Produksi dan Produktivitas Padi Sawah
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
21 kenaikan permintaan. Produktivitas dari total faktor produksi juga turun, yang
menandakan bahwa untuk memperoleh tingkat produksi yang sama diperlukan input lebih besar atau penambahan input tidak proporsional dengan kenaikan
hasil tidak efisien. Pilot percontohan Sistem Usaha Tani Padi Berwawasan Agribisnis
SUTPA tahun 1995-1997 di 14 provinsi dimotori oleh Badan Litbang Pertanian. Teknologi yang diintroduksi meliputi VUB Memberamo dan Cibodas serta
teknologi hemat tenaga kerja melalui sistem tanam benih langsung, pemupukan spesifik lokasi, dan penggunaan alat tanam benih langsung Adnyana, 1997.
Pada tahun 2002 digulirkan model Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu P3T yang terdiri atas pilot percontohan penerapan ”Pengelolaan Tanaman
Terpadu PTT” di 26 kabupaten dan Sistem Integrasi Padi-Ternak SIPT di 20 kabupaten. Model usaha tani dan paket teknologi serta pola pengembangannya
ditetapkan berdasarkan karakteristik dan kebutuhan wilayah serta disesuaikan dengan kebutuhan pasar sehingga kegiatan pengembangannya diharapkan
dapat meningkatkan ketahanan pangan dan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis di pedesaan.
Melalui model PTT, varietas unggul yang dikembangkan mampu berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya. Peningkatan produksi padi
dengan menerapkan model PTT di tingkat penelitian, tingkat pengkajian onfarm, dan tingkat petani, masing-masing mencapai 37, 27 dan 16.
Dalam model PTT, komponen budi daya, seperti pengelolaan hama terpadu PHT dapat menekan kehilangan hasil rata-rata 2,4 tahun
-1
. Penerapan panen beregu dapat menekan kehilangan hasil panen sekitar 13,1 - 18,6 menjadi
3,8 Badan Litbang Pertanian, 2005a. Produksi padi nasional sejak tahun 1970 hingga 2004 meningkat hampir
tiga kali lipat. Hal ini terkait dengan peningkatan produktivitas dan luas areal tanam. Peningkatan produktivitas padi dalam kurun waktu tersebut mencapai
87,6, dari 2,42 ton ha
-1
pada tahun 1970 menjadi 4,54 ton ha
-1
pada tahun 2004 Badan Litbang Pertanian, 2005a. Dalam beberapa tahun terakhir laju
peningkatan produksi padi nasional cenderung melandai. Dalam periode 2000- 2003, laju kenaikan produksi hanya 0,2 tahun
-1
. Di sisi lain, laju peningkatan produktivitas padi cukup tinggi yang mencapai 1,0 tahun
-1
, tetapi luas panen turun 0,9 tahun
-1
. Indeks pertanaman IP juga menurun dari 1,56 pada tahun 2002 menjadi 1,43 pada tahun 2003. Penurunan IP mengindikasikan bahwa
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
22 usaha
tani padi
mendapat saingan
dari usaha
tani lain
yang lebih
menguntungkan. Ada tiga faktor yang dipertimbangkan dalam memproyeksikan kapasitas
produksi padi sawah, yaitu luas baku sawah, IP padi, dan produktivitas Badan Litbang Pertanian, 2005a. Data statistik Departemen Pertanian 2004
menunjukkan bahwa luas baku sawah menciut 0,4 tahun
-1
. IP diestimasi pada angka 154. Peningkatan produktivitas sebesar 1,0 tahun
-1
adalah nilai rata rata peningkatan produktivitas dalam periode 2000-2004.
Menurut Badan Litbang Pertanian 2005a, potensi lahan sawah non rawa pasang surut yang sesuai untuk tanaman padi seluas 13,26 juta ha, lebih dari
50 terdapat di Maluku dan Papua dan hanya 0,85 juta ha terdapat di Bali dan Nusa Tenggara. Dari 13,26 juta ha potensi lahan sawah yang ada, baru 6,86 juta
ha yang telah dimanfaatkan. Dengan demikian terdapat 6,4 juta ha lahan yang dapat dikembangkan untuk sawah. Namun perlu dipertimbangkan beberapa hal:
1 investasi yang mungkin tinggi; 2 kelanggengan fungsi lahan pertanian yang baru dibuka; 3 ketersediaan tenaga kerja pertanian; 4 dampak lingkungan
atau perubahan ekosistem dan degradasi lingkungan; dan 5 masih adanya alternatif peningkatan produksi padi melalui peningkatan produktivitas dan IP.