Optimasi Usaha Tani Padi Sawah

Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 95 Tabel 5.3. Matriks input-output program linier usaha tani padi sawah di tiga lokasi penelitian tahun 2010 Lokasi ke-j dan parameter ke-i Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Variabel ke-i Baris j n=45 n=43 n=45 Nilai Pembatas RHS Fungsi Tujuan: Z X 1 X 2 X 3 Maksimumkan pendapatan Rp.juta ha -1 tahun -1 1 16,62 15,71 13,73 Fungsi Kendala Koefisien peubah  Produktivitas kw ha -1 2 53,90 51,89 43,33 ≥ 59,00  Nilai penerimaan Rp.juta ha -1 tahun -1 3 23,78 26,06 22,07 ≥ 25,00  Biaya tenaga kerja Rp.juta ha -1 tahun -1 4 5,10 8,10 5,57 ≤ 8,10  Biaya sarana produksi Rp.juta ha -1 tahun -1 5 2,06 2,25 2,77 ≤ 2,77  Total biaya usaha tani Rp.juta ha -1 tahun -1 6 7,17 10,35 8,34 ≤ 10,35 Keterangan: n = responden, RHS = righthand side nilai pembatas ruas kanan, notasi ≤ pembatas; ≥ syarat. Tabel 5.3. menjelaskan variabel keputusan X 1 , X 2 dan X 3 masing-masing dengan parameternya. Fungsi tujuan adalah memaksimumkan pendapatan usaha tani padi sawah terhadap pengelolaan X 1 , X 2 dan X 3 masing-masing mewakili aktivitaspengelolaan usaha tani di Kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat lima kendala pembatas, yaitu kendala produktivitas a 1 , nilai penerimaan usaha tani a 2 , biaya tenaga kerja a 3 , biaya sarana produksi a 4 dan total biaya usaha tani a 5 . Ukuran performansi kritis terhadap permasalahan tersebut bahwa produktivitas padi sawah harus lebih besar dari 59,00 kw ha -1 produktivitas padi tertinggi di Indonesia dan nilai penerimaan harus dimaksimalkan lebih besar dari Rp. 25.000.000,- ha -1 tahun -1 , sedangkan biaya tenaga kerja, biaya sarana produksi dan total biaya usaha tani harus diminimumkan atau lebih rendah dari biaya rata-rata yang dikeluarkan petani saat ini. Penyelesaian optimasi model linier programming berdasarkan matriks Tabel 5.3 dengan persamaan 3 dilakukan dengan menggunakan program LINDO, sebagai berikut: Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 96 Fungsi tujuan: MAX 16,62X 1 + 15,71X 2 + 13,73X 3 Fungsi kendala: 53,90X 1 + 51,89X 2 + 43,33X 3 ≥ 59,00 23,78X 1 + 26,06X 2 + 22,07X 3 ≥ 25,00 5,10X 1 + 8,10X 2 + 5,57X 3 ≤ 8,10 2,06X 1 + 2,25X 2 + 2,77X 3 ≤ 2,77 7,17X 1 + 10,35X 2 + 8,34X 3 ≤ 10,35 X 1 , X 2 , X 3 ≥ 0 Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai fungsi tujuan memaksimumkan pendapatan usaha tani padi sawah yang diperoleh sebesar Rp.22.348.250 ha -1 tahun -1 , dengan nilai optimal variabel keputusan X 1 =1,34. Interpretasi dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa kondisi optimal dicapai dengan pengelolaan usaha tani yang dilakukan petani di Kabupaten Lombok Tengah. Nilai optimal variabel keputusan yang lebih besar dari 0 maka penurunan nilai parameter tidak akan merubah nilai optimal variabel. Sebaliknya pengelolaan usaha tani padi sawah yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Sumbawa Barat dan Bima tidak optimal X 2 dan X 3 = 0, yang berarti penurunan nilai parameter akan merubah nilai variabel. Petani di kedua lokasi tersebut disarankan untuk menurunkan biaya produksi atau meningkatkan produksinya agar mencapai kondisi optimal. Petani di Kabupaten Sumbawa Barat telah berupaya meningkatkan produksi usaha taninya dengan tingkat produktivitas mencapai 51,89 kw ha -1 atau lebih tinggi dari produktivitas padi sawah rata-rata NTB tahun 2009. Permasalahan yang dihadapi adalah biaya tenaga kerja yang terlalu tinggi dibandingkan dengan biaya tenaga kerja di Lombok Tengah maupun Bima. Sebaliknya petani di Kabupaten Bima telah berupaya menekan biaya tenaga kerja, sehingga pengelolaan usaha taninya tidak mencapai optimal, hal ini dapat dilihat dari rendahnya produktivitas yang diperoleh, yaitu rata-rata 43,33 kw ha -1 . Dalam penyelesaian masalah optimal dengan menggunakan model linier programming kedua kasus tersebut dianggap sebagai pemborosan sumber daya, sehingga disarankan untuk diturunkan atau