Kondisi Sosial Ekonomi GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 55 sebagai daerah dengan IPM dengan skor 63,74, sehingga ranking secara nasional berada pada urutan ke 32 dari 33 provinsi atau setingkat di atas Papua RPJMD NTB, 2009-2013. Tabel 3.5. Persentase penduduk NTB usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan tahun 2008. Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Rata-Rata Tingkat Pendidikan ……………………...........................  TidakBelum Pernah Sekolah 10,35 20,03 15,19  TidakBelum Tamat SD 25,97 21,53 23,75  SDMI 24,95 24,93 24,94  SLTPMTs 15,47 14,02 14,75  SLTAMA 16,47 11,54 14,01  AkademiDiploma 1,93 1,44 1,69  Universitas 4,86 6,51 5,69 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS NTB, 2009 Ditinjau dari mata pencaharian penduduk NTB hingga saat ini masih didominasi oleh sektor pertanian, akan tetapi dalam kurun waktu 2004-2008 menunjukkan kecenderungan menurun, sementara pada sektor lain meningkat, ditunjukkan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Sumber mata pencaharian penduduk NTB menurut sektor 2004-2008 Angkatan Kerja Perubahan Sektor 2004 2006 2008 2004-2006 2006-2008 1. Pertanian 50,94 46,90 45,50 -7,92 -2,99 2. Pertambangan dan Penggalian 1,47 2,30 2,18 56,88 -5,17 3. Industri 10,40 10,42 11,02 0,16 5,76 4. Listrik, Gas dan Air 0,15 0,05 0,25 -63,12 361,73 5. Konstruksi 4,40 3,05 5,09 -30,68 66,99 6. Perdagangan 15,62 19,16 17,14 22,68 -10,55 7. Angkutan dan Komunikasi 5,68 5,31 6,44 -6,53 21,25 8. Keuangan 0,46 0,71 0,85 52,30 20,12 9. Jasa 10,88 12,09 11,53 11,10 -4,65 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS NTB 2001-2008, diolah 2010. Tabel 3.6 memperlihatkan bahwa pada periode 2004-2008 terjadi perubahan atau pergeseran sumber mata pencaharian penduduk di sektor pertanian. Pada periode 2004 jumlah penduduk NTB yang bekerja di sektor pertanian mencapai 50,94, pada tahun 2006 turun menjadi 46,90 atau turun 7,92, dan pada tahun 2008 menjadi 45,50 atau terjadi penurunan 2,99. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 56 Pada sektor lain secara agregat terjadi peningkatan yang cukup signifikan, misalnya sektor perdagangan meningkat 22,68 2004-2006, meskipun terjadi penurunan 10,55 2006-2008. Sektor industri meningkat 5,96, sektor jasa meningkat 5,97, dan sektor perdagangan meningkat 9,73. Jumlah penduduk miskin di NTB hingga saat ini masih cukup tinggi. Meskipun telah menunjukkan penrurunan dalam 10 tahun terakhir, akan tetapi penurunannya berjalan sangat lambat seperti ditunjukkan Gambar 3.7. 3 ,8 1 3 ,8 6 3 ,9 3 4 ,0 1 4 ,0 8 4 ,1 4 4 ,2 6 4 ,2 9 4 ,3 6 4 ,5 2 8 ,1 3 3 ,4 3 2 9 ,1 4 2 6 ,3 3 2 5 ,3 1 2 7 ,4 3 2 7 ,1 6 2 6 ,0 6 2 4 ,7 6 2 3 ,3 7 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Populasi Penduduk Juta Jiwa Penduduk Miskin Gambar 3.7. Perkembangan jumlah penduduk dan persentase penduduk miskin di NTB tahun 2000-2009 Gambar 3.7. memperlihatkan fluktuasi penduduk miskin yang masih tinggi dengan kecenderungan penurunan yang lambat. Pada tahun 2000, jumlah penduduk miskin mencapai 28,13, kemudian turun menjadi 25,31 pada tahun 2004, dan menurun menjadi 23,37 pada tahun 2009. Meskipun persentase penduduk miskin menunjukkan angka yang menurun, akan tetapi secara absolut jumlah penduduk miskin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Berdasarkan indeks kedalaman kemiskinan per provinsi tahun 2004, NTB tergolong salah satu provinsi dengan indeks kedalaman kemiskinan terburuk ke enam di Indonesia dengan nilai indeks 4,35 jauh dari rata-rata nasional 2,89. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 57

