224 Beberapa naskah yang memuat teks mengenai masalah pertanian tersebut
antara lain dikenal dengan judul-judul sebagai berikut: Wawacan Nyi Pohac, Wawacan Sulanjana, Carios Sawargaloka, Carita Sri Sadana, Wawacan Déwi
Sri, Bab Ngarumat Sawah, Jampé Tatanén, Bab Ubar-Ubaran; dan Jampé Tani.
7.3 Hal-hal yang Dilegitimasi Keislaman
Teks-teks naskah yang dikategorikan ke dalam kelompok ini umumnya berupa bacaan dalam bentuk mantra dan kumpulan doa yang merupakan
kombinasi ajaran pra-Islam dengan ajaran islam, dan biasanya menyangkut segala sesuatu yang menghubungkan manusia dengan dewa penguasa alam. Hal
tersebut pada dasarnya memberi gambaran sebuah siklus fiktif yang bernafaskan alam semesta dan tempat manusia berada.
Foto 77: NaskahKitab Kumpulan Doa dan Mantra
225
Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti.
Bahan naskah ini berupa kertas buatan pabrik import dengan cap kertas Medali bermahkota: PRO PATRIA. Tebal naskah 107 halaman kosong 2
halaman: 7-8, yang ditulisi: 105 halaman. Penomoran ditambahkan oleh pencatat dengan balpoin warna merah. Keadaan fisik kertas masih cukup baik warna
kecoklat-coklatan, tulisan dengan tinta hitam yang sebagian telah kusam. Asal naskah Panjalu Ciamis. Naskah ini bersampul tipis, tidak mencatan judul secara
ekplisit, juga nama penulis. Dalam bagian awal ada penyebutan nama-nama bulan dalam siklus Hijriyah. Diperkirakan naskah ini ditulis pada abad XIX Masehi.
Pada beberapa lembar halaman menyebut bacaan-bacaan tentang asihan kasemaran, asihan untuk berdandan dan mengenakan barang yang akan dipakai,
baik untuk laki-laki maupun untuk perempuan, asihan Nabi Yusuf dan Nabi Daud, serta jampe-jampe untuk pengobatan. Setiap bacaan, baik mantra-mantra
maupun doa-doa selalu diawali dengan bacaan basmallah, laillahaillahu. Adanya teks-teks naskah semacam itu pada hakekatnya memudahkan
adanya tanggapan, kepercayaan dan alam pikiran yang tentunya harus ditanggapi sebagai suatu karya manusia yang perlu diperhatikan serta dikaji lebih jauh.
Dengan demikian, diperkirakan akan dapat mengungkapkan serta menerangkan latar belakang budaya masyarakat Sunda dalam segala aspek pola kehidupan,
fahamnya, serta filsafatnya. Semua itu akhirnya bisa dijadikan sebagai tempat bersandar adanya masa kini yang dipantulkan dari lapisan-lapisan budaya tua dari
masa silam.
226 Isim tersebut bahannya terbuat dari kulit sapi. Semua tulisan
menggunakan tinta merah dan umumnya masih terang dan mudah dibaca. Lembar halaman isim ini terbagi dua bagian, yakni bagian halaman muka dan bagian
belakang. Bagian lembar halaman belakang berbentuk lingkaran yang berisi Asmaul Husna, juga terdapat simbol berupa gambar pedang Dzulfikar kebesaran
Syaidina Ali. Sementara pada bagian mukanya berisi kotakmatrik aksara Arab yang diperuntuka sebagai alat penghitungan naktu.
Foto 78: Model Isim Rajah Rezeki
Dalam pada itu, adanya teks-teks naskah mengenai berbagai catatan yang dilegitimasi dalam keislaman, didasarkan atas pertimbangan yang antara lain
227 karena teks naskahnya menggunakan huruf Arab Pegon. Misalnya saja, teks
naskah yang berisi kumpulan doa yang akan lebih tepat dimasukkan ke dalam naskah-naskah tentang Rukun Iman, namun berhubung pada kenyataannya lebih
bersifat mantra, maka terpaksa ditarik ke sini, termasuk beberapa naskah yang teksnya mengandung sastra. Naskah-naskah yang berisi teks seperti itu di
antaranya dikenal dengan judul-judul berikut: Kidung Doa, Mantra jeung Ajian, Tulak Bala, Doa Hajat, Jangjawokan, Rajah, Wawacan Damarwulan, Wawacan
Rama, Isim jeung Jampé, dan Doa Kejawén.
Foto 79: Model Isim
228 Pengelompokan naskah seperti ini pada dasarnya masih bersifat penilaian
tahap awal terhadap naskah-naskah Sunda Jawa Barat dengan patokan latar belakang nilai ajaran keislaman, dan tentunya untuk dapat menganalisis setiap
unsur pengetahuan Islam di Jawa Barat haruslah mengamati keseluruhan teks. Namun untuk sementara, gambaran yang disajikan melalui pengelompokan ini
dapat menampilkan sebuah sisi baru, terutama mengenai ajaran agama Islam yang masuk dan berakar di Jawa Barat, di samping perspsktif sejarah susastra Sunda.
D. Tinggalan Arkeologis 1. Masjid
Ketika Islam diterima oleh masyarakat Tatar Sunda sebagai agama baru, pengaruhnya tidak hanya sebatas pada proses ritual keagamaan saja. Islam telah
mempengaruhi seluruh unsur kebudayaan, termasuk seni bangunan dan seni hias. Pada awal perkembangannya, pengaruh Islam terhadap seni bangunan dan seni
hias tersebut tidak mengakibatkan pengaruh kebudayaan pra-Islam menghilang. Dalam beberapa kasus, seni bangunan dan seni hias pada masa Islam masih
menunjukkan pengaruh kebudayaan pra-Islam. Masjid merupakan seni bangunan Islam yang paling menonjol karena
bangunan ini menjadi pusat aktifitas peribadatan umat Islam. Bagi kaum muslimin, masjid merupakan tempat utama untuk mendirikan shalat dan aktifitas
keagamaan lainnya.
359
Selain itu, masjid pun memiliki fungsi sosial antara lain