak. Ini
artinya, reformasi perpajakan pada tahun 1980an dan revitalisasi pajak tahun 2000 telah mampu meningkatkan penerimaan pajak PPh.
Persentase PPh Terhadap PDB, Penerimaan Total, dan Pajak Total
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00
Tahun
Pe rs
e n
Terhadap Penerimaan Total 11.52
12.21 11.33
16.57 25.40
26.81 33.60
Terhadap Pajak Total 25.34
33.75 35.98
31.37 37.09
39.19 51.10
Terhadap PDB 0.18
0.50 1.03
1.95 4.52
10.68 27.03
1970-1975 1976-1980 1981-1985 1986-1990 1991-1995 1996-2000 2001-2005
Sumber: IMF Juli 2007, PPh dari BPS 1970-2006 Lampiran 1, diolah Gambar 11. Pangsa PPh terhadap PDB, Total Penerimaan, dan Total Pajak
Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa reformasi perpajakan pada tahun
1980an dan revitalisasi pajak tahun 2000 juga mampu meningkatkan penerimaan pajak PPn. Persentase penerimaan PPn terhadap PDB, total penerimaan dan total
pajak pada periode 1986-90 meningkat lebih besar dibandingkan periode
161
sebelumnya, masing-masing 1.56, 25.67, dan 13.39. Peningkatan itu konsisten sampai periode 2000-5 meskipun sedikit menurun lajunya pada periode
1996-2000 baik terhadap penerimaan maupun pajak total.
Persentase PPn Terhadap PDB, Penerimaan Total, dan Pajak Total
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
Tahun Pers
en
Terhadap Penerimaan Total 5.19
4.45 4.65
13.39 18.37
17.36 21.06
Terhadap Pajak Total 11.03
12.07 14.21
25.67 26.84
25.20 31.86
Terhadap PDB 0.07
0.17 0.44
1.56 3.25
6.64 16.87
1970-1975 1976-1980 1981-1985 1986-1990 1991-1995 1996-2000 2001-2005
Sumber: IMF Juli, 2007, PPn dari BPS 1970-2006 Lampiran 1, diolah Gambar 12. Pangsa PPn terhadap PDB, Total Penerimaan, dan Total Pajak
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa reformasi perpajakan tahun 1980an dan revitalisasi perpajakan tahun 2000 telah meningkatkan penerimaan PPh
dan PPn secara berarti. Peningkatan yang tinggi terjadi selama 5 tahun setelah reformasi dan revitalisasi perpajakan dilakukan, utamanya terjadi pada PPn.
5.3.2. Utang Pemerintah
Utang pemerintah terdiri dari utang luar negeri dan dalam negeri. Menurut studi Hill 1996, utang Indonesia pada awal tahun 1970an bahkan saat terjadi oil
boom sudah cukup banyak. Studi Bafadal 2005 melaporkan, mencapai 2.38
162
milyar US. Akumulasi utang luar negeri semakin besar setelah terjadi penurunan harga minyak pada awal periode 1980an baik jumlah utang maupun proporsinya
terhadap PDB, bahkan berlipat 2 antara tahun 1980 sampai tahun 1986 dan masa krisis moneter tahun 2000 dengan rata-rata utang per tahun mencapai 5 milyar
US. Hasil studi tersebut terlihat juga pada Gambar 13, dimana periode 1981-85 adalah masa kenaikan porsi utang luar negeri yang pesat terhadap PDB 36.94
dan terhadap total penerimaan 394.68. Jumlah utang luar negeri sempat mengalami penurunan terhadap total penerimaan pada periode 1986-91 disebabkan
oleh kenaikan ekspor yang signifikan pada periode tersebut Hill, 1996.
Persentase Utang Terhadap PDB dan Penerimaan Total
0.00 200.00
400.00 600.00
800.00 1000.00
1200.00 1400.00
Tahun
Pe rs
e n
Terhadap Penerimaan Total 9.39
60.34 394.68
889.75 721.24
1208.29 1285.99
Terhadap PDB 0.09
4.10 36.94
102.10 126.51
553.94 982.57
1970-1975 1976-1980 1981-1985 1986-1990 1991-1995 1996-2000 2001-2005
Sumber: IMF Juli, 2007, utang dari BPS 1970-2006 Lampiran 1, diolah Gambar 13. Pangsa Utang terhadap PDB, dan Total Penerimaan
Kenaikan porsi utang yang cukup tajam terjadi lagi mulai periode 1996- 2000 553.94 terhadap PDB dan 1 223.89 terhadap total penerimaan dan
konsisten sampai periode 2001-2005 982.57 terhadap PDB dan 1 285.99 terhadap total penerimaan. Dua periode ini merupakan gambaran keterpurukan
163
perekonomian makro yang berakhir dengan krisis moneter dan multi dimensi yang dimulai tahun 1997. Porsi utang luar negeri sedikit menurun lajunya terhadap total
penerimaan setelah pemerintah melakukan percepatan pelunasan sebagian besar utangnya yang dilakukan pada tahun 2004. Menurut Boediono 2005, pada rasio
utang terhadap PDB di atas 60 stimulus fiskal secara langsung bagi perekonomian sangat berat dilakukan.