diminimumkan. Dari lima kendala pembatas, empat di antaranya merupakan kendala tidak aktif, artinya perubahan nilai pembatas pada ruas kanan RHS, tidak akan merubah nilai fungsi tujuan. Hal ini ditandai dengan dual prices kendala tersebut bernilai nol. Kendala yang tidak aktif tersebut meliputi kendala produktivitas, nilai Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 97 penerimaan, biaya tenaga kerja dan total biaya usaha tani. Sebaliknya kendala pembatas biaya sarana produksi merupakan kendala yang aktif, artinya perubahan nilai kendala pembatas pada ruas kanan dapat mempengaruhi nilai fungsi tujuan sebesar nilai dual pricesnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan atau pengurangan biaya sarana produksi akan berdampak pada perubahan nilai pendapatan usaha tani. Dapat pula diartikan bahwa seluruh kapasitas sarana produksi yang ada telah digunakan untuk menghasilkan X 1 = 1,34, X 2 dan X 3 = 0. Hasil analisis sensitivitas memperlihatkan bahwa parameter keuntungan terhadap pengelolaan usaha tani padi sawah yang dilakukan petani di Kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima dinaikkan berturut-turut tidak terbatas, Rp.2.442.900 dan Rp.8.618.250 ha -1 tahun -1 tidak akan menyebabkan nilai optimal berubah. Sebaliknya apabila parameter X 1 diturunkan sebesar Rp.2.236.600 ha -1 tahun -1 , sedangkan X 2 dan X 3 diturunkan tidak terbatas, juga tidak akan menyebabkan nilai optimal variabel keputusan berubah. Validitas nilai dual prices seluruh kendala dijamin pada interval sebagai berikut: 1 nilai pembatas kendala produktivitas dinaikkan 29,14 kw ha -1 atau diturunkan tidak terbatas; 2 nilai pembatas kendala penerimaan dinaikkan sebesar Rp.9.906.000 ha -1 tahun -1 atau diturunkan tidak terbatas; 3 peningkatan nilai pembatas kendala tenaga kerja tidak terbatas atau diturunkan sebesar Rp.1.242.230 ha -1 tahun -1 4 peningkatan nilai pembatas kendala sarana produksi sebesar Rp.203.640 ha -1 tahun -1 atau diturunkan sebesar Rp.858.130; ha -1 tahun -1 dan 5 peningkatan nilai pembatas kendala biaya usaha tani tidak terbatas atau diturunkan sebesar Rp.708.780 ha -1 tahun -1 . Penyelesaian optimasi model Goal Programming persamaan 4 dengan fungsi tujuan adalah meminimumkan penyimpangan hasil terhadap sasaran- sasaran yang dikehendaki dalam sistem usaha tani padi sawah pada pengelolaan X 1 , X 2 dan X 3 . Untuk mencapai tujuan tersebut ditentukan enam kendala sasaran, yaitu pendapatan usaha tani a 1 , produktivitas a 2 , nilai penerimaan usaha tani a 3 , biaya tenaga kerja a 4 , biaya sarana produksi a 5 dan total biaya usaha tani a 6 . Penyelesaian masalah optimasi dalam Goal Programming dilakukan dengan menggunakan program LINDO sebagai berikut: Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 98 Fungsi tujuan: MIN DA 11 +DB 11 +DA 12 +DB 12 +DA 13 +DB 13 +DA 21 +DB 21 +DA 22 +DB 22 + DA 23 + DB 23 +DA 31 +DB 31 +DA 32 +DB 32 +DA 33 +DB 33 +DA 41 +DB 41 +DA 42 +DB 42 + DA 43 +DB 43 +DA 51 +DB 51 +DA 52 +DB 52 +DA 53 +DB 53 +DA 61 +DB 61 +DA 62 + DB 62 + DA 63 +DB 63 Fungsi kendala: 16,62X 1 + 15,71X 2 + 13,73X 3 + DA 11 +DA 12 +DA 13 - DB 11 -DB 12 -DB 13 = 16,62 53,90X 1 + 51,89X 2 + 43,33X 3 + DA 21 +DA 22 +DA 23 - DB 21 -DB 22 -DB 23 = 53,90 23,78X 1 + 26,06X 2 + 22,07X 3 + DA 31 +DA 32 +DA 33 - DB 31 -DB 32 -DB 33 = 26,06 5,10X 1 + 8,10X 2 + 5,57X 3 + DA 41 +DA 42 +DA 43 - DB 41 -DB 42 -DB 43 = 5,10 2,06X 1 + 2,25X 2 + 2,77X 3 + DA 51 +DA 52 +DA 53 - DB 51 -DB 52 -DB 53 = 2,06 7,17X 1 + 10,35X 2 + 8,34X 3 + DA 61 +DA 62 +DA 63 - DB 61 -DB 62 -DB 63 = 7,17 X 1 , X 2 , X 3 , DAi, DBi 0 Semua parameter dari variabel X dalam satuan Rp. juta ha -1 tahun -1 , kecuali produktivitas kendala sasaran kedua dengan satuan kw ha -1 . Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai fungsi tujuan meminimumkan deviasional sebesar Rp. 2. 