Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di NTB

Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 158 Skenario Optimis: 1 pengendalian konversi lahan sawah 2,2 tahun -1 , 2 peningkatan IP padi sawah menjadi 185, 3 perluasan areal padi ladang seluas 22.500 – 30.000 ha, 4 pengendalian laju pertumbuhan penduduk 1,3 tahun -1 , 5 penurunan konsumsi beras penduduk menjadi 134,15 kg kapita -1 tahun -1 6 melakukan upaya diversifikasi pangan baik sebagai komplementer atau subsitusi beras, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap beras. Kriteria penerimaan skenario adalah 1 neraca produksi dan konsumsi surplus, 2 potensi sumber daya dan teknologi tersedia, 3 secara teknis dapat diimplementasikan dan 4 peluang keberhasilannya tinggi. Kinerja skenario berdasarkan perubahan lahan dan jumlah penduduk di tiga wilayah penelitian disajikan pada Tabel 5.27. Tabel 5.27. Kinerja skenario berdasarkan perubahan lahan dan jumlah penduduk terhadap kemandirian pangan di tiga wilayah penelitian 2023. Wilayah penelitian SkenarioPeubah Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Pesimis Konversi lahan sawah tahun -1 3,5 3,5 3,5 Luas baku sawah ha 72.073 32.764 30.525 Luas komoditas lain ha 27.552 10.000 17.415 Luas padi ladang ha 9.278 17.732 41.430 Produksi Y ton GKG 584.823 255.286 327.238 Jumlah penduduk jiwa 3.896.306 706.234 929.374 Jumlah konsumsi K ton GKG 1.015.986 189.047 255.636 Kemandirian Y-K -73,73 35,04 21,88 Moderat Konversi lahan sawah tahun -1 2,8 2,8 2,8 Luas baku sawah ha 80.326 36.515 34.020 Luas komoditas lain ha 27.552 10.151 17.415 Luas padi ladang ha 9.278 17.732 48.930 Produksi Y ton GKG 713.628 304.867 400.323 Jumlah penduduk jiwa 3.782.780 685.775 902.242 Jumlah konsumsi K ton GKG 930.528 182.205 230.151 Kemandirian Y-K -30,39 67,32 42,51 Optimis Konversi lahan sawah tahun -1 2,2 2,2 2,2 Luas baku sawah ha 88.094 40.047 37.310 Luas komoditas lain ha 27.552 10.151 17.415 Luas padi ladang ha 9.278 17.732 48.930 Produksi Y ton GKG 841.053 337.841 440.911 Jumlah penduduk jiwa 3.672.347 646.507 875.851 Jumlah konsumsi K ton GKG 879.572 171.732 222.036 Kemandirian Y-K -4,58 96,73 98,58 Sumber: Hasil olah data dengan Powersim 2.5 Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 159 Tabel 5.27 memperlihatkan kinerja setiap skenario terhadap kondisi kemandirian pangan pada tahun 2023 dengan adanya perubahan penggunaan lahan dan pertambahan jumlah penduduk. Dengan menurunkan laju konversi lahan dari 4,07 tahun -1 menjadi 3,5 tahun -1 dan laju pertumbuhan penduduk 1,67 tahun -1 melalui skenario Pesmis terlihat bahwa untuk wilayah Pulau Lombok akan terjadi defisit yang cukup besar mencapai 73,73 pada tahun 2023. Sementara di Kabupaten Sumbawa Barat dan Bima mengalami surplus masing-masing 35,04 dan 21,88. Apabila konversi lahan diturunkan menjadi 2,8 tahun -1 dan laju pertumbuhan penduduk 1,5 tahun -1 melalui skenario Moderat, maka kondisi defisit masih terjadi di Pulau Lombok sebesar 30,39, sedangkan di Kabupaten Sumbawa Barat dan Bima terjadi surplus masing-masing sebesar 67,32 dan 42,51. Apabila laju konversi diturunkan menjadi 2,2 tahun -1 dan pertumbuhan penduduk 1,3 tahun -1 , maka terjadi defisit produksi di Pulau Lombok sebesar 4,58, sedangkan di Kabupaten Sumbawa Barat dan Bima surplus sebesar 96,73 dan 98,58. Hasil tersebut menunjukkan bahwa apabila konversi lahan tidak dikendalikan, maka sekitar 