Penyebar Islam dari Luar Nusantara

212 Ada beberapa naskah yang teksnya dapat digolongkan ke dalam hal mengenai akhlak atau dikenal juga dengan istilah elmu adab. Naskah-naskah demikian antara lain berjudul sebagai berikut: Kitab Naséhat, Bab Sawér, Kitab Pépéling, Wawacan Insan Kamil, Wawacan Trenggana, Kitab Amanat, dan Wawacan Tingkah Awak.

6. Naskah-Naskah Tentang Dawah

Naskah yang dapat digolongkan ke dalam kelompok dawah ini secara umum teksnya memiliki nilai sastra yang cukup kuat sehingga mampu menggambarkan peristiwa yang seolah-olah pernah terjadi dengan tokoh-tokoh yang aktual. Namun, berhubung memiliki jumlah yang cukup, perlu pengelompokan lagi berdasarkan ciri-ciri khas tertentu walaupun tidak dapat diberi jarak pemisah secara tegas. Dalam hal ini dapat dilihat naskah-naskah yang emmuat teks dawah atau penyebaran islam yang terfokus di dunia Arab, di Nusantara, khususnya di Jawa Barat, dan campuran keduanya termasuk yang sebagian tokoh masa pra-Islam yang dilegitimasi sebagai Islam.

