Pesantren-pesantren di Kabupaten Karawang dan Cirebon

34 abad ke-18 hingga ke-19 yang merupakan perpaduan antara kepercayaan animisme, Hinduisme, dan Budhisme. Ketika berada di bawah pengaruh Islam, sistem pendidikan tersebut kemudian diambil alih dengan mengkonversi nilai ajarannnya oleh nilai ajaran Islam.

B. Jejak-jejak Pesantren Di Tatar Sunda dari Masa Permulaan Masuknya Islam Hingga Masa Kolonial

1. Pesantren-pesantren di Kabupaten Karawang dan Cirebon

Perkembangan dunia pendidikan di Jawa Barat telah berjalan sejak masa prasejarah, walaupun sistem pendidikan yang berlaku pada waktu itu tidak dapat diketahui dengan pasti. Pada masa Kerajaaan Sunda yang eksis dari abad ke-8 hingga abad ke-16, sistem pendidikan yang terdapat di Tatar Sunda dipastikan banyak dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Hal ini terbukti dari naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang disusun pada tahun 1518 di mana di dalamnya ada kata-kata pamagahan nasehat, warah sing darma didikan pendeta, dan yang lebih jelas lagi telah hidup istilah sisya siswa atau murid dan guru, yang menunjukkan sudah dikenalnya suatu sistem pendidikan. 41 Adapun keberadaan sistem dan kegiatan pendidikan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat muslim di Tatar Sunda itu sendiri, sejalan dengan kemunculan dan perkembangan agama Islam yang terjadi di wilayah tersebut. Menurut Edi S Ekadjati, mengutip Hageman, 42 awal persentuhan masyarakat Tatar Sunda dengan ajaran Islam bermula dari kedatangan orang Islam pertama di 35 Tatar Sunda yaitu Haji Purwa ke Cirebon Girang dan Galuh pada tahun 1250 J1337 M yang bermaksud menyebarkan agama Islam. Namun keterangan ini belum bisa dipastikan kebenarannya karena Hageman tidak menunjukkan referensi yang tergolong sumber primer. Menurut sebuah informasi pada tahun 1418 M telah datang ke Negeri Singapura, 43 rombongan pedagang dari Campa, di antaranya terdapat Syekh Hasanudin bin Yusuf Sidik seorang ulama yang setelah beberapa saat tinggal di sini, pergi menuju Karawang dan menetap di Karawang dengan membuka lembaga pendidikan yang bernama Pesantren Quro. 44 Pada abad ke-16, kondisi Islam di beberapa daerah di Indonesia sudah mulai kokoh. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya kerajaaan-kerajaaan Islam sebagai pusat kekuasaaan politik Islam seperti Kesultanan Cirebon, Banten dan Demak. 45 Walaupun di ketiga kesultanan tersebut tidak disebutkan adanya sebuah pesantren sebagai institusi, namun setidak-tidaknya di ketiga kesultanan tersebut sudah terdapat masjid sebagai pusat kegiatan pendidikan Islam yang menerapkan pola pendidikan seperti pesantren sekarang. Selanjutnya pada tahun 1420 M seorang ulama yang bernama Syekh Datuk Kahfi datang juga dan menetap di Singapura yaitu di Kampung Pasambangan dan mendirikan lembaga pendidikan yang bernama pesantren 46 Pasambangan. Hingga akhir hayatnya ia menetap di sana dan dimakamkan di Giri Amparan Jati 47 . Berdasarkan informasi tersebut, keberadaan Pesantren Quro di Karawang dan Pesantren Pasambangan di Amparan Jati- Cirebon dapat dikatakan 36 sebagai dua pesantren pertama dan kedua tertua di Jawa Barat yang berdiri hanya selang dua tahun. Indikasi lain yang menunjukkan bahwa di Jawa Barat terdapat pesantren lain yang berdiri setelah Pesantren Quro dan Pasambangan ialah bahwa pada tahun 1470 M Cirebon telah berkembang sebagai pusat kegiatan penyebaran dan pendidikan dengan hadirnya Syarif Hidayatullah sebagai “pemimpin pesantren” sekaligus menjadi guru agamanya. Sejak tahun 1528 Syarif Hidayatullah banyak berkeliling untuk menyebarkan agama Islam ke segenap lapisan masyarakat. Ia juga mengirimkan “santri-santrinya” ke daerah-daerah pedalaman seperti Luragung, Kuningan, Sindangkasih, Talaga, Ukur, Cibalagung, Kluntung Bantar Pagadingan, Indralaya, Batulayang, dan Timbanganten. 48 Untuk menjaga kontinuitas penyebaran Islam, di Cirebon sendiri, Syarif Hidayatullah telah mengangkat Syekh Bentong 49 menjadi pimpinan Masjid Agung Ciptarasa dan menjadi imam juga khatib di masjid agung tersebut, sekaligus mengawasi pondok-pondok pesantren di Cirebon dan sekitarnya. Selain Syekh Bentong, di antara tokoh lain yang banyak turut membantu Syarif Hidayatullah di dalam menyebarkan agama Islam sekaligus mengawasi pesantren ialah Maulana Abdurahman Syarif Abdurahman dan adiknya, Maulana Abdurrahim di daerah Panjunan. Sepeninggal Syarif Hidayatullah, pada abad ke-18 kegiatan penyebaran agama Islam ke wilayah Jawa Barat terus berlangsung secara intensif. Pangeran Makhdum dan para mubaligh dari Cirebon seperti Pangeran Muhammad dan 37 Pangeran Santri banyak mengislamkan penduduk daerah Pasir Luhur, Galuh, dan Sumedang. 50 Di antara pesantren tua di Cirebon, yang sampai sekarang masih berpengaruh adalah Pesantren Buntet di Cirebon. Pesantren ini didirikan oleh K. H. Mukoyim, pada abad ke-17. Pada masa K. H. Abdullah Abbas, Pesantren Buntet banyak berperan di dalam melakukan kegiatan yang menentang kebijakan pemerintah kolonial, bahkan K. H. Abdullah Abbas dan K .H. Anas pernah berperan aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan ikut terlibat pada peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya. 51 Foto 1: Masjid Pesantren Buntet Cirebon Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 30 Januari 2010.

2. Pesantren-Pesantren di Kabupaten Kuningan dan Majalengka