Pendalaman komposisi utang disajikan pada Tabel 16. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pertumbuhan utang domestik selama tahun 1970-2005 rata-rata
305.94, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan utang luar negeri sebesar 22.57. Kenaikan tertinggi utang domestik terjadi pada saat krisis 1996-2000 sebesar 1
903.62. Pada saat itu pemerintah menerbitkan surat utang negara SUN yang petama kali tahun 1999 sebagai awal pertama pemerintah menempuh utang
domestik untuk pembangunan. Begitu pula pertumbuhan tertinggi utang luar negeri terjadi pada periode yang sama sebesar 46.96. Artinya, krisis moneter telah
mengakibatkan peningkatan utang pemerintah yang luar biasa baik domestik maupun luar negeri.
Tabel 16. Rata-rata Pertumbuhan Utang Domestik dan Luar Negeri
Tahun Pertumbuhan Utang
Domestik Pertumbuhan Utang Luar
Negeri 1970-1975 0.52
21.90 1976-1980 31.37
21.94 1981-1985 159.03
41.57 1986-1990 29.23
12.27 1991-1995 17.12
7.89 1996-2000 1903.62
46.96 2001-2005 0.72
5.46 Sumber: BPS 1970-2006, Departemen Keuangan 2001, diolah
164
Penggunaan utang pemerintah untuk pembiayaan pembangunan utang produktif dan untuk pembiayaan rutin utang tidak produktif Wardana, 2004.
Dari Tabel 17 diketahui bahwa pada awal orde baru sampai tahun 1980 porsi pengeluaran pemerintah baik total, pembangunan, rutin dan untuk sektor pertanian
relatif besar dibandingkan dengan total utang. Ini artinya posisi utang masih sangat kecil dibandingkan dengan jenis pembiayaan tersebut. Periode berikutnya mulai
tahun 1981 sampai 2005 porsi semua pengeluaran tersebut semakin kecil, artinya jika dibandingkan dengan jumlah utang yang semakin besar pangsa untuk
pengeluaran total, pembangunan, rutin dan sektor pertanian malah menurun. Pangsa pengeluaran pembangunan dari total utang selama periode analisis rata-rata
lebih kecil 1 396.74 dibandingkan dengan pengeluaran rutin 1 439.52. Maknanya adalah utang pemerintah selama ini indikasinya masuk kepada utang
tidak produktif.
Tabel 17. Porsi Pengeluaran Total, Pengeluaran Pembangunan, Pengeluaran Rutin, dan Pengeluaran Sektor Pertanian terhadap Utang
Tahun Pengeluaran
Total Pengeluaran
Pembangunan Pengeluaran
Rutin Pengeluaran Sektor
Pertanian
1970-1975 4 108.89
2 122.84 2 589.32
348.98 1976-1980
13 118.47 7 618.11
7 450.69 1 305.90
1981-1985 27.80 15.05 9.46
2.63 1986-1990 12.63
5.13 5.19
0.83 1991-1995 13.04
6.53 8.05
0.61 1996-2000 11.51
4.25 11.22 0.52
2001-2005 10.06 5.27
2.73 0.17
Sumber: BPS 1970-2006, Departemen Keuangan 2001, diolah
Jika dilihat pangsa pengeluaran untuk sektor pertanian yang semakin menurun konsisten, berarti semakin besar utang pemerintah indikasinya justru
alokasi untuk belanja pertanian menurun atau dikatakan utang cenderung bukan
165
untuk sektor pertanian. Hal itu diperkuat dengan data alokasi pinjaman Bank Dunia per sektor sebagaimana disajikan pada Tabel 18, untuk pertanian selalu menurun
sejak periode 1969-98 dari 34.8 manjadi 9.5 jika dibandingkan dengan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, kependudukan, gizi, dan terutama perkotaan.
Tabel 18. Alokasi Pinjaman Bank Dunia per Sektor
Sektor US juta
1969-98 1969-98
1969-79 1980-90
1990-98
Infrastruktur listrik, migas, telkom, transportasi 10,196
40.2 36.9
34.3 46.9
Pertanian 4,880