43 kebutuhan konsumsi Pulau Lombok harus disuplai dari luar dan akan menjadikan Pulau Lombok sebagai wilayah dengan ketergantungan pasokan produksi padi dari Sumbawa dan Bima. Secara agregat kondisi kemandirian pangan NTB berdasarkan skenario Pesimis akan terjadi defisit sebesar 25,3 pada tahun 2023, sedangkan apabila menjalankan skenario Moderat dan Optimis akan terjadi surplus masing-masing sebesar 5,35 dan 21,39. Hubungan faktor lahan terhadap produksi padi dengan berbagai dinamika perubahan lahan yang terjadi di NTB direpresentasikan dalam persamaan matematis fungsi produksi padi sebagai berikut: Y = 8,13 X 1 – X 2 + 3,54 X 3 dimana: Y : produksi total ton GKG X 1 : luas baku sawah ha X 2 : luas lahan sawah untuk komoditas non padi ha X 3 luas padi ladang ha Jika luas baku sawah X 1 mengalami penurunan 1 ha, maka produksi akan menurun 8,13 ton ceteris paribus, demikian halnya jika luas sawah untuk komoditas non padi X 2 terjadi kenaikan 1 ha, akan menyebabkan terjadinya Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 160 penurunan produksi 8,13 ton ceteris paribus. Demikian halnya jika terjadi kenaikan atau penurunan areal padi ladang X 3 seluas 1 ha akan dapat menaikkan atau menurunkan produksi padi sebesar 3,54 ton GKG. Sedangkan hubungan faktor kunci jumlah penduduk terhadap permintaan konsumsi padi di NTB, direpresentasikan dalam persamaan matematis fungsi permintaan konsumsi padi sebagai berikut: K = 273,294 x Pd , dimana: K : jumlah permintaan konsumsi ton GKG Pd : jumlah penduduk dalam 1000 jiwa Setiap kenaikan penduduk Pd sebanyak 1000 jiwa akan mengakibatkan permintaan konsumsi meningkat sebanyak 273,294 ton GKG. Peningkatan tersebut akan berpengaruh terhadap kebutuhan luas lahan usaha tani padi sawah. Jika produktivitas padi sawah tetap seperti kondisi aktual sebesar 5,085 ton ha -1 dan kontribusi produksi padi sawah 90 terhadap total produksi padi NTB, maka tambahan luas panen padi sawah yang diperlukan untuk memenuhi tambahan permintaan tersebut seluas 48,37 ha. Apabila IP padi sawah tetap seperti kondisi aktual 155, maka tambahan luas lahan usaha tani padi sawah yang diperlukan untuk mensuplai setiap kenaikan 1000 jiwa penduduk adalah seluas 31,20 ha. Bilamana laju pertumbuhan penduduk 25 tahun ke depan konstan 1,67 tahun -1 atau 72.000 jiwa tahun -1 , maka dibutuhkan tambahan lahan usaha tani padi sawah seluas 2.246 ha tahun -1 . Kemandirian pangan KP akan dapat dicapai apabila produksi padi Y sama atau lebih besar dari jumlah permintaan konsumsi K atau dapat ditulis: KP = Y ≥ K Ke dua fungsi tersebut dapat dijadikan formula penetapan luas lahan optimum usaha tani padi sawah di NTB dengan menskenariokan tingkat intervensi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel bebas lahan X 1 , X 2 dan X 3 pada fungsi produksi dan variabel jumlah penduduk Pd pada fungsi konsumsi. Kriteria penerimaan skenario adalah: 1 apabila Y ≥ K, 2 potensi sumber daya tersedia, 3 teknologi tersedia, 4 dapat diimplementasikan, dan 5 peluang keberhasilannya tinggi. Hasil kinerja skenario berdasarkan perubahan lahan dan jumlah penduduk terhadap kemandirian pangan di NTB disajikan pada Tabel 5.28. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 161 Tabel 5.28. Kinerja skenario berdasarkan perubahan lahan dan jumlah penduduk terhadap kemandirian pangan di NTB tahun 2023. Skenario X 1 -X 2 ha X 3 ha Y juta ton Pd juta jiwa K juta ton Y-K Aktual 127,88 90,96 1,36 5,66 1,55 -13,97 138,12 105,96 1,50 5,66 1,55 -3,33 138,12 105,96 1,50 5,50 1,51 -0,67 Pesimis 138,12 143,46 1,63 5,66 1,55 4,90 153,75 105,96 1,63 5,66 1,56 4,29 153,75 105,96 1,63 5,50 1,51 7,97 Moderat 153,75 113,46 1,65 5,34 1,46 11,52 168,46 83,46 1,67 5,66 1,55 7,19 168,46 83,46 1,67 5,50 1,50 10,18 Optimis 168,46 75,96 1,64 5,18 1,42 13,41 Keterangan: X 1 =luas baku sawah, X 2 =luas komoditas lain, X 3 =luas ladang, Y=produksi Pd=jumlah penduduk, K=jumlah permintaan konsumsi Tabel 5.28 memperlihatkan bahwa jika kondisi aktual terus berlangsung, maka pada tahun 2023 akan terjadi defisit pangan sekitar 13,97. Kondisi aktual adalah laju konversi lahan 4,07 tahun -1 , laju peningkatan luas areal padi ladang 4,3 tahun -1 , laju pertumbuhan penduduk 1,67 tahun -1 , produktivitas padi sawah 50,85 kw ha -1 , produktivitas padi ladang 36,18 kw ha -1 dengan tren peningkatan seperti 2001-2008 dan IP padi sawah konstan 155. Skenario Pesimis Alternatif-1: Intervensi pengendalian konversi lahan 3,5 tahun -1 , perluasan areal padi ladang 105.960 ha, dengan asumsi pertumbuhan penduduk, produktivitas padi sawah dan ladang mengikuti tren 2001-2008 serta IP padi sawah tetap seperti kondisi aktual, akan terjadi defisit produksi sebesar 3,33 pada tahun 2023. Skenario Pesimis Alternatif-2: Intervensi pengendalian konversi lahan 3,5 tahun -1 dan luas areal padi ladang ditingkatkan menjadi 105.960 ha disertai penurunan pertumbuhan penduduk 1,5, dan IP padi sawah ditingkatkan menjadi 185, sedangkan faktor lain mengikuti tren kondisi aktual, akan terjadi defisit sebesar 0,67 pada tahun 2023. Skenario Pesimis Alternatif-3: Intervensi pengendalian konversi lahan 3,5 tahun -1 dan luas areal padi ladang ditingkatkan menjadi 143.460 ha atau meningkat 230 dari kondisi saat ini disertai penurunan pertumbuhan penduduk 1,5 dan IP padi ditingkatkan menjadi 220, sedangkan faktor lain mengikuti tren kondisi aktual, akan terjadi surplus sebesar 4,9 pada tahun 2023. Kendala yang dihadapi adalah perluasan areal padi ladang dan peningkatan IP padi Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 162 sawah menjadi 220. Perluasan areal padi ladang selain biayanya mahal, kepastian produktivitas padi ladang tidak dapat dijamin karena keterbatasan teknologi dan rentan terhadap variabilitas iklim. Demikian pula peningkatan IP padi sawah akan sulit dicapai karena keterbatasan air irigasi dan berkembangnya komoditas selain padi yang memberikan insentif lebih baik. Skenario Moderat Alternatif-1: Intervensi pengendalian konversi lahan 2,8 tahun -1 dan perluasan areal padi ladang menjadi 105.960 ha dengan asumsi pertumbuhan penduduk, produktivitas padi sawah dan ladang mengikuti tren kondisi aktual serta IP padi sawah konstan seperti kondisi aktual, akan terjadi surplus 4,29 pada tahun 2023. Skenario Moderat Alternatif-2: Intervensi pengendalian konversi lahan 2,8 tahun -1 , perluasan areal padi ladang menjadi 105.960 ha disertai penurunan pertumbuhan penduduk 1,5 tahun -1 , IP padi sawah ditingkatkan menjadi 185 sedangkan faktor lain mengikuti tren kondisi aktual, akan terjadi surplus produksi sebesar 7,97. Peluang pencapaian terget dengan skenario ini cukup besar. Skenario Moderat Alternatif-3: Intervensi pengendalian konversi lahan 2,8 tahun -1 , perluasan areal padi ladang menjadi 113.460 ha meningkat 160 disertai penurunan pertumbuhan