106 Ciawitali bersebelahan dengan Jln. Arudji Kartawinata, tidak jauh dari Terminal
Guntur, Garut.
223
K. H. Abdul Halim 1887-1962
Abdul Halim ibn Iskandar ibn Abdullah Qamar ibn Nursalim, dilahirkan 26 Juni 1887, di Sutawangi, Majalengka. Ia adalah anak bungsu K. H. Iskandar
dan Hj. Siti Mutmainah. Halim kecil diwarisi nama Otong Satori.
224
Ia diduga, masih memiliki garis keturunan dari kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin
melalui jalur ayahnya. Sedang dari jalur ibunya, masih keturunan Panembahan Sebranglor, Demak.
225
Pada usia 10 tahun, Otong Satori belajar al-Qur’an kepada seorang kiai di Cideres. Ia pun belajar membaca dan menulis huruf Latin dan bahasa Belanda
kepada paderi Kristen, Van Hoeven. Menginjak usia 11 tahun, ia berguru kepada beberapa orang kyai, antara lain K. H. Abdullah Lontang Jaya, K. H. Syujai
Bobos, dan K. H. Shobari pesantren Ciwedus. Selain itu, ia pun masantren ke Pesantren Kanayangan Pekalongan dan kembali ke Ciwedus.
226
Pada musim haji tahun 1908, ia berangkat ke Makkah. Setelah musim haji selesai ia tetap tinggal di Makkah sambil melanjutkan pelajaran agamanya
kepada syekh Ahmad Khatib dan syekh Ahmad Khayyat. Selain itu, ia pun belajar kepada Emir Syakib Arslan dan Syekh Tanthawi Jauhari.
227
Masa studinya di Timur Tengah bersamaan dengan Ahmad Sanusi, Mas Mansur, dan Wahab
107 Hasbullah serta beberapa kawannya dari Sumatera. Pada tahun 1911, ia pulang ke
Jatiwangi dan menikah dengan Siti Murbiyah. Tahun 1911, ia mendirikan Majlisul ‘Ilmi. Satu tahun kemudian, Majlisul
‘Ilmi diubah menjadi Hayatul Qulub. Tahun 1915, seluruh aktivitas Hayat al- Qulub secara resmi dinyatakan dilarang, dan pada tanggal 16 Mei 1916,
mendirikan Jamiiyyat I’anat al-Mutaallimin sebagai sekolah yang menerapkan sistem berkelas dengan lama pendidikan lima tahun.
228
Bulan Nopember 1916, atas petunjuk dan bantuan H.O.S. Tjokroaminoto, nama Jamiiyyat Ianat al-
Mutaallimin diubah menjadi Persjarikatan Oelama P.O serta mendapat rechtspersoon tahun 1917. Sekitar tahun 1924, Persjarikatan Oelama melebarkan
sayapnya di seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937, ke seluruh Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, Abdul Halim menjadi Anggota Cuo
Sangi In. Dewan ini kemudian diubah menjadi Dokoritsu Zyumbi Coosakai BPUPKI. Aktifitas lainnya, Abdul Halim masuk anggota KNIP dan pelopor
pendiri UII Yogyakarta. Tahun 1951, Abdul Halim terpilih menjadi anggota DPRD I Jawa Barat. Satu tahun kemudian, tepatnya 5 April 1952, ketika terjadi
fusi peleburan antara Perikatan Umat Islam PUI dengan Persatuan Ummat Islam Indonesia PUII di Bogor menjadi Persatuan Ummat Islam PUI, Abdul
Halim ditunjuk untuk menduduki jabatan Ketua Umum organisasi tersebut. Pada tahun 1956, ia terpilih menjadi anggota konstituante.
229
Foto 40: K. H. Abdul Halim Lukisan
108
Sumber: Ulama-Ulama Nusantara. Diakses dari http:sachrony.files.wordpress.com. Tanggal 12 Maret 2011.
Selain itu, Abdul Halim aktif menulis. Ia pemred dan penanggung jawab penerbitan majalah Soeara Persjarikatan Oelama SPO dan majalah As-Sjuro.
Selain menulis untuk majalah-majalah tersebut, Abdul Halim juga mengarang buku. Buku-buku yang berhasil disusunnya sebanyak 11 buah, yaitu: 1 Dawat
al-Amal; 2 Tarikh Islam; 3 Neraca Hidup; 4 Kitab Penunjuk Bagi Sekalian Manusia; 5 Risalat; 6 Ijtimaiyyat wa Ilajuha; 7 Kitab Tafsir Surat Tabarak; 8
Kitab 262 Hadis Indonesia; dan 9 Bab al-Rizq; 10 Tafsir Juz Amma; dan 11 Economie dan Cooperatie Dalam Islam.
230
Tahun-tahun selanjutnya ia lebih memilih tinggal di Santi Asromo yang didirikannya sejak tahun 1932. Abdul Halim wafat, tanggal 17 Mei 1962, dan
dimakamkan di sana. Untuk mengenang jasanya, pada tanggal 12 Agustus 1992,
109 Abdul Halim dianugerahi Bintang Maha Putra Utama dan tahun 2008 Presiden
Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional.
K. H. Ahmad Sanusi 1889-1950