H. Ahmad Nahrowi Keresek H. Muhammad Ilyas Cibeunteur, 1880-an

111 Sumber: Ulama-Ulama Nusantara. Diakses dari http:sachrony.files.wordpress.com. Tanggal 12 Maret 2011. Selain aktif dalam berbagai organisasi, Ahmad Sanusi pun dapat dimasukkan ke dalam deretan penulis yang produktif. Jumlah tulisannya mencapai ratusan, di antaranya 1 Mukjizat Nabi Muhammad SAW; 2 Tafsir Surat Waqi’ah; 3 Kitab al-Uhud fi al-Hudud; 4 dan Tafsir al-Qur’an berbahasa Sunda. Sejumlah tulisan lainnya tersebar dalam majalah-majalah sebagai berikut: 1 Al-Hidayatul Islamiyah; 2 Al-Ittihadiyatul Islamiyyah; dan 3 Majalah bulanan Tamsiyyatul Muslimin. 236

K. H. Ahmad Nahrowi Keresek

Kiai Nahrowi adalah generasi ke-3 yang diserahi kepemimpinan di Pesantren Keresek. Ia putera K. H. Muhammad Thobri ibn Kiai Nurhikam. Menurut sumber tradisi, pesantren Keresek telah berdiri sejak tahun 1835. 237 Ahmad Nahrowi merupakan keturunan Mbah Ma’lum Pasirkondang. Ia belajar ilmu agama langsung kepada ayahnya di Keresek. 112 Kiai Nahrowi memimpin pesantren setelah ayahnya wafat. Pada masanya, ia tidak melakukan perlawanan terhadap kaum kolonial Belanda. Ia lebih memilih mendidik para santri agar dapat berkiprah pada bangsa dan negaranya kelak setelah dewasa. Atas sikapnya tersebut, pemerintah kolonial menganugerahkan Bintang Tanda Jasa. Karena penganugerahan tersebut Ahmad Nahrowi kemudian disebut mama Bintang. 238 Setelah Mama Bintang wafat, pesantren diserahkan kepada putranya, K. H. Busrol Karim. Pada saat pesantren dipimpin oleh mama Oco inilah, terjadi peristiwa yang bukan saja menggemparkan warga pesantren, tetapi juga warga Keresek pada umumnya, yaitu Jin Keresek. Sepeninggal K. H. Busrol Karim, pengelolaan pesantren dilanjutkan oleh K. H. Hasan Basri, dan sekarang dilanjutkan oleh Usman ajengan Uus.

K. H. Muhammad Ilyas Cibeunteur, 1880-an

K. H. Muhammad Ilyas diperkirakan lahir pada tahun 1880-an, di Jasinga Bogor. Belum diketahui silsilah keluarganya, namun diinformasikan ia mesantren ke K. H. Shobari, Ciwedus Kuningan. 239 Selama di pesantren, ia merupakan teman seangkatan ajengan Keresek Garut, K. H. Abdul Halim Majalengka, dan mama Sudja’i Bobos, Cirebon. Selesai mesantren, ia menikah dengan seorang perempuan asal Ciamis. Di Ciamis ia merintis pembangunan pesantren, namun karena ada yang iri, ia pindah ke Cibeunteur, Cipacing, Banjar. Di sinilah ia mendirikan pesantren Cibeunteur di atas tanah seluas 1.000 tumbak + 14.000 m 2 . K. H. Muhammad Ilyas mengkonsentrasikan diri pada bidang fiqh sehingga karena kesamaan tersebut, ia menjadi teman diskusi dan akrab dengan mama Kudang Tasikmalaya. 113 Selama hidupnya, K. H. Muhammad Ilyas tidak terlibat dan melibatkan diri pada organisasi Islam dan politik. Ia pun tidak melakukan perlawanan terhadap Belanda. Ia lebih memilih mencetak calon ulama, kader penerus bangsa. Buah kerja kerasnya mejadikan pesantren Cibeunteur menjadi terkenal bukan hanya di daerah Jawa Barat, tetapi para santrinya ada yang datang dari Jakarta, Sumatera, hingga Lombok, NTB. Ciri penting Pesantren Cibeunteur adalah untuk ngasakeun mematangkan para calon kiai yang kelak akan membuka atau memimpin pesantren. Kini pesantren Cibeunteur bernama Yayasan Pondok Pesantren Minhajul Karomah dengan luas tanah 2000 tumbak 28.000 M 2 . 240

K. H. Zaenal Mustofa 1899-1944