6.1 Penyebar Islam dari Luar Nusantara

Teks-teks naskah yang termasuk ke dalam kelompok ini umumnya meriwayatkan para tokoh yang dianggap suci dan dapat dianggap hampir sederajat dengan para Ambiya. Tokoh-tokohnya dijadikan teladan sebagai pahlawan perjuangan dalam peperangan melawan kaum kafir, dan mereka senantiasa 213 berpegang teguh kepada asma Allah atas kebesaran dan kekuatannya dalam jihad fi sabilillah. Peranan mereka sangat besar dalam membantu menegakkan islam pada masa awal Nabi Muhammad menerima wahyu walaupun pada kenyataannya masih dianggap sebagai tokoh mitos, yang belum tentu dapat dibuktikan secara historis. Namun demikian, mereka dilibatkan dalam rangkaian cerita sebagai tokoh pelaku yang memainkan peran sangat menonjol dalam upaya penyebaran agama Islam. Di samping itu, ada beberapa tokoh lakon bukan Nusantara yang pada umumnya bergerak di sebuah daerah dunia Arab yang samar-samar. Naskah tersebut meriwayatkan tokoh-tokoh yang berasal dari dunia Arab, baik fiktif maupun nyata, dan cukup digemari oleh kalangan masyarakat yang dikenal sebagai literatur pesantren. Naskah-naskah demikian dikenal dengan judul-judul: Wawacan Ahmad Muhamad, Wawacan Amir Hamzah, Wawacan Umarmaya, Wawacan Jayéngrana, Wawacan Samaun, Wawacan Prabu Rara Déwi, Wawacan Sajarah Mekah, Wawacan Lukmanul Hakim, Wawacan Durahman Durahim, Wawacan Aladin, Wawacan Istambul-Mesir, Wawacan Ménak Rengganis, Wawacan Padmasari, Wawacan Raja Saul jeung Raja Daud, Wawacan Bental Jemur, Wawacan Lokayanti, Wawacan Abunawas, Wawacan Danumaya, Wawacan Said Saman, Wawacan Bin Éntam, dan Wawacan Siti Armilah. Foto 73: Wawacan Samaun 214 Naskah ini berjudul Wawacan Samaun sebagaimana tercatat pada lembar halaman 4. Teks naskah berbahasa Sunda dan beraksara Pegon dengan bentuk penyajian karangan puisi bermetrum pupuh. Kemungkinan besar merupakan nanskah salinan abad ke-20. Bahan naskah kertas bergaris ukuran buku tulis standar dengan ketebalan 68 halaman. Penomoran halaman 1-68 ditulis oleh peneliti menggunakan angka Arab, pensil, tengah atas. Kondisi fisik kertas bergaris warna kecoklatan namun masih tidak terlalu sulit dibaca. Penjilidannya tidak ketat sehingga ada beberapa lembar yang hampir lepas h. 65-68, benang atau tali pengikat yang digunakan berupa tali yang biasa dipakai untuk membuat tikar. Tinta pada halaman 1-5 tinta berwarna hijau, halaman 1 dengan pensil, halaman 5-68 menggunakan tinta berwarna biru tua. Pada dasarnya warna tulisan masih terang dan dapat terlihat dengan jelas karena ukuran aksara yang lumayan 215 besar. Kemungkinan karena naskahnya tidak pernah dibuka, warna tintanya tembus. Asal naskah tersebut merupakan warisan turun-temurun keluarga yang ditulis oleh Bapak Udi yang tinggal di Kecamatan Cidadap kota Bandung. Kemudian naskah tersebut diturunkan kepada Ibu Asih yang tak lain adalah keluarganya sendiri. Naskah tersebut merupakan milik perseorangan, bukan milik koleksi museum atau perpustakaan, yakni Ibu Asih. Naskah ini sudah tidak memiliki sampul, kemungkinan karena terlepas, robek, atau memang tidak ada. Menurut keterangan pemilik naskah yang sekarang, yaitu Ibu Asih, naskah tersebut ditulis sejak tahun 1938-an. Bagian teks yang kurang jelas pada lembar halaman 1. Juga terdapat coretan h. 13, 17, 18, 20, 24, 27, 30, 31, 33, 34, 35, 37, 51, 68. Kadangkala tulisannya berada di luar garis pembatas yang sudah disediakan dalam kertas tersebut. Teks digubah dalam 24 pupuh, di antaranya: Asmarandana, Mijil, Durma, Sinom, Magatru, Kinanti, Pucung, Sinom, Mijil, Asmarandana, Pangkur, Sinom, Kinanti, Magatru, Durma, Pucung, Asmarandana, Kinanti, Pangkur, Mijil, Durma, Sinom, Pangkur dan Asmarandana. Kolofon h. 67: … bulan jumadi awal kawit nulis, silih mulud kawit nulis, jumadil awal tamatna, tanggal dua belas, malem saptu jamna satengah dalapan, tapi aksarana teuing ku awon ngan sing bujangga bae, pameget istri reungeukeun ku sadayana… Secara singkat teks naskah ini menceritakan tentang riwayat singkat masuk Islamnya Ki Halid dan Siti Hunah istrinya, semenjak mereka mempunyai anak laki-laki yang 216 bernama Samaun. Pada awalnya orangtua Samaun selalu menyembah berhala dan tidak percaya dengan adanya Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw. Dengan lahirnya Samaun, bayi yang baru lahir tapi sudah bisa berbicara dan cerdas, mampu menyebarkan agama Islam pada kedua orangtuanya dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat. Putri Raja Kobti nagara Su’ara yaitu Siti Mariah ingin dinikahi oleh kangjeng Rosul, lalu dia mengutus Ki Barid untuk mengantarkan surat ke Madinah ke hadapan Nabi. Nabi pun kemudian berempug dengan para sahabatnya dan istrinya, Siti Aisyah. Mereka pun menyetujui Nabi menikahi Siti Mariah, karena Siti Mariah sangat mencintai Nabi dan mau mengikuti agama Nabi. Kemudian Nabi mengutus balad Ansor dan Muhajirin untuk mengirimkan surat balasannya. Namun, kedatangan mereka ke negara Su’ara tidak disambut dengan hangat, malah dicaci maki dan menjelek-jelekkan Nabi. Dari situlah mulai terjadi konflik peperangan antara Raja Negara Su’ara yang dipimpin oleh Raja Kobti melawan Samaun sahabat Nabi. Samaun pergi bersama 3003 prajurit, sangat sedikit apabila dibandingkan dengan pasukan Negara Su’ara yang berlipat-lipat. Walaupun begitu, Samaun dan pasukannya dapat mengalahkan pasukan negara Su’ara dan seluruh musuhnya takluk kepada Nabi. Banyak orang kafir yang mengikuti agama Nabi dan mengucapkan dua kalimah Syahadat, begitu pula dengan Siti Mariah. Dalam pertempuran itu badan Samaun banyak yang rusak tapi pulih kembali tak berbekas. 217

6.2 Penyebar Islam dari Nusantara