penduduk menjadi 1,5 tahun -1 , IP padi sawah ditingkatkan menjadi 200, sedangkan faktor lain mengikuti tren kondisi aktual, akan surplus sebesar 11,52 pada tahun 2023. Perlu pertimbangan yang lebih bijaksana terhadap peningkatan luas areal padi ladang. Skenario Optimis Alternatif-1: Intervensi pengendalian konversi lahan 2,2 tahun -1 , perluasan areal padi ladang 83.460 ha dengan asumsi pertumbuhan penduduk, produktivitas padi sawah dan ladang mengikuti tren kondisi aktual serta IP padi sawah konstan seperti kondisi aktual, akan terjadi surplus produksi sebesar 7,19 pada tahun 2023. Kendala yang dihadapi untuk mencapai target adalah kemampuan pengendalian konversi lahan sawah. Skenario Optimis Alternatif-2: Intervensi pengendalian konversi lahan 2,2 tahun -1 , perluasan areal padi ladang 75.960 ha, penurunan pertumbuhan penduduk menjadi 1,5 dengan asumsi produktivitas padi sawah dan ladang mengikuti tren kondisi aktual serta IP padi sawah 185, akan terjadi surplus produksi sebesar 10,18 pada tahun 2023. Kendala yang dihadapi untuk mencapai target adalah kemampuan pengendalian konversi lahan sawah. Skenario Optimis Alternatif-3: Intervensi pengendalian konversi lahan 2,2 tahun -1 , perluasan areal padi ladang 105.960 ha, penurunan pertumbuhan Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 163 penduduk menjadi 1,5, IP padi sawah ditingkatkan menjadi 185 dengan asumsi produktivitas padi sawah dan ladang mengikuti tren kondisi aktual, akan terjadi surplus produksi sebesar 13,41 pada tahun 2023. Kendala yang dihadapi adalah kemampuan pengendalian konversi lahan sawah. Berdasarkan potensi, kendala dan peluang pencapaian target seperti diuraikan di atas, maka skenario yang paling realistis the most reasonable scenario untuk mencapai kemandirian pangan secara berkelanjutan di NTB adalah Skenario Moderat. Skenario Moderat mempunyai peluang keberhasilan yang lebih besar dalam hal pengendalian konversi lahan sawah dibandingkan dengan Skenario Optimis. Demikian pula peluang keberhasilan pencapaian IP padi sawah dan perluasan areal padi ladang lebih besar dibandingkan dengan Skenario Pesimis. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 164

VI. STRATEGI DAN OPSI KEBIJAKAN

6.1. Eksistensi Lahan Sawah

Lahan sawah memegang peranan sangat penting dalam sistem produksi padi di NTB karena lebih dari 90 produksi padi bersumber dari produksi padi sawah. Luas lahan merupakan determinan utama luas panen dan luas panen adalah determinan utama produksi. Luas panen padi dapat pula ditingkatkan melalui peningkatan IP. Akan tetapi di wilayah beriklim kering seperti NTB yang memiliki keterbatasan sumber daya air dan variabilitas iklim tidak menentu, luas panen sulit ditingkatkan melalui peningkatan IP, sehingga peranan luas lahan dalam peningkatan produksi padi sangat penting. Luas lahan sawah adalah resultante dari pencetakan sawah baru dan konversi lahan. Pada kondisi dimana potensi sumber daya lahan yang sesuai untuk pencetakan sawah baru sangat terbatas dan laju konversi lahan tidak dikendalikan, maka luas lahan sawah akan terus berkurang. Kebutuhan lahan untuk keperluan non pertanian diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pesatnya pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Konversi lahan sawah aktual periode 2001-2008 di NTB mencapai 4,07 tahun -1 . Jika konversi lahan dapat dikendalikan menjadi 3,5 tahun -1 