267 pemecatan bagi anggota SI yang menjadi pengikut Darsono dan Semaun
pemimpin SI Merah.
413
Meskipun demikian, akibat perpecahan yang semakin meruncing, Abdoel Moeis meninggalkan Sarekat Islam pada tahun 1923.
414
Keputusan mundur Abdoel Moeis disebabkan oleh kekecewaan dirinya terhadap para pemimpin Sarekat Islam, terutama Tjokroaminoto, yang dipandang tidak
mendukung terhadap kegiatan-kegiatannya, sikap yang kurang tegas terhadap kelompok komunis di tubuh SI, dan peristiwa pemogokan yang terjadi di berbagai
kantor pegadaian di Pulau Jawa.
415
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi massa yang tumbuh cukup pesat di Jawa Barat. Organisasi yang didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan tanggal 18
November 1912 di Yogyakarta ini
416
hendak berjuang untuk memurnikan ajaran Islam dipandang telah banyak dipengaruhi oleh praktik-praktik keagamaan yang
ditandai dengan sikap taklid, bid’ah, dan khurafat serta berusaha untuk menghidupkan kembali tradisi ijtihad dalam menjalankan praktik keagamaan.
417
Gerakan pemurnian Islam yang diusung oleh Muhammadiyah telah masuk ke Jawa Barat setidak-tidaknya sejak dasawarsa pertama abad-20 seiring
dengan pembukaan Madrasah Ibtidaiyah Lio tahun 1919 yang dikelola oleh perkumpulan pengajian Al-Hidayah.
418
Sejak awal tahun 1922, gerakan pemurnian ajaran Islam semakin intensif didiskusikan di kalangan jamaah Al-
Hidayah yang kemudian melahirkan gagasan untuk mendirikan cabang
268 Muhammadiyah di Garut.
419
Gagasan tersebut dapat diwujudkan pada 30 Maret 1923 seiring dengan pelantikan pengurus Muhammadiyah Cabang Garut oleh K.
H. Fakhrudin sebagai utusan Hoofdbestuur Muhammadiyah.
420
Pada awal didirikan, Muhammadiyah Cabang Garut hanya memiliki anggota sekitar 250 orang. Lima tahun setelah berdiri, tepatnya tahun 1928,
Muhammadiyah Cabang Garut berhasil meluaskan pengaruhnya ke berbagai daerah di Garut yang ditandai oleh pembentukan ranting Garut Kota, Tarogong,
Kadungora, Leles, dan Cisurupan dengan anggota mencapai 500 orang. Pada 1934, jumlah ranting yang dimiliki oleh Muhammadiyah Cabang Garut sebanyak
delapan ranting dengan anggota sekitar 1.000 orang. Sampai tahun 1942, Muhammadiyah Cabang Garut memiliki sembilan ranting dengan anggota
sebanyak 1.500 orang.
421
Foto 103: Pengurus Muhammadiyah Cabang Garut Tahun 1925-1927
Sumber: H. M. Fadjri. 1968. Sejarah Singkat Muhammadijah TjabangDaerah Garut. Garut: Pimpinan Daerah Muhammadijah Garut. Hlm. 15.
269 Kongres Muhammadiyah ke-18 tahun 1929 di Surakata memutuskan
bahwa pengembangan Muhammadiyah di Jawa Barat dibagi menjadi dua daerah kerja yakni Batavia dan Priangan. Muhammadiyah Cabang Garut diberi amanah
untuk mengembangkan Muhammadiyah di Priangan. Untuk melaksanakan amanah tersebut, Muhammadiyah Cabang Garut acapkali mengirim muballigh
untuk berdakwah ke daerah kerjanya antara lain ke Sukabumi, Bandung, Tasikmalaya, dan Kuningan.
422
Kegiatan tersebut membuahkan hasil dengan berdirinya cabang Muhammadiyah di Kuningan tahun 1929 setelah bekerja sama
dengan Muhammadiyah Cabang Batavia. Tahun 1930, mereka pun berhasil mendirikan Muhammadiyah Cabang Bandung yang tidak lama kemudian
mendapat pengesahan dari Hoofdbestuur Muhammadiyah.
423
Pada awal tahun 1936, Muhammadiyah Cabang Tasikmalaya didirikan yang dipimpin oleh Sutama
dan Hidayat masing-masing sebagai ketua dan sekretaris. Pada pertengahan tahun 1936, Muhammadiyah Cabang Tasikmalaya disahkan oleh Hoofdbestuur
Muhammadiyah.
424
Tidak lama kemudian, didirikan juga cabang Muhammadiyah di Ciamis dan Singaparna.
425
Sekitar tahun 1960-an, pimpinan pusat Muhammadiyah melakukan reorganisasi dengan mengubah struktur organisasi. Berkaitan dengan itu, dalam
struktur organisasi mulai ditata secara lebih rapih sehingga kepengurusannya bersifat berjenjang. Pengurus cabang tidak langsung bertanggung jawab kepada
pimpinan pusat melainkan kepada pengurus wilayah yang berkedudukan di ibu kota propinsi. Sementara itu, pengurus cabang diubah diubah statusnya menjadi
270 pengurus daerah yang berkedudukan di ibu kota kabupatenkota. Oleh karena itu,
pengurus daerah mengkoordinir kegiatan tiga atau lebih pengurus cabang yang memiliki wilayah operasional di tingkat kecamatan. Kepengurusan yang paling
rendah adalah ranting yakni organisasi Muhammadiyah yang langsung bersentuhan dengan kegiatan anggotanya. Sampai tahun 2008, Pimpinan Wilayah
Jawa Barat mengorganisir 19 pimpinan daerah, 181 pimpinan cabang, dan 778 pimpinan ranting. Dari jumlah tersebut, jumlah cabang dan ranting terbanyak
terdapat di Garut masing-masing sekitar 28 pengurus cabang dan 161 pengurus ranting. Sementara pimpinan daerah Cimahi belum memiliki pengurus tingkat
cabang dan ranting.
3. Mathla’ul Anwar