Naskah-Naskah Periode Islam Naskah Sunda Berdasarkan Tema Perkembangan Islam 1. Naskah-naskah Periode Islamisasi

182 bergelar Sunan Rahmat pergi mengambil piagam ke Mekah, Prabu Siliwangi segera menghilang ke hutan Sancang di daerah Godog.

2. Naskah-Naskah Periode Islam

Sebagaimana disinggung di muka bahwa perbedaan antara naskah- naskah periode Islamisasi dengan naskah-naskah periode Islam tidak terdapat garis batas yang tegas. Namun, satu hal yang patut dipertimbangkan bahwa dalam periode Islam, unsur-unsur agama Islam umumnya muncul sejak awal pemberangkatan cerita. Gambaran dunia Arab dan negeri-negeri Timur Tengah lainnya beserta pengaruh budaya yang Islami pun tampak sangat dominan. Penggambaran tokoh-tokoh lokal senantiasa terfokus ke wilayah-wilayah dunia Arab atau Timur Tengah. Sekembalinya mereka ke tanah asal maka diembannya tugas untuk menyiarkan serta mengembangkan agama Islam. Ke dalam teks-teks naskah pun banyak terserap kosa kata bahasa Arab yang cukup kuat di samping kosa kata bahasa Persia dan Tamil. Tampak pula dari dalamnya bahwa Islam sudah menjadi imam kebanyakan orang. Di samping itu, teks-teks naskah Sunda yang muncul pada periode ini umumnya berisi kisah hagiografi, seperti kisah para nabi, kisah Kangjeng Nabi Muhammad beserta keturunannya, kisah para sahabat, kisah para wali serta tokoh- tokoh dari dunia Arab lainnya. Muncul pula tokoh sebagai hasil pernikahan antara orang Arab dengan orang Sunda dan orang Nusantara lainnya. Beberapa naskah Sunda yang termasuk ke dalam periode ini yang berisi kisah para nabi, di 183 antaranya adalah Babad Mekah, Carios Kangjeng Nabi Muhammad, Carios Nabi Yusuf, Wawacan Babar Nabi, Wawacan Paras Nabi, Wawacan Abdullah, Wawacan Ambiya, Wawacan Fatimah, Wawacan Paras Adam. Berikut ini disajikan ringkasan dari Wawacan Abdullah berdasarkan salah satu versi naskah salinan H.Muhammad tahun 1356 H1939 M yang dimiliki oleh Haji Kosasih dari Desa Ciledug Garut: Dikisahkan awal mula pertanda akan lahirnya seorang bayi yang kelak menjadi Nabiyullah terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW, putra Abdullah dengan Siti Aminah, atau cucu Abdu’l Mutholib raja negeri Mekah dari pihak Ibu. Dalam pada itu, di negeri Mekah masih banyak orang kafir yang menyembah berhala, bahkan orang-orang Habsyi yang dipimpin oleh raja Abrohah berusaha menghancurkan Ka’bah. Namun, berkat berkat mukjizat Allah SWT seluruh bala tentara Habsyi beserta pimpinannya tewas karena dihujani batu api yang dikirim Allah dari neraka melalui jutaan burung Sijil. Sementara itu, bayi Muhammad disusui oleh Halimah karena dari Siti Aminah tidak mengeluarkan air susu, di samping demi keamanan sang bayi tersebut dari ancaman orang-orang kafir Mekah yang senantiasa berusaha membunuhnya. Nampak pula teks naskah yang memuat cerita yang menonjolkan para sahabat serta pahlawan Islam, antara lain: Wawacan Amir Hamzah, Wawacan Bétal Jemur, Wawacan Lokayanti, Wawacan Umarmaya, Wawacan Ahmad Muhammad, Wawacan Séh Mardan, Wawacan Prabu Raradéwi, Wawacan Lukmanulhakim, Wawacan Abunawas, Wawacan Padmasari, Wawacan Hasan 184 Sodik, Wawacan Istambul, Wawacan Séh Abdulkodir Jaélani, Wawacan Padmasari, Wawacan Samaun, Wawacan Rengganis. Sebagai gambaran hal tersebut berikut ini dapat ditunjukkan sekilas tentang kisah Amir Hamzah dari salah satu teks naskah salinan Raden