maka pada tahun 2023 luas baku sawah akan berkurang sebanyak 40,21. Kondisi yang demikian dapat mengancam keberlanjutan kemandirian pangan. Menjaga eksistensi lahan sawah tidak hanya untuk keberlanjutan sistem produksi yang output langsungnya menyangkut hajat hidup lebih dari 95 penduduk, tetapi usaha tani padi sawah memberikan lapangan kerja dan menjadi sumber pendapatan lebih dari 45 penduduk di perdesaan, menjadi penyangga kestabilan ekonomi dalam keadaan kritis dan berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan poverty alleviation. Eksistensi lahan sawah juga berperan sangat penting sebagai stabilisasi kualitas lingkungan mitigasi banjir, pengendali erosi tanah, pemelihara pasokan air tanah, penambat karbon, penyejuk dan penyegar udara, pendaur ulang sampah organik, dan pemelihara keanekaragaman hayati. Menurut Agus dan Husein 2005, lahan sawah juga mempunyai fungsi sosial sebagai pemelihara nilai sosial budaya dan daya tarik perdesaan rural amenity. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 165 Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka pemerintah harus segera menetapkan lahan sawah sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai dengan amanat UU No. 41 Tahun 2009. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah yang menjadi acuan pelaksanaan UU tersebut harus segera dirampungkan. Sebagai langkah awal, Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Provinsi NTB 2009-2029 yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Perda No.3 Tahun 2010 harus diimplementasikan secara konsisten. Kawasan peruntukan pertanian harus ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan dengan mematuhi ketentuan pelarangan alih fungsi lahan sawah ke non pertanian sesuai arahan peraturan zonasi untuk kawasan budidaya sesuai dengan Perda No. 3 Tahun 2010 Pasal 59. Dengan demikian, implementasi penetapan luas lahan optimum untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum penduduk secara mandiri dan berkelanjutan sejalan dengan amanat UU No. 41 Tahun 2009 dan Perda tentang RTRW Provinsi NTB 2009-2029, agar kebutuhan dasar yang merupakan hak azasi manusia dapat dijamin ketersediaannya oleh pemerintah bersama masyarakat.

6.2. Strategi Peningkatan Produksi Padi

Sesuai dengan target utama pembangunan pertanian yaitu pencapaian swasembada pangan yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan petani, maka skenario moderat menjadi alternatif yang paling rasional untuk dijalankan. Ada tiga strategi kebijakan yang harus dilaksanakan dalam skenario moderat, yaitu 1 strategi peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum; 2 strategi peningkatan pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup layak petani, dan 3 strategi pengendalian konsumsi beras. Ketiga strategi tersebut dilaksanakan melalui intervensi faktor-faktor kunci yang dapat dijabarkan sebagai berikut: Strategi peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan fisik minimum penduduk menjadi isu yang sangat penting terkait dengan permasalahan pangan pokok lebih dari 95 penduduk. Langkah-langkah strategis yang harus dilaksanakan antara lain:

6.2.1. Pengendalian Konversi Lahan Sawah

Konversi lahan sawah ke non pertanian merupakan ancaman bagi kemandirian pangan, karena bersifat permanen dan multiplikasi. Konversi lahan dapat berjalan secara sistematis dan sporadis menuju ke arah land rent yang