103 Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tentara
Inggris mendarat di Jakarta tanggal 15 September 1945, kemudian di Surabaya 25 Oktober 1945. NICA Netherlands Indies Civil Administration pun ikut
membonceng. Itulah yang menyebabkan kemarahan rakyat di mana-mana. Kemarahan rakyat semakin menjadi setelah Mayjen Mansergh mengeluarkan
ultimatum yang berisi, semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan. Batas ultimatum
adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Kiai Abbas dari Buntet, memberikan komando untuk melakukan perlawanan. Bung Tomo pun bergerak
setelah adanya komando Buntet.
221
Terjadilah peristiwa berdarah 10 Nopember 1945.
Selain ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan, Kiai Abas pun aktif di Nahdlatul Ulama NU. Di organisasi tersebut, Kiai Abbas duduk sebagai
anggota Dewan Muhtasyar Pusat dan Rais Aam Dewan Syuriah NU Jawa Barat. Kiai Abbas wafat tahun 1946, dimakamkan di komplek pemakaman keluarga
Pondok Pesantren Buntet.
222
K. H. Mustafa Kamil 1884-1945
Mustafa Kamil dilahirkan pada tahun 1884 di Bojong, Tarogong, Garut. Belum terdapat informasi mengenai silsilah keluarganya, namun ia diwarisi nama
kecil Muhammad Lahuri. Seperti riwayat para kiai lainnya, Muhammad Lahuri
104 belajar ke beberapa pesantren dan menunaikan haji. Sekembalinya dari Makkah ia
mengganti namanya menjadi Haji Mustafa Kamil. Riwayat perjuangan Haji Mustafa Kamil diawali dengan keikutsertaanya
dalam organisasi SI cabang Garut. Ia dikenal sangat berani menentang berbagai aturan pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Karena sikapnya itulah, ia sempat
14 kali ditangkap dan dipenjarakan oleh pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang. Dalam pendapatnya, bahwa Belanda maupun Jepang sama-sama penjajah
yang menyengsarakan rakyat Indonesia. Belanda dan Jepang harus dilawan dan diusir dari Indonesia. Setelah Indonesia Merdeka, perjuangan Mustafa Kamil tidak
surut. Pada saat Bung Tomo mengumandangkan takbir jihad untuk melawan Sekutu yang mendarat di Surabaya, Mustafa Kamil menyambutnya dengan gagah
berani. Saat itu ia pergi ke Surabaya dengan anggota laskar rakyat untuk bergabung dalam pertempuran. la berangkat bersama anggota pasukan lainnya
melalui Banjar, Yogya, dan Malang, kemudian ikut menggempur Surabaya.
Foto 39: K. H. Mustofa Kamil
105
Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, 15 Januari 2008.
Setelah pertempuran, Mustafa Kamil tidak diketahui keberadaannya. Sampai akhirnya diperoleh informasi, bahwa Haji Mustafa Kamil gugur pada 10
November 1945, saat terjadi pertempuran melawan Sekutu di daerah Gedangan Sidoarjo. Masyarakat yang menjadi saksi mata menuturkan, bahwa Mustafa
Kamil gugur setelah ditangkap dan dianiaya pasukan Belanda. Jenazahnya oleh masyarakat setempat dimakamkan di tempatnya meninggal dunia. Barang-barang
yang ditinggalkan hanyalah pakaian, topi, dan untaian tasbih. Untuk menghormati kejuangannya, Pemerintah kemudian memindahkan jenazah Haji Mustafa Kamil
ke Taman Makam Pahlawan Surabaya. Ia pun dianugerahi pangkat Letkol Anumerta. Pada tahun 1958 M., ia ditetapkan oleh Pemerintah Republik sebagai
Perintis Kemerdekaan. Sementara itu, pemerintah kabupaten Garut mengabadikan namanya pada sebuah jalan yang membentang sepanjang dua kilometer di
106 Ciawitali bersebelahan dengan Jln. Arudji Kartawinata, tidak jauh dari Terminal
Guntur, Garut.
223
K. H. Abdul Halim 1887-1962