Indeks Pertanaman Padi Kapasitas Produksi Padi

Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 111 Penurunan IP padi sawah di NTB kemungkinan disebabkan oleh: 1 ketersediaan air yang semakin berkurang padahal falsafah petani ”bila ada air pasti menanam padi”; 2 usaha tani padi mendapat saingan dari usaha tani komoditas lain yang memberikan insentif yang lebih baik dalam hal pendapatan maupun kepastian hasil. Hal ini dapat dilihat dari laju peningkatan luas areal komoditas lain dalam periode 2001-2008. Pada tahun 2001 luas areal komoditas selain padi pada lahan sawah tercatat seluas 18.006 ha, meningkat secara signifikan menjadi 38.537 ha pada tahun 2008 atau meningkat 114 atau rata- rata 14,25 tahun -1 . Gambaran penggunaan lahan sawah irigasi teknis untuk komoditas lain selain padi di NTB tahun 2001-2008, disajikan pada Tabel 5.13. Tabel 5.13. Luas panen komoditas utama non padi pada lahan sawah irigasi teknis di NTB 2001-2008 Luas panen komoditas utama non padi pada lahan sawah Tembakau Kacang tanah Bawang merah Bawang putih Cabe Kubis Total Tahun ……………………………ha……………………………….. 2001 21.923 26.498 15.484 887 7.885 230 72.907 2002 17.440 28.175 8.860 753 8.232 397 63.857 2003 23.187 34.039 8.801 668 8.148 453 75.296 2004 23.794 41.020 8.956 488 6.918 428 81.604 2005 22.004 35.214 10.136 655 9.609 355 77.973 2006 22.012 34.860 9.938 799 7.575 435 75.619 2007 28.671 25.488 9.776 569 7.784 365 72.653 2008 31.385 25.541 8.044 256 8.616 432 74.274 Rata-rata 23.802 31.354 9.999 634 8.096 387 74.273 Sumber: BPS NTB 2001-2008 Tabel 5.13. menggambarkan bahwa usaha tani padi mendapat saingan yang cukup besar dari usaha tani komoditas lain, terutama di lahan sawah irigasi teknis. Usaha tani tembakau, baik tembakau rakyat maupun virginia menempati areal sawah rata-rata 23.802 ha tahun -1 baik pada lahan sawah beririgasi teknis setengah teknis maupun tadah hujan pada musim tanam kemarau MK I dan II. Kacang tanah dengan luas areal 31.354 ha tahun -1 sebagian menempati areal lahan sawah irigasi teknis yang ditanam pada MKI atau MK II, sebagian ditanam pada lahan kering yaitu pada musim hujan MH. Kacang tanah banyak diusahakan di wilayah Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah dan Bima. Komoditas lain yang menempati areal sawah irigasi teknis adalah bawang merah yaitu rata-rata 10.000 ha tahun -1 , dominan di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Utara dan Bima; bawang putih Lombok Timur, cabe kecil, cabe Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 112 besar, dan kubis dominan di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Bima yang ditanam pada MK1 dan MK2. Kondisi demikian menjadi tantangan yang cukup berat untuk meningkatkan IP padi sawah pada wilayah basis komoditas tersebut. Peningkatan IP dan pengendalian konversi lahan akan menjadi determinan utama peningkatan luas areal panen, karena potensi lahan yang sesuai untuk perluasan areal sawah baru sudah dimanfaatkan mendekati 100. Peningkatan IP akan dicapai apabila: a ada upaya untuk melaksanakan rehabilitasi dan ekstensifikasi infrastruktur irigasi dan b peningkatan pendapatan petani dari usaha tani padi untuk meningkatkan daya saing terhadap komoditas lain.

