Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
114 sama. Pada sisi lain, kandungan beras kepala dan beras patah dari penggilingan
padi skala besar, menengah, dan kecil berada dalam kisaran yang sama, masing-masing 70-90 dan 16-28 Thahir et al., 2006.
Hasil analisis
berdasarkan data
dan informasi
aktual 2001-2008
menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi padi NTB, masih dapat dipenuhi dari produksi domestik. Laju peningkatan kebutuhan konsumsi masih dapat diimbangi
oleh laju peningkatan produksi, hal ini dapat dilihat dari neraca produksi dan konsumsi, pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Neraca produksi dan kebutuhan konsumsi padi NTB 2001-2008 Gambar 5.1. memperlihatkan bahwa produksi padi NTB delapan tahun
terakhir mengalami surplus yang cenderung semakin besar. Keberhasilan surplus produksi tersebut karena masih tersedia potensi lahan untuk perluasan
areal menggantikan lahan terkonversi sehingga mampu meningkatkan produksi. Disamping itu peningkatan produksi juga disebabkan oleh peningkatan
produktivitas padi yang signifikan pada tahun 2008, dari 48,71 kw ha
-1
pada tahun 2007 menjadi 50,85 kw ha
-1
atau meningkat sebesar 4,4. Diperkirakan peningkatan produktivitas padi tersebut merupakan salah dampak dari program
Peningkatan Produksi Beras Nasional P2BN dengan memberikan bantuan benih langsung BBL kepada petani.
Derajat kemandirian pangan NTB pada tahun 2001-2008 berada pada kisaran 106 -120. Pada tahun 2001 terjadi surplus sekitar 15.600 ton
meningkat menjadi 56.200 ton pada tahun 2008. Kelebihan tersebut dapat ditransfer ke daerah lain, sehingga NTB dapat eksis sebagai salah satu lumbung
pangan nasional.
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
115
5.5. Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Produksi Padi Sawah
Penentuan indeks dan status keberlanjutan sistem produksi padi sawah di NTB merupakan langkah yang sangat penting untuk memperoleh gambaran
menyeluruh mengenai kondisi saat ini existing condition. Pemahaman yang mendalam mengenai kondisi eksisting serta faktor-faktor yang berpengaruh akan
memudahkan dalam perumusan kebijakan atau perencanaan program. Hasil penilaian atribut yang dilakukan oleh pakar menunjukkan bahwa
terdapat 57 atribut atau faktor yang mempunyai hubungan keterkaitan timbal balik yang dapat mempengaruhi setiap dimensi sistem produksi padi sawah di
NTB, yaitu 11 atribut mempengaruhi dimensi ekologi, 13 atribut berpengaruh terhadap dimensi ekonomi, 11 atribut berpengaruh terhadap dimensi sosial, 9
atribut berpengaruh terhadap dimensi kebijakan dan kelembagaan, serta 13 atribut berpengaruh terhadap dimensi teknologi dan infrastruktur.
Hasil analisis indeks dan status keberlanjutan setiap dimensi sistem produksi padi sawah yang dilakukan dengan menggunakan teknik ordinasi Rap-
Sisprodi dengan metode MDS diuraikan secara rinci di bawah ini.
5.5.1. Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Hasil analisis ordinasi Rap-Sisprodi terhadap 11 atribut yang berpengaruh terhadap dimensi ekologi menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi
ekologi adalah 58,54. Nilai tersebut berada pada selang 50,01-75,00 skala keberlanjutan dengan status cukup berkelanjutan, ditunjukkan oleh Gambar 5.2.
RAPSISPRODI Ordination
58,54 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
-20 20
40 60
80 100
120
Ecological Sustainability O
th e
r D
is ti
n g
is h
in g
F e
a tu
re s
Real Ecological References
Anchors
RAPSISPRODI Ordination
58,54 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
-20 20
40 60
80 100
120
Ecological Sustainability O
th e
r D
is ti
n g
is h
in g
F e
a tu
re s
Real Ecological References
Anchors
Gambar 5.2. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekologi
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
116 Analisis leverage terhadap 11 atribut dimensi ekologi diperoleh empat
atribut yang sensitif, yaitu luas baku sawah, kondisi iklim, luas hutan, sumber dan debit air, ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Luas baku sawah merupakan salah satu determinan utama kapasitas produksi padi, sehingga eksistensinya perlu dipertahankan. Dalam 10 tahun
terakhir luas baku sawah mengalami peningkatan rata-rata 0,97 tahun
-1
. Hal ini dimungkinkan apabila potensi lahan sawah masih tersedia.
Leverage of Ecological Attributes
1,86 0,24
0,03 0,13
0,21 0,20
3,18 0,31
2,39 0,78
1,67
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0 3,5
Luas Hutan Luas areal padi sawah kekeringan
Potensi lahan sawah Kesesuaian Lahan
Kesuburan lahan Luas areal terserang OPT
Luas Baku Sawah Perluasan Areal
Kondisi iklim Areal Banjir
Sumber dan debit air
A tt
ri b
u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Leverage of Ecological Attributes
1,86 0,24
0,03 0,13
0,21 0,20
3,18 0,31
2,39 0,78
1,67
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0 3,5
Luas Hutan Luas areal padi sawah kekeringan
Potensi lahan sawah Kesesuaian Lahan
Kesuburan lahan Luas areal terserang OPT
Luas Baku Sawah Perluasan Areal
Kondisi iklim Areal Banjir
Sumber dan debit air
A tt
ri b
u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 5.3. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekologi yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square RMS skala keberlanjutan 0 -100.
Kondisi iklim berperan sangat dominan di wilayah beriklim kering seperti di NTB, sehingga mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi. Kemampuan
mitigasi, antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim akan menjadi faktor penentu keberhasilan sistem produksi padi. Dampak langsung dari perubahan
iklim terhadap
sistem produksi
padi adalah
menurunkan produktivitas,
meningkatnya kehilangan hasil panen yang disebabkan meningkatnya frekuensi maupun intensitas kejadian banjir dan kekeringan, serta meningkatnya serangan
organisme pengganggu tanaman Las, 2007. Kondisi hutan yang baik meskipun secara langsung tidak berpengaruh
terhadap sistem produksi padi, akan tetapi sangat erat kaitannya dengan kemampuan resapan air cachment area yang dapat mempengaruhi sumber
mata air serta debitnya untuk mendukung sistem produksi padi.