37 Pangeran Santri banyak mengislamkan penduduk daerah Pasir Luhur, Galuh, dan
Sumedang.
50
Di antara pesantren tua di Cirebon, yang sampai sekarang masih berpengaruh adalah Pesantren Buntet di Cirebon. Pesantren ini didirikan oleh K.
H. Mukoyim, pada abad ke-17. Pada masa K. H. Abdullah Abbas, Pesantren Buntet banyak berperan di dalam melakukan kegiatan yang menentang kebijakan
pemerintah kolonial, bahkan K. H. Abdullah Abbas dan K .H. Anas pernah berperan aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan ikut
terlibat pada peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya.
51
Foto 1: Masjid Pesantren Buntet Cirebon
Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 30 Januari 2010.
2. Pesantren-Pesantren di Kabupaten Kuningan dan Majalengka
Di Cilimus, Kuningan terdapat Pesantren Ciwedus yang didirikan oleh K. H. Kalamudin, ulama asal Banten, pada awal abad ke-18.
52
Sepeninggal K. H. Kalamudin Pesantren Ciwedus dilanjutkan oleh menantunya yang bernama K. H.
38 Syueb. Setelah K. H. Syueb meninggal, digantikan oleh oleh K. H. Adroi.
53
Selanjutnya, setelah K. H. Adro’i wafat, Pesantren Ciwedus dipimpin oleh K. H. Shobari.
54
Menurut Obing Asy’ari pada masa kepemimpinan K. H. Shobari Pesantren Ciwedus banyak didatangi oleh para santri dari dalam dan luar Ciwedus
yang bermaksud belajar di pesantren tersebut. Pada masa kepemimpinan K. H. Shobari pula pesantren ini banyak mengalami kemajuan, bahkan dapat dikatakan
pada masa K. H. Shobari inilah pesantren Ciwedus pernah mengalami masa-masa keemasannnya hingga tahun 1916 ketika K. H. Shobari meninggal dunia.
55
Foto 2: Pesantren Ciwedus, Kuningan
Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 30 Januari 2010.
Sejak berdiri, Pesantren Ciwedus telah melahirkan ulama-ulama atau para kiyai yang kemudian banyak mendirikan pesantren baru di beberapa daerah
di Pulau Jawa, seperti di antaranya K. H. Habib Abdurohman di Semarang, Habib Jagasatru di Cirebon, K. H. Sanusi di Babakan Ciwaringin Cirebon, K. H. Syatibi
dan K. H. Hidayat di Cikijing-Majalengka, K. H. Zaenal Mustofa di daerah Kandang Sapi-Cianjur, K. H. Abdul Halim pendiri PUI di Majalengka, K. H.
39 Mutawali dan K. H. Mahfudz di Cilimus Kuningan, K. H. Sudjai di Gudang-
Tasikmalaya, K. H. Hambali di Ciamis, K. H. Syamsuri Baedowi di Tebuireng- Jawa Timur, K. H. Ilyas di daerah Cibeunteur Banjar dan lain-lain.
56
Pesantren tua yang juga terkenal di Kuningan adalah Pesantren Lengkong. Pesantren ini didirikan oleh Syekh Haji Muhammad Dako, utusan dari
Cirebon, pada sekitar akhir abad ke-18. Pesantren Lengkong terdapat di daerah Lengkong, Kecamatan Garawangi Kab. Kuningan. Setelah Syekh Haji
Muhammad Dako meninggal pesantren diteruskan oleh Kiyai Abdul Karim, Kiyai Fakih Tolab, Kiyai Lukmanul Hakim atau yang dikenal sebagai Kiyai Hasan
Maolani. Bila ditelusuri, dari keturunan dan murid-murid K.Hasan Maolani inilah banyak menurunkan para penghulu di Kuningan.
57
Sementara itu, salah satu pesantren tua di Majalengka yang sekarang masih terus berkembang adalah Pesantren Santi Asromo yang didirikan oleh K.
H. Abdul Halim pada bulan April tahun 1932. Kendati demikian jauh sebelum mendirikan Pesantren Santi Asromo, K. H. Abdul Halim sudah mendirikan
lembaga pendidikan yang dapat dipandang sebagai cikal bakal kelahiran dari Pesantren Santi Asromo. Lembaga pendidikan tersebut bernama Majlisul Ilmi
yang didirikan pada tahun 1911
58
sebagai lembaga yang menjadi tempat kegiatan pendidikan agama, yaitu berupa mushalasurau yang terbuat dari bambu.
Selanjutnya pada tahun 1912 ia juga mendirikan organisasi yang bernama Hayatul Qulub yang dengan melalui organisasi ini, selain ia banyak mengembangkan
gagasan pembaruan pendidikan, ia juga banyak melibatkan bergerak dalam
40 bidang sosial kemasyarakatan. Ia juga pada tahun 1916 mendirikan organisasi
yang bernama Jamiyah Ianah Muta’allimin sebagai usaha untuk terus mengembangkan pendidikan.