280.000 ha -1 tahun -1 , yang dapat diartikan sebagai peningkatan efisiensi usaha tani padi sawah. Nilai penyimpangan positif DAi dan nilai penyimpangan negatif DBi dari seluruh kendala sasaran bernilai nol kecuali kendala sasaran produktivitas pada pengelolaan usaha tani di Kabupaten Lombok Tengah DA 21 0 atau DA 21 =1 berarti bahwa peminimuman penyimpangan di atas bi terlampaui sebesar 1 kw ha -1 . Sebaliknya, kendala sasaran biaya tenaga kerja pada pengelolaan usaha tani di Kabupaten Bima DB 43 0 atau DB 43 =2,28 berarti peminimuman penyimpangan di bawah bi tidak tercapai. Kendala sasaran pendapatan, produktivitas, nilai penerimaan, biaya sarana produksi dan total biaya pada pengelolaan usaha tani di tiga lokasi penelitian bernilai nol, yang berarti bahwa peminimuman penyimpangan pada kendala sasaran tersebut telah mencapai sasaran yang optimal, sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh kapasitas sumber daya yang tersedia telah didayagunakan secara maksimal. Perubahan nilai ruas kanan dari setiap kendala sasaran yang mempengaruhi nilai fungsi tujuan dapat dilihat dari nilai slack atau surplus dan nilai dual prices. Kendala-kendala pendapatan, nilai produksi dan biaya tenaga kerja Lombok Tengah dan biaya tenaga kerja Bima merupakan kendala tidak aktif yang berarti perubahan nilai ruas kanan pada kendala-kendala tersebut Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 99 tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan, yang diindikasikan dari dual prices pada kendala-kendala tersebut bernilai nol. Sebaliknya kendala produktivitas dan nilai penerimaan usaha tani di Kabupaten Lombok Tengah sebagai kendala aktif yang ditandai dengan nilai duel pricesnya yang lebih besar dari nol. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan pada nilai kendala sasaran ruas kanan dari persamaan kendala tersebut akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Hal ini berarti bahwa peningkatan produktivitas dan nilai penerimaan maupun penurunan nilai keduanya akan mempengaruhi pendapatan usaha tani padi sawah. Terdapat kelebihan surplus pada kendala nilai penerimaan di Kabupaten Sumbawa Barat sebesar Rp.1.000.000 ha -1 tahun -1 dan kelebihan pada biaya tenaga kerja di Kabupaten Bima sebesar Rp.2.800.000 ha -1 tahun -1 . Sebaliknya, seluruh kapasitas kendala selain kendala yang disebutkan di atas baik di Kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa Barat maupun di Kabupaten Bima telah didayagunakan secara maksimal untuk menghasilkan variabel keputusan X 1 =1,34 dan X 2 dan X 3 = 0. Berdasarkan hasil analisis optimasi tersebut dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut: 1 pengelolaan usaha tani padi sawah yang paling optimal dari ketiga kelompok pengelolaan tersebut adalah yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Lombok Tengah dengan nilai fungsi tujuan memaksimumkan pendapatan sebesar Rp.22.348.250 ha -1 tahun -1 , 2 pengelolaan usaha tani yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Sumbawa Barat dapat mencapai optimal melalui dua opsi, yaitu meningkatkan produktivitas padi ≥ 53,90 kw ha -1 dengan perbaikan teknologi atau menurunkan biaya usaha tani ≤ Rp.7.170.000 ha -1 tahun -1 melalui efisiensi biaya tenaga kerja 3 pengelolaan usaha tani yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Bima akan mencapai optimal melalui peningkatan produktivitas ≥ 53,90 kw ha -1 dengan menerapkan teknologi yang lebih baik dari kondisi sekarang, antara lain penggunaan benih unggul bermutu dan bersertifikat serta peningkatan keterampilan petani dalam pengelolaan usaha taninya, 4 optimasi usaha tani untuk meningkatkan pendapatan dapat pula dilakukan melalui a peningkatan nilai tambah dengan tunda jual gabah, yaitu menjual gabah dalam bentuk gabah kering giling GKG bukan dalam bentuk gabah kering panen GKP atau penjualan hasil dalam bentuk beras, b peningkatan efisiensi usaha tani melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 100 lokal, seperti tenaga keluarga dan penggunaan sisa tanaman dan kotoran ternak sebagai pupuk guna mengurangi penggunaan pupuk kimia.