IV. METODOLOGI

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Provinsi NTB, mulai April sampai dengan Desember 2010. Provinsi NTB adalah salah satu wilayah penyumbang beras nasional. Ditinjau dari luas lahan sawah yang tersedia saat ini provinsi NTB mempunyai peluang berswasembada beras setidaknya untuk 25 tahun ke depan. Keberhasilan NTB dalam mencapai swasembada beras saat ini dapat dilihat dari neraca produksi dan konsumsi padi periode 2001-2008 yang mengalami surplus. Hal ini menjadi pertimbangan pemilihan NTB sebagai lokasi penelitian. Provinsi NTB didominasi oleh wilayah beriklim kering yang memiliki karakteristik spesifik yang membedakannya dengan wilayah lain, seperti Jawa dan Sumatera yang umumnya beriklim basah. Sistem pertanian di wilayah beriklim kering memiliki kendala ekologis dengan tingkat resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah beriklim basah. Fenomena variabilitas dan perubahan iklim di wilayah beriklim kering secara langsung mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam mencapai target produksi padi. Anomali iklim El-Nino dan La-Nina menyebabkan kejadian-kejadian ekstrim seperti kekeringan dan banjir cenderung meningkat baik frekuensi maupun intensitasnya. Perubahan iklim juga menyebabkan pergeseran dan perubahan pola curah hujan dan musim yang dapat mengacaukan musim dan pola tanam serta luas areal tanam dan panen padi di NTB. Ketersediaan sumber daya lahan di NTB menunjukkan kecenderungan yang semakin langka, baik luas maupun kualitasnya dan sering menimbulkan konflik dalam penggunaannya. Hal ini disebabkan karena laju konversi lahan sawah untuk penggunaan nonpertanian relatif tinggi, yaitu sekitar 4,07 tahun -1 . Kondisi ini dihawatirkan terus berlanjut sehingga sampai ke suatu titik dimana luas lahan sawah di NTB tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan secara domestik. Pada sisi lain, potensi lahan yang sesuai untuk sawah telah dimanfaatkan mendekati 100. Bagi wilayah dengan sumber daya air yang terbatas seperti NTB peranan luas lahan sangat penting untuk meningkatkan kapasitas produksi padi sawah. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi dan adaptasi agar produksi padi tidak mengalami penurunan yang signifikan. Penelitian ini menganalisis potensi, kendala dan peluang dari berbagai Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 58 dimensi sistem produksi padi sawah agar fungsi NTB sebagai lumbung pangan nasional dapat dipertahankan.

4.2. Rancangan Penelitian Cakupan kegiatan penelitian.

Penelitian ini bersifat makro pada agregasi provinsi NTB. Pengambilan data primer dilakukan pada tingkat usaha tani padi sawah di tiga wilayah Kabupaten yang mewakili karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang dominan di NTB. Menurut Simatupang 2007, untuk tujuan analisis kebijakan, isu ketahanan pangan dapat dikaji pada tingkat agregasi: rumah tangga dan regional kabupaten, provinsi, dan nasional. Untuk mencapai output yang diharapkan, secara garis besar kegiatan penelitian mencakup lima kegiatan pokok, yaitu: 1 analisis pendapatan dan optimasi usaha tani padi sawah pada tipologi lahan sawah irigasi teknis, semi teknis dan tadah hujan; 2 analisis KHL dan menentukan kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL petani; 3 analisis kapasitas produksi dan kebutuhan konsumsi padi; 4 penilaian indeks dan status keberlanjutan sistem produksi padi sawah, dan 5 penyusunan model dan alternatif skenario penetapan luas lahan optimum usaha tani padi sawah. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang atau galengan Mustofa, 2000. Dapt pula didefinisikan sebagai tipe penggunaan lahan yang dalam pengelolaannya memerlukan genangan air, permukaan lahan datar dan dibatasi pematang untuk menahan air. Berdasarkan sumber airnya, dikenal tiga tipologi lahan sawah, yaitu 1 sawah irigasi teknis, yaitu lahan sawah yang airnya bersumber dari jaringan irigasi permanen, sehingga memungkinkan mendapatkan air pengairan sepanjang tahun dan dapat ditanami padi tiga kali dalam setahun, 2 sawah irigasi setengah teknis adalah lahan sawah yang airnya bersumber dari jaringan irigasi semi permanen atau irigasi sederhana, sehingga memungkinkan dapat ditanami padi dua kali dalam setahun, 3 sawah tadah hujan yaitu lahan sawah yang sumber airnya tergantung dari curah hujan sehingga pada umumnya hanya dapat ditanami padi satu kali dalam setahun. Cakupan Lokasi : Pengumpulan data primer dilaksanakan di tiga wilayah penelitian yang mewakili karakteristik provinsi NTB, yaitu Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Bima, disajikan pada peta Gambar 4.1.