Kemenangan pihak Islam: Kangjeng Sinuhun Jati menerima laporan:

196 e. Balatentara kedua belah pihak berlarian melapor kepada induk semangnya.

41. Pertempuran berlanjut:

a. Kuwu Sangkan Cakrabuana memaksakan diri hendak ke medan perang, tersesat ke gunung Panorajati lalu bertafakur. b. Patih Anggasura lapor kepada Sunan Jati Purba tentang hilangnya Arya Kamuning dan Dalerm Kiban. c. Patih Keling memimpin pasukan berhadapan dengan Suradipa. d. Pangeran Kajoran berhadapan dengan Sanghyang Pandewesi, Pandewesi menghilang tak tertangkap. e. Patih Gempol dari Galuh tampil mengendarai kuda sembrani, tak terlawan oleh para panglima Islam. f. Balatentara kedua belah pihak berhamburan.

42. Kemenangan pihak Islam:

a. Cakrabuana mendengar suara gaib yang menyatakan pemberian maaf. b. Cakrabuana maju ke medan perang, melihat Patih Gempol mengendarai kuda terbang. c. Golok Cabang mengejar-ngejar Patih Gempol. d. Kuda sembrani jatuh ke gunung Kap, Patih Gempol melarikan diri ke gunung Gundul bersatu dengan siluman. e. Ki Elek dan ki Igel dari Galuh sesumbar menantang Cakrabuana. f. Kuwu Sangkan Cakrabuana melemparkan Kopeah Waring, Elek dan Igel linglung lalu tertangkap. g. Cakrabuana masuk ke dalam kendi tempat persembunyian Ratu Galuh, Ratu Galuh melarikan diri ke luar dan berubah-ubah wujud, namun dapat ditandingi oleh Cakrabuana. h. Ratu Galuh melarikan diri lalu bergabung dengan bangsa siluman di gunung Kumbang, mengancam keturunan Kangjeng Sinuhun Jati dari alam gaib. i. Dalem Ciamis beserta para dipati lainnya telah ditangkap Cakrabuana. 197

43. Kangjeng Sinuhun Jati menerima laporan:

a. Para aolia, para mantri, dan para santri bermupakat soal agama. b. Kuwu Sangkan menghadap kemenakannya, Kangjeng Sinuhun Jati alias Sunan Purba alias Sunan Gunungjati, melaporkan tentang keberhasilannya sambil menyerahkan tawanan perang dan barang- barang rampasan. c. Sunan Gunungjati memerintahkan agar semua barang disedekahkan kepada fakir miskin, para aolia, dan para pangeran yang ahli sabil. T A M A T Wallohu’alabisowab Naskah-naskah lainnya yang mengandung teks cerita yang dapat digolongkan ke dalam periode ini adalah: Wawacan Gandaningrat, Wawacan Jaka Lalana, Wawacan Jaka Umbaran, wawacan Ranggawulung, Wawacan Ningrum Kusumah, Wawacan Suriadimulya, Wawacan Suriakanta, Wawacan Surianagara, Wawacan Salyanagara. Teks naskah Wawacan Ningrum Kusumah cenderung memiliki kesamaan dengan teks nanskah Wawacan Surianingrat yang di dalamnya melukiskan sebuah lakon tokoh pasangan ideal antara Ningrum Kusumah sebagai seorang putri dari Arab dengan Raden Surianingrat sebagai pria dari Sunda yang bertemu tatkala mengejar anak panahnya yang melesat hingga ke Pulau Jawa, dan berjodoh dengan tokoh Surianingrat. Surianingrat sesungguhnya sudah punya anak dari istri lain dan melahirkan tokoh Suriakanta. Kisah-kisah dalam periode Islamisasi ini dalam hal ceritanya tampak terjadi sebaliknya, yakni tokoh perempuan dari Sunda Nyai Rara Santang dengan motif turut menunaikan ibadah Haji ke tanah suci Mekah. Ia di sana bertemu dengan tokoh laki-laki bangsa Arab yang kemudian melahirkan putra 198 bernama Syarif Hidayat dan menjadi wali penyebar agama Islam di tanah leluhur dari pihak ibunya yang berpusat di Cirebon dengan gelar Sunan Gunungjati. Kisah demikian antara lain muncul dalam teks naskah berjudul Babad Cirebon atau Wawacan Rara Santang. Tokoh Syarif Hidayat inilah yang menjadi cikal bakal para Sultan Cirebon dan Banten. Gambaran pembabakan naskah sebagaimana ditunjukkan di tadi pada prinsipnya tanpa disertai penyebutan secara jelas, apakah teks-teks naskah yang bersifat keagamaan itu khususnya agama Islam, isinya tergolong ke dalam jenis tarikat, suluk, tasawuf, atau bahkan sejarah. Mengenai hal tersebut penekanannya lebih difokuskan kepada bayangan tematis proses siar dan pengembangan keagamaan Islam yang cenderung bersifat kronologis.

C. Naskah Sunda Berdasarkan Nilai-nilai Ajaran Keislaman