5.3. Kebutuhan Hidup Layak Petani

Keluarga tani dinyatakan hidup layak jika telah memenuhi kebutuhan hidup layak KHL meliputi pangan, papan, pakaian, pendidikan, kesehatan, rekreasi, kegiatan sosial dan tabungan. Menurut Sinukaban 2007, jumlah pendapatan bersih yang harus diperoleh keluarga tani untuk dapat hidup layak minimal setara beras 800 kg kapita -1 tahun -1 yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik minimal KFM 320 kg, kebutuhan kesehatan dan rekreasi 160 kg; kebutuhan pendidikan 160 kg, dan kebutuhan sosial, asuransi, dan lain-lain 160 kg. Hasil perhitungan KHL petani di NTB, disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Kebutuhan hidup layak KHL petani di NTB tahun 2010 1 Uraian Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Rata- Rata • Pengeluaran setara beras kg -1 kapita -1 th -1 2 800 800 800 800 • Harga beras kg -1 4.475 4.625 4.400 4.500 • Jumlah ART KK -1 3 3,51 3,73 3,77 3,67 KHL Rp.jt KK -1 tahun -1 12,566 13,801 13,270 13,212 Sumber: Data primer Keterangan: 1 dimodifikasi dari Monde, 2008 2 KFM 320 kg, pendidikan 160 kg, kesehatan 160 kg, dan sosial 160 kg 3 jumlah anggota rumah tangga KK -1 BPS, 2009. Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa KHL petani tertinggi di Sumbawa Barat, disusul Bima dan yang terendah di Lombok Tengah. Besarnya KHL ditentukan oleh harga beras rata-rata kg -1 dan jumlah anggota rumah tangga KK -1 . KHL petani rata-rata sebesar Rp.13.212.000 KK -1 tahun -1 . Harga beras antar waktu dan antar wilayah sangat bervariasi, yaitu berkisar Rp. 3.800 – Rp. 6.500 kg -1 . Harga beras terendah terjadi pada saat panen raya yang berlangsung sangat singkat dan harga tertinggi terjadi ketika petani sudah tidak memiliki stok beras yang berlangsung dalam jangka panjang hingga musim panen berikutnya. Ketidakstabilan harga beras sangat sensitif terhadap pemenuhan KHL petani. Harga beras di Sumbawa Barat relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Lombok Tengah dan Bima. Sumbawa Barat merupakan pusat pertambangan PT. Newmont dimana tingkat pendapatan masyarakat relatif lebih tinggi dan hal ini mewarnai harga kebutuhan pokok sehari-hari di wilayah tersebut. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 101 Jumlah anggota keluarga juga menjadi faktor penentu besarnya KHL yang harus dipenuhi. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa penduduk dengan tingkat pendidikan yang rendah rata-rata memiliki anggota keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Petani yang tinggal di wilayah perdesaan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah diduga kuat memiliki jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan. Hasil survei di tiga kabupaten memperkuat dugaan tersebut, dimana ditemukan bahwa rata- rata jumlah anggota rumah tangga petani responden adalah 4,3 org KK -1 . Jumlah pendapatan petani dari usaha tani padi pada lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis dan tadah hujan di tiga lokasi penelitian Tabel 5.1, dan luas penguasaan lahan luas lahan garapan saat ini dapat digunakan untuk menghitung kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL petani. Rata-rata luas lahan garapan petani saat ini pada tipologi lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis dan tadah hujan di tiga wilayah penelitian yang dihitung berdasarkan rasio luas baku sawah dan jumlah petani ditunjukkan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Luas lahan garapan petani saat ini pada tiga tipologi lahan sawah di tiga lokasi penelitian. Luas lahan garapan ha KK -1 Tipologi Lahan Sawah Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Rerata  Irigasi teknis 0,31 0,62 0,62 0,40  Irigasi 12 teknis 0,37 1,06 0,61 0,46  Tadah hujan 0,45 0,84 0,97 0,63 Rerata lokasi 0,36 0,77 0,74 0,48 Sumber: Data Primer Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa rata-rata luas lahan yang dikelola oleh petani saat ini pada tipologi lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis dan tadah hujan berturut-turut 0,40 ha, 0,46 ha dan 0,63 ha KK -1 . Sedangkan berdasarkan lokasi adalah 0,36 ha, 0,77 ha dan 0,74 ha KK -1 berturut-turut untuk wilayah Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima. Dengan demikian, besarnya kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL petani pada tiga tipologi lahan sawah di tiga lokasi penelitian, diperlihatkan pada Tabel 5.6.