Raja Ningrat abad ke-20 dari kolleksi Museum Pangeran Geusan Ulun Sumedang: Tersebutlah salah seorang tokoh Islam sebagai pahlawan besar yang kebetulan adalah salah seorang paman Nabi Muhammad yang bungsu. Amir Hamzah begitu gigih dan penuh keberanian membela serta memperjuangkan kaum muslimin di bawah pimpinan Nabi Muhammad dari berbagai ancaman serta gangguan kaum kafir, baik dalam keadaan perang maupun dari segala reka daya mereka secara halus. Hamzah sangat ditakuti serta disegani musuh-musuhnya sampai-sampai Hindun begitu menaruh dendam kesumat terhadapnya. Di samping itu adalah naskah-naskah Sunda yang teksnya berisi cerita kisah para wali yang biasanya dikenal dengan judul: Babad Cirebon, Sajarah Lampahing Parawali Kabéh, Sajarah Para Oliya, Sajarah Sunan Gunungjati, Wawacan Wali Sanga. Sesungguhnya isi dari kelima judul naskah ini pada dasarnya sama saja, perbedaan hanya terletak pada penekanan penamaan judul. Intinya melukiskan proses penyebaran agama Islam di Sunda dan Pulau Jawa dengan mengambil latar tempat utama Cirebon. Cirebon awal mulanya didirikan oleh tokoh Raden Walangsungsang alias Pangeran Cakrabuana alias Haji Abdullah Iman, putra Prabu Siliwangi, uwa Syarif Hidayatulloh alias Sunan Gunungjati. Dalam kisah ini, Islam secara jelas 185 telah memasuki panggung politik kekuasaan dengan berhasilnya menggeser sistem kerajaan ke dalam sistem kesultanan dengan pusat pemerintahan di daerah- daerah atau kota-kota pesisir utara Pulau Jawa. Tampak pula penguatan nilai-nilai Islam Muhammadiyah dan penekanan terhadap madzhab Syafii. Namun di sisi lain ada bagian cerita yang mengesankan adanya unsur pemaksaan yang sesungguhnya tidak sejalan dengan konsep perjuangan siar Islam. Berikut ini disajikan garis besar isi teks Babad Cirebon tersebut berdasarkan salah satu versi naskah koleksi Museum Sri Baduga Jawa Barat: 1. Manggala Sastra: a. Puji-pujian dan doa atas keagungan Tuhan YME. b. Amanat bagi para pembaca danatau pendengar. 2. Raja Pajajaran ditinggalkan putra-putranya: a. Sembilan putra Prabu Siliwangi dari isteri yang lain masing-masing pergi bertapa. b. Raden Walangsungsang diusir ayahanda, Prabu Siliwangi, tatkala menceritakan tentang mimpinya bertemu dengan Nabi Muhammad agar berguru agama Islam kepada Syekh Nurjati dari Mekah yang tengah berada di gunung Amparan. c. Walangsungsang bertemu dengan Syekh Ora Quro di Karawang dan mendapat petunjuk jalan ke gunung Amparan. d. Di gunung Marapi Walangsungsang bertemu dengan Pendeta Buda juga dengan Syekh Danuwarsi yang kemudian berguru kepada mereka. 3. Prabu Siliwangi ditinggalkan Nyai Rarasantang untuk mengikuti Walangsungsang: a. Patih Arga tidak berhasil menyusul Nyai Rarasantang dan terus menetap di Tajimalela. 186 b. Di gunung Tangkubanparahu, Rarasantang ditemukan Nyai Indang Saketi Sapirasa lalu dibekali azimat baju Antakusumah dan diberi nama Nyi Batin. c. Di gunung Cilawung, Batara Angganali menamainya Nyai Eling dan diramal akan melahirkan anak yang bakal menjadi wali kutub serta diberi petunjuk jalan ke gunung Marapi. d. Bertemu dengan kakaknya yang telah mendapat nama baru dan Ali-ali Ampal dari Syekh Danuwarsi. e. Rarasantang bersama Nyai Indang Geulis isteri Somadullah alias Walangsungsang, puteri Danuwarsi, dimasukkan ke dalam Ali-ali Ampal menuju gunung Ciangkup.

4. Walangsungsang mendapat azimat lagi: