Kebutuhan Hidup Layak Petani

Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 101 Jumlah anggota keluarga juga menjadi faktor penentu besarnya KHL yang harus dipenuhi. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa penduduk dengan tingkat pendidikan yang rendah rata-rata memiliki anggota keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Petani yang tinggal di wilayah perdesaan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah diduga kuat memiliki jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan. Hasil survei di tiga kabupaten memperkuat dugaan tersebut, dimana ditemukan bahwa rata- rata jumlah anggota rumah tangga petani responden adalah 4,3 org KK -1 . Jumlah pendapatan petani dari usaha tani padi pada lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis dan tadah hujan di tiga lokasi penelitian Tabel 5.1, dan luas penguasaan lahan luas lahan garapan saat ini dapat digunakan untuk menghitung kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL petani. Rata-rata luas lahan garapan petani saat ini pada tipologi lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis dan tadah hujan di tiga wilayah penelitian yang dihitung berdasarkan rasio luas baku sawah dan jumlah petani ditunjukkan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Luas lahan garapan petani saat ini pada tiga tipologi lahan sawah di tiga lokasi penelitian. Luas lahan garapan ha KK -1 Tipologi Lahan Sawah Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Rerata  Irigasi teknis 0,31 0,62 0,62 0,40  Irigasi 12 teknis 0,37 1,06 0,61 0,46  Tadah hujan 0,45 0,84 0,97 0,63 Rerata lokasi 0,36 0,77 0,74 0,48 Sumber: Data Primer Tabel 5.5 memperlihatkan bahwa rata-rata luas lahan yang dikelola oleh petani saat ini pada tipologi lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis dan tadah hujan berturut-turut 0,40 ha, 0,46 ha dan 0,63 ha KK -1 . Sedangkan berdasarkan lokasi adalah 0,36 ha, 0,77 ha dan 0,74 ha KK -1 berturut-turut untuk wilayah Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima. Dengan demikian, besarnya kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL petani pada tiga tipologi lahan sawah di tiga lokasi penelitian, diperlihatkan pada Tabel 5.6. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 102 Tabel 5.6. Kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap pemenuhan KHL petani pada tiga tipologi lahan sawah di tiga lokasi penelitian Kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL petani Tipologi Lahan Sawah Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Rerata Tipologi  Irigasi teknis 65,18 124,24 92,32 73,49  Irigasi 12 teknis 58,78 100,61 70,79 56,53  Tadah hujan 16,42 32,37 49,65 26,82 Rerata Lokasi 47,97 88,12 76,68 55,73 Sumber: Data Primer Tabel 5.6. memperlihatkan bahwa kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap pemenuhan KHL petani yang terendah di Kabupaten Lombok Tengah 47,97, disusul Bima 76,68 dan yang tertinggi di Sumbawa Barat 88,12. Rendahnya kontribusi pendapatan terhadap KHL petani di Kabupaten Lombok Tengah disebabkan karena luas lahan garapan petani yang lebih sempit 0,36 ha KK -1 dibandingkan dengan luas garapan petani di Bima 0,74 ha KK -1 maupun Sumbawa Barat 0,77 ha KK -1 , walaupun secara kumulatif tingkat produktivitas maupun pendapatan usaha tani ha -1 di Kabupaten Lombok Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan di Bima dan Sumbawa Barat. Berdasarkan pada tipologi lahan sawah, maka kontribusi yang paling rendah terjadi pada lahan sawah tadah hujan