H. Abdullah Mubarrok Abah Sepuh, 1836-1856

96 ’Ubudiyyat, syarah atas kitab Bidayatul Hidayah karya Abu Hamid ibn Muhammad al-Ghazali, 8 Tanqih al-Qaul al-Hadits, syarah atas kitab Lubab al- Hadits karya al-Hafidz Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar as-Sayuthi, 9 Murah Labib li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid, juga dikenal sebagai Tafsir Munir, 10 Qami’al Thughyan, syarah atas Syu’ub al Iman, karya Syekh Zaenuddin ibn Ali ibn Muhammad al-Malibari, 11 Salalim al-Fudlala, ringkasanrisalah terhadap kitab Hidayatul Azkiya ila Thariqil Awliya, karya Zeinuddin ibn Ali al-Ma’bari al-Malibari, 12 Nasaih al-Ibad, syarah atas kitab Masa’il Abi Laits, karya Imam Abi Laits, 13 Minqat asy-Syu’ud at-Tasdiq, syarah dari Sulam at-Taufiq karya Syeikh Abdullah ibn Husain ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’lawi, 14 Kasyifatus Saja, syarah atas kitab Syafinah an-Najah, karya Syekh Salim ibn Sumair al-Hadrami, dan lain-lain. 206 Karya-karyanya banyak beredar, terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Sikap Kiai Nawawi terhadap politik kolonial, memang tidak seagresif Haji Nahrawi yang menyerukan jihad dalam menghadapi kekuasaan asing di Nusantara. Namun, ia merasa bersyukur ketika mendengar Belanda menghadapi banyak kesulitan di Aceh. Dalam pembicaraannya dengan Snouck Hurgronje, ia tidak menyetujui pendapat bahwa Tatar Sunda harus diperintah oleh orang Eropa. Al-Bantani wafat di Mekkah pada tahun 1897, dan dimakamkan di Ma’la. 207

K. H. Abdullah Mubarrok Abah Sepuh, 1836-1856

97 Abdullah Mubarrok yang biasa disapa Abah Sepuh atau Ajengan Godebag dilahirkan pada tahun 1836 208 di Kampung Cicalung, Bojongbonteng, Kecamatan Tarikolot, 209 Tasikmalaya. Ia adalah anak dari pasangan R. Nur Muhammad Eyang Upas atau Nurapraja dan Nyai Emah. Kedua orang tua Abdullah Mubarrok termasuk orang terpandang di Tarikolot. Selain ke’aliman dan akhlaknya yang baik, mereka juga dikenal sebagai tuan tanah. Foto 36: K. H. Abdullah Mubarrok Abah Sepuh Sumber: Dokumentasi Pesantren Suryalaya. Pendidikan agama Abdullah Mubarrok pertama kali diperoleh dari ayahnya. Setelah usianya cukup, ia belajar tarekat ke Pesantren Sukamiskin Bandung, kemudian kepada Syekh Tholhah 210 di Trusmi, Cirebon, dan kepada Syekh Kholil di Bangkalan, Madura. 211 Diduga, setelah menyelesaikan pendidikannya, Abdullah Mobarrok tidak langsung membuka pesantren. Ia menjadi 98 petani di kampungnya. Baru setelah usianya menginjak 54 tahun pada tahun 1890 ia membuka pengajian. Mula-mula di Kampung Tundangan, kemudian ke Kampung Cisero, dan pada tahun 1892 pindah ke Kampung Godebag, tempatnya yang sekarang. 212 Tahun 1905 ia mendirikan Pesantren Suryalaya. 213 Setelah Pesantren Suryalaya berdiri, Abdullah Mubarrok digelari masyarakat Ajengan Godebag. Tahun 1907, Syekh Tholhah berkunjung ke Suryalaya. Satu tahun kemudian secara resmi Ajengan Godebag diangkat sebagai mursyid dan pemimpin tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Sejak saat itu namanya semakin dikenal sebagai kiai dan pemimpin tarekat. Pada tahun 1950, ketika usianya menginjak 114 tahun, ia mengangkat anak kelimanya, Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin sebagai pendamping yang sengaja dipersiapkan untuk menjadi penggantinya kelak. Untuk membedakan antara keduanya, masyarakat menyebut Abah Sepuh untuk Ajengan Godebag, dan Abah Anom untuk Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin. Pengangkatan tersebut sangat disadari Ajengan Godebag, mengingat usianya yang semakin uzur dan gangguan keamanan di sekitar Godebag masih sering terjadi. Pada tahun 1952, Abah Sepuh pindah ke Kota Tasikmalaya untuk beristirahat di rumah seorang murid setianya yaitu H. O. Sobari. Di rumah inilah, pada tanggal 25 Januari 1956, Abah Sepuh wafat dalam usia 120 tahun. 214

K. H. Shobari 1841-1916