5.4.1.4. Perkiraan Kehilangan Produksi Padi

Kehilangan produksi padi diperhitungkan dari 1 kehilangan produksi padi karena kegagalan panen maupun penurunan produktivitas akibat pengaruh iklim, seperti kekeringan, banjir dan serangan organisme pengganggu tanaman, dan 2 kehilangan produksi karean tercecer akibat penanganan panen dan pasca panen yang kurang tepat. Kehilangan produksi padi cukup besar sebagai dampak pengaruh variabilitas iklim yang semakin sulit dipastikan. Kejadian-kejadian ekstrim seperti banjir, kekeringan dan serangan organisme pengganggu tanaman sebagai dampak perubahan iklim semakin sering terjadi dan dengan intensitas yang lebih tinggi. Menurut Kepala Bulog Devisi Regional NTB, luas areal tanaman padi yang mengalami kegagalan panen akibat pengaruh iklim di NTB pada tahun 2008 diperkirakan seluas 48.000 ha, sehingga diputuskan untuk menghentikan pemasukan beras ke Bali dan NTT. Estimasi kehilangan produksi akibat puso tersebut sebesar 244.000 ton tahun -1 . Lebih lanjut Kepala Dinas Pertanian NTB menyatakan bahwa pada tahun 2009 areal tanaman padi sawah yang mengalami puso di NTB seluas 6.424 ha dan areal padi ladang seluas 17.255 ha, yang mengakibatkan kehilangan produksi padi sebanyak 95.115 ton. Pada sisi lain, kehilangan hasil panen padi diperkirakan cukup tinggi di NTB. Berdasarkan data BPS 1996 kehilangan hasil panen di Indonesia mencapai 20,42, dengan rincian: kehilangan saat panen 9,5, perontokan 4,8, penggilingan 2,2, pengeringan 2,1, penyimpanan 1,6 dan pengangkutan 0,2. Hasil penelitian Balai Besar Pasca Panen tahun 2006 menunjukkan angka kehilangan hasil pascapanen padi di lahan irigasi dan tadah hujan berkisar 10,93 – 13,04 Anonim, 2006. Kehilangan hasil panen dapat Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 113 ditekan melalui penerapan model pengelolaan tanaman padi terpadu PTT, dapat menekan kehilangan hasil rata-rata 2,4 tahun -1 Badan Litbang Pertanian, 2005a. Penerapan panen beregu dapat menekan kehilangan hasil panen sekitar 13,1 - 18,6 menjadi 3,8.

5.4.2. Kebutuhan Konsumsi

Proyeksi kebutuhan padi didasarkan pada jumlah penduduk, konsumsi kapita -1 tahun -1 , kebutuhan agroindustri, jumlah cadangan pemerintah, kebutuhan benih padi dan jumlah ekspor atau transfer. Kebutuhan konsumsi beras penduduk Indonesia rata-rata adalah sebesar 139,15 kg kapita -1 tahun -1 Nainggolan, 2008, Firdaus et al., 2008, BKP, 2009. Sedangkan kebutuhan agroindustri diperkirakan 23,5 dari kebutuhan konsumsi penduduk, cadanganstock pemerintah 10 dari total kebutuhan konsumsi, kebutuhan benih padi sawah 25-50 kg ha -1 serta kebutuhan untuk ekspor atau transfer ke daerah lain yang terdekat. Kelebihan stock beras NTB biasanya ditranfer untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras wilayah yang terdekat, diantaranya ke provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur. Konversi gabah kering giling GKG ke beras rendemen rata-rata 1:0,63 yang dipengaruhi oleh jenis dan kondisi alat penggilingan dan kualitas gabah Badan Litbang Pertanian, 2005b. Menurut Thahir 2009, rendemen beras giling milling recovery adalah persentase bobotbobot beras giling yang dapat diperoleh dari sejumlah gabah bernas, dalam keadaan bersih, tidak mengandung gabah hampa dan kotoran pada kadar air 14. Selain rendemen dikenal juga istilah rasio penggilingan milling ratio, yang maksudnya adalah persentase beras giling yang dapat diperoleh bobotbobot dari sejumlah gabah yang digiling dengan kondisi mutu tertentu. Data rendemen beras sering disebutkan untuk memberi gambaran produksi beras, namun tidak jelas mutu gabah yang dijadikan acuan. Hasil survei Sudaryono et al.2005 di Jawa Barat menunjukkan bahwa rasio penggilingan dari tiga unit penggilingan padi rata-rata 65,96, dan setelah dikonversi ternyata setara dengan rendemen giling 68,29. Hasil penelitian rendemen beras yang berasal dari penggilingan padi skala besar, menengah, dan kecil masing-masing sebesar 61,5, 59,7, dan 55,7 dengan koefisien variasi CV masing-masing sebesar 6,65, 10,89, dan 7,96 Tjahjohutomo et al., 2004. Nilai koefisien variasi ini memberi gambaran bahwa ketiga rendemen beras tersebut berpeluang berada dalam kisaran yang