59
Seperti diketahui pendirian Pesantren Santi Asromo itu sendiri dilatarbelakangi dari gagasan briliannnya yang disampaikan melalui risalahnya
yang berjudul Afatul Ijtimaiyah wa Ilajuha dalam Kongres Persyarikatan Oelama IX pada tahun 1931. Dalam risalahnya itu ia mencetuskan gagasannya bahwa
anak didik di masa depan harus dapat hidup mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Atas dasar pertimbangan itu, setiap anak didik harus diberi bekal
keterampilan yang cukup, sesuai dengan kecenderungan dan bakat masing- masing.
60
Untuk meralisasikan gagasan tersebut pada kongres tersebut telah disepakati sekaligus memberikan dukungan dan kepercayaan sepenuhnya kepada
K. H. Abdul Halim untuk mengelola sebuah program pendidikan yang tempatnya dibangun secara terpisah dan khusus. Program pendidikan itu kemudian terkenal
dengan nama Santi Asromo
61
. Gagasan K. H. Abdul Halim ini kemudian disampaikan kembali dalam
Kongres Persyarikatan Oelama X tanggal 14-17 Juli 1932 di Majalengka dengan menjadi sebuah keputusan kongres.
62
Akhirnya Pengurus Besar Persyarikatan Oelama PB PO Majelis Perguruan memutuskan bahwa, sistem pondok
pesantren, selain mengajarkan pelajaran agama dan pengetahuan umum seperti sejarah dunia, bahasa Belanda, diberi juga pelajaran praktik bercocok tanam,
41 tukang kayu, kerajinan tangan dan lainnya untuk memenuhi pendidikan akliyah,
pendidikan ruhaniyah dan pendidikan amaliyah. Kemudian, program pendidikan Santi Asromo bertujuan agar kelak anak-anak dapat mencari rizki yang halal tidak
memiliki ketergantungan terhadap bantuan dari luar, bahkan secara berangsur- angsur dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan percaya pada diri sendiri.
Selanjutnya, para siswa wajib tinggal di asrama atau pondok selama 5 atau 10 tahun, dan diharuskan membawa bekal tiap-tiap bulan yang diserahkan kepada
pengurus, tidak dipungut uang sekolah, dan anak-anak harus belajar sendiri
63
Foto 3: Pesantren Santi Asromo Majalengka
Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 30 Januari 2010.
Program pendidikan Santi Asromo terus berkembang. Pendirian Santi Asromo banyak mendapat dukungan yang sangat besar dari masyarakat dan para
tokoh Persyarikatan Oelama PO. Mereka banyak memberi dukungan moril maupun materiil. Mata pelajaran agama yang diajarkan di Pesantren Santi Asromo
terdiri atas al-Quran, Qiraah, Khat, Imla, Ilmu Tauhid, Fiqih, Lugah, Ilmu Tajwid,
42 Muhaddasah, Insya, Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Tarikh dan Akhlak. Sedangkan
mata pelajaran umum yang diajarkan di Pesantren Santi Asromo meliputi menggambar, berhitung, membaca dan menulis hurup Jawa dan Latin, ilmu bumi,
bahasa Indonesia, serta ilmu tumbuh-tumbuhan. Adapun mata pelajaran keterampilan yang disajikan mencakup bercocok tanam, beternak, perikanan, dan
pekerjaan tangan seperti kerajinan kayu, bambu dan besi. Selain itu diajarkan pula keterampilan menenun dan menjahit pakaian serta belajar membuat minyak wangi
dan sabun.
64
Dengan berbagai kegiatan seperti itu, santri Pesantren Santi Asromo dikenal dengan sebutan Santri Lucu, yang maksudnya bahwa para santri tidak saja
pandai mengaji, menulis dan memiliki ilmu pengetahuan, akan tetapi mereka juga memeiliki keahlian skill dalam berbagai lapangan kerja. Dengan demikian kelak
di dalam menjalani kehidupan di msyarakat para santri diharapkan dapat hidup mandiri bahkan membantu orang lain.
65
Di samping mengembangkan bidang pendidikan agama, umum dan keterampilan, K. H. Abdul Halim juga memperluas usaha bidang dakwah. Dalam
bidang dakwah, ia selalu menjalin hubungan dengan beberapa organisasi Islam lainnnya di Indonesia, seperti dengan Muhammadiyah di Yogyakarta, Sarekat
Islam SI di Surabaya, dan Al-Ittihadiyatul Islamiyah di Sukabumi. Inti dakwahnya adalah mengukuhkan ukhwah Islamiyah dengan penuh cinta kasih,
sebagai usaha menampakkan syiar Islam. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya
43 adalah bahwa dakwah yang dilakukan K. H. Abdul Halim adalah mempersatukan
umat Islam guna mengusir kaum penjajah.
3. Pesantren-Pesantren di Kabupaten Cianjur