H. Shobari 1841-1916 H. Tubagus Muhammad Falak 1842-1972

98 petani di kampungnya. Baru setelah usianya menginjak 54 tahun pada tahun 1890 ia membuka pengajian. Mula-mula di Kampung Tundangan, kemudian ke Kampung Cisero, dan pada tahun 1892 pindah ke Kampung Godebag, tempatnya yang sekarang. 212 Tahun 1905 ia mendirikan Pesantren Suryalaya. 213 Setelah Pesantren Suryalaya berdiri, Abdullah Mubarrok digelari masyarakat Ajengan Godebag. Tahun 1907, Syekh Tholhah berkunjung ke Suryalaya. Satu tahun kemudian secara resmi Ajengan Godebag diangkat sebagai mursyid dan pemimpin tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Sejak saat itu namanya semakin dikenal sebagai kiai dan pemimpin tarekat. Pada tahun 1950, ketika usianya menginjak 114 tahun, ia mengangkat anak kelimanya, Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin sebagai pendamping yang sengaja dipersiapkan untuk menjadi penggantinya kelak. Untuk membedakan antara keduanya, masyarakat menyebut Abah Sepuh untuk Ajengan Godebag, dan Abah Anom untuk Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin. Pengangkatan tersebut sangat disadari Ajengan Godebag, mengingat usianya yang semakin uzur dan gangguan keamanan di sekitar Godebag masih sering terjadi. Pada tahun 1952, Abah Sepuh pindah ke Kota Tasikmalaya untuk beristirahat di rumah seorang murid setianya yaitu H. O. Sobari. Di rumah inilah, pada tanggal 25 Januari 1956, Abah Sepuh wafat dalam usia 120 tahun. 214

K. H. Shobari 1841-1916

K. H. Shobari diperkirakan lahir di Ciwedus pada tahun 1841. Orang tuanya bukan asli Kuningan, tetapi berasal dari Banten. Pada usia 11 tahun, ia masuk pesantren di Cirebon, kemudian ke Jawa Timur, dan terakhir ke Bangkalan Madura ke kakek buyutnya, K. H. Syukron Makmun. Pulang dari pesantren ia dinikahkan kepada puterinya K. H. Adro’i, penerus pesantren Ciwedus. 215 Setelah menikah, ia diserahi tugas untuk mengelola pesantren. Padanya pesantren Ciwedus menjadi terkenal dengan berdatangannya para santri dari 99 Majalengka, Ciamis, Tasikmalaya, Jawa Tengah dan lain-lain. Di antara para muridnya yang menonjol adalah K. H. Abdul Halim Majalengka dan K. H. Muhammad Ilyas Cibeunteur, Banjar. Keistimewaan K. H. Shobari, dalam setiap ceramahnya ia tidak pernah menggunakan pengeras suara, namun suaranya dapat didengar oleh para santrinya sekalipun jauhnya hingga 200 meter. Ia pun bersahabat baik dengan tuan Olio orang Belanda dari Cirebon yang sengaja mengikuti pengajiannya. Bahkan Olio ikut menyumbang pembangunan mesjid Ciwedus. K. H. Shobari wafat pada tahun 1916, dan dimakamkan di komplek Pesantren Ciwedus. 216

