282 positif sehingga beberapa orang kyai yang memiliki basis pesantren
menggabungkan diri dengan NU Cabang Tasikmalaya, antara lain K. H. O. Qolyubi dari Pesantren Cibeureum, K. H. Sobandi dari Pesantren Cilenga, K. H.
Dahlan dari Pesantren Cisarulang, K. H. Yahya dari Pesantren Madiapada, K. H. Samsoedin dari Pesantren Gegernoong, Kyai Ruhiat dari Pesantren Cipasung dan
K. H. Zaenal Mustofa dari Pesantren Sukamanah.
459
Meskipun secara resmi sebagai organisasi sosial keagamaan, namun eksistensi Nahdlatul Ulama semapat juga mewarnai panggung politik nasional.
Sejak tahun 1950, Nahdlatul Ulama menyatakan diri sebagai partai politik setelah keluar dari Masjumi. Ketika Pemerintah Orde Baru melakukan perampingan
partai politik, Nahdlatul Ulama menjadi bagian terpenting bagi Partai Persatuan Pembangunan PPP. Namun demikian, aktivitas Nahdlatul Ulama di pentas
politik lebih banyak mendatangkan kekecewaan bagi kaum nahdliyin sehingga pada tahun 1983 Nahdlatul Ulama memutuskan untuk melakukan khittah yakni
mengembalikan organisasi pada tujuan awalnya. Sejak saat itu, Nahdlatul Ulama kembali menjadi organisasi sosial keagamaan meskipun secara individu cukup
banyak kalangan politisi yang berasal dari Nahdlatul Ulama.
7. Persatuan Islam
Persatuan Islam
460
berdiri pada 12 September 1923 di Bandung oleh Ustadz Zamzam dan A. Hasan. Pembentukan Persis dimulai oleh suatu kegiatan
penelaahan yang bertujuan menelaah, mengkaji, dan menguji ajaran-ajaran yang
283 diterimanya. Hal ini dilakukan karena pada saat itu kaum muslimin di Indonesia
tenggelam dalam taqlid, jumud, tarekat, khurafat, tahayul, bid’ah, dan syirik yang diperkuat oleh cengkeraman kuku penjajahan Belanda. Praktik-praktik keagamaan
tersebut diperparah dengan tidak dimasukkannya pelajaran agama Islam ke dalam kurikulum sekolah sehingga terjadi ketimpangan sikap dan pemikiran.
461
Titik berat perjuangan Persis adalah menyebarluaskan praktik-praktik keagamaan sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah kepada masyarakat bukan
berupaya membesarkan organisasi melalui pembentukan cabang sebanyak- banyaknya. Pembentukan cabang sama sekali tidak bergantung pada rencana
pimpinan pusat, melainkan bergantung pada inisiatif peminat. Oleh karena itu, pertumbuhan cabang-cabang Persis di daerah tidak sepesat organisasi sosial
keagamaan lainnya. Sampai tahun 1942, cabang Persis di Jawa Barat hanya terdapat di daerah Jakarta, Tanah Abang, Mr. Cornelis, Cirebon, Bogor, Cianjur,
Cimenteng, Leles, Majalaya, Banjaran, dan Bandung.
462
Pada 3 Agustus 1938, Moh. Natsir mengajukan permohonan status badan hukum bagi Persis kepada Pemerintah Hindia Belanda. Permohonan tersebut baru
dikabulkan pada 24 Agustus 1939.
463
Dengan adanya pengakuan hukum tersebut eksistensi dan aktivitas Persis dapat dilakukan lebih leluasa sehingga berbagai
acara depat yang digelar oleh Persis baik dengan kalangan Islam tradisional mapun dengan kalangan nasionalis-sekuler, dapat diselenggarakan dengan lancar
tanpa ada kekhawatiran sebagai acara yang bertentangan dengan hukum.
464
284 Untuk memberdayakan kaum perempuan, Persis membentuk Persatuan
Islam Istri Persistri
465
yang proses pembentukannya ditetapkan dalam Konferensi Persis Ke-3 di Bandung yang diselenggarakan dari tanggal 24-25
Desember 1936.
466
Di setiap cabang, organisiasi perempuan ini juga dibentuk sebagai bagian integral dari Persis. Untuk mengoptimalkan potensi pemuda, pada
22 Maret 1936 didirikan Pemuda Persis di Bandung dengan tujuan ”oentoek meninggikan dan memadjoekan pemoeda dalam beberapa hal, jang diperintahkan
dan dibenarkan oleh Islam, dan choesoesnja, oentoek bergerak dalam kalangan Persatoean Islam”. Sampai tahun 1938, cabang Pemuda Persis di Jawa Barat
hanya terdapat di Bandung, Bogor, dan Betawi.
467
Pada masa Pemerintahan Militer Jepang 1942-1945 aktivitas Persis berhenti karena secara organisasi dibekukan oleh Jepang. Sampai akhir masa
Perang Kemerdekaan, Persis hanyalah sebuah papan nama tanpa ada kegiatan. Pada tahun 1948, Moh. Isa Anshary berhasil mengaktifkan kembali Persis. Berkat
usahanya, beberapa cabang Persis berhasil dihidupkan kembali dan bahkan mampu meendirikan cabang baru. Sampai tahun 1962, cabang-cabang Persis
berdiri dan tersebar luas di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian Barat, serta di luar Jawa: Palembang dan Bangil. Adapun jumlah anggota pada waktu itu
ditaksir sekitar 10.000.
4
Risalah, media resmi organisasi, melapaorkan bahwa cabang Persis telah berdiri di Bandung, Simpang, Ciawi, Cikalong, Tasikmalaya,
Soreang, Cisomang, Sumedang, Cicalengka, Buahbatu, Rajapolah, Palembang, Magung, Padalarang, Pinang, Purwakarta, Serang, Cianjur, Pameungpeuk,
285 Matraman Utara Jakarta dan Pamanukan
468
jumlah anggota sekitar 10.000 orang.
469
8. Ahmadiyah