K. H. Tubagus Muhammad Falak 1842-1972

Tubagus Muhammad Falak atau Abah Falak adalah pendiri Pesantren Al- Falak Pagentongan, Ciomas, Kabupaten Bogor. la putera tunggal Kiai Tubagus Abbas dan cucu dari Kiai Tubagus Mu’min Abdul Hamid Banten, dilahirkan pada tahun 1842 di Desa Sabi Kabupaten Pandeglang. Muhammad Falak mendapatkan pendidikan agama Islam dari orang tuanya. Pada tahun 1857 dikirim ke Makkah untuk belajar ilmu agama. Selama di Makkah, Muhammad Falak belajar ilmu tafsir dan fiqih pada Syeikh Muhammad Nawawi Banten dan Syeikh Mansur Al Madany Medan. Ilmu.fiqih secara khusus belajar pada Sayid Ahmad Habasy dan Sayid Ahmad Baarun Abesinia. Tariqat dan ilmu hikmat berguru pada Syeikh Umar Bajened Makkah, Kiai Abdulkarim Tanahara, dan Ahmad Jaha Indonesia. Teman-teman seangkatannya dari Indonesia di antaranya: 100 Hasyim Ansyari, Ahmad Dahlan, Wahhab Hasbullah, Bisri Syamsuri, Maksum, Machrus Ali, dan lain-lain. 217 Ketika menginjak usia 36, ia kembali ke Banten 1878 dan menikahi Nyi Fatima binti Ramli seorang kaya raya dari Pagentongan. Muhammad Falak tinggal di Pagentongan dan mulai merintis Pesantren Pagentongan. Dari pernikahannya membuahkan seorang putera bernama Tubagus Muhammad Thohir Falak lahir 1890. Tahun 1892, Muhamamad Falak kembali pergi ke Makkah untuk melanjutkan belajar agamanya. Tahun 1907, ia kembali ke Pagentongan dan melanjutkan pesantren yang pernah dirintisnya. 218 Pada masa pendudukan Jepang, santri Pagentongan banyak yang masuk tentara PETA dan Heiho. Sehingga setelah kemerdekaan Pagentongan menjadi pusat perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pagentongan juga menjadi markas Hizbullah dan Sabilillah untuk wilayah Bogor. Muhammad Falak memimpin langsung pergerakan tersebut. Akibatnya pesantren Pagentongan menjadi sasaran penyerangan pasukan NICA. Foto 37: K. H. Tubagus Muhammad Falak 101 Sumber: Ulama-Ulama Nusantara. Diakses dari http:sachrony.files.wordpress.com. Tanggal 12 Maret 2011. Sebelum tahun 1950-an, para kiai, ustadz serta santri Pagentongan. adalah pengikut partai Masyumi. Kemudian setelah NU memisahkan diri dari Masyumi tahun 1952, Pagentongan memilih berpihak kepada NU. Pada 1953, terjadi peristiwa penting di Pagentongan. Kiai Wahid Hasyim, putera Hasyim Asyari berkunjung ke Pagentongan untuk meresmikan NU cabang Bogor di sana. Pesantren Pagentongan memiliki sejarah yang panjang, termasuk keterlibatannya dalam revolusi fisik, Presiden Soekarno sering berkunjung secara incognito. Pada tanggal 19 Juli 1972, Abah Falak wafat dan dimakamkan di Pagentongan. 219 Kiai Abbas 1879-1946 Abbas adalah generasi ke-4 yang diserahi kepemimpinan di Pesantren Buntet. Ia putra Kiai Abdul Jamil dari Nyai Qariah, lahir tahun 1879. Abbas kecil belajar ilmu agama langsung kepada ayahnya, dan kiai Kriyan Buntet. Setelah 102 usianya memadai, ia masantren kepada Kiai Nasuha Sukunsari, Plered, selanjutnya kepada Kiai Hasan Jatisari, Weru, dan Kiai Ubaidah Tegal. Setelah menikah, Abbas menunaikan ibadah haji dan menetap selama beberapa waktu untuk memperdalam ilmu agamanya. Selama di Makkah ia tinggal di rumah Syekh Zabidi dan belajar kepada sejumlah guru, di antaranya: Kiai Mahfuz Termas, Jawa Timur. Teman-teman seangkatannya dari Indonesia, adalah Kiai Baqir Yogyakarta, Kiai Abdillah dan Kiai Wahab Hasbullah Surabaya. Selama di Makkah, sebagai pelajar senior ia mengajar kepada beberapa pelajar dari Indonesia. Di antara pelajar bimbingannya adalah Kiai Kholil Balerante dan Kiai Sulaeman Babakan Ciwaringin. Sekembalinya dari Makkah ia melanjutkan pelajarannya kepada Kiai Hasyim Asy’ary Tebuireng, Jombang. Selama di Jombang, Abbas bersama Kiai Wahhab Hasbullah dan Kiai Manaf mendirikan Pesantren Lirboyo di Kediri. 220 Foto 38: K. H. Abbas Sumber: Ulama-Ulama Nusantara. Diakses dari http:sachrony.files.wordpress.com. Tanggal 12 Maret 2011. 103 Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tentara Inggris mendarat di Jakarta tanggal 15 September 1945, kemudian di Surabaya 25 Oktober 1945. NICA Netherlands Indies Civil Administration pun ikut membonceng. Itulah yang menyebabkan kemarahan rakyat di mana-mana. Kemarahan rakyat semakin menjadi setelah Mayjen Mansergh mengeluarkan ultimatum yang berisi, semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Kiai Abbas dari Buntet, memberikan komando untuk melakukan perlawanan. Bung Tomo pun bergerak setelah adanya komando Buntet. 221 Terjadilah peristiwa berdarah 10 Nopember 1945. Selain ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan, Kiai Abas pun aktif di Nahdlatul Ulama NU. Di organisasi tersebut, Kiai Abbas duduk sebagai anggota Dewan Muhtasyar Pusat dan Rais Aam Dewan Syuriah NU Jawa Barat. Kiai Abbas wafat tahun 1946, dimakamkan di komplek pemakaman keluarga Pondok Pesantren Buntet. 222

K. H. Mustafa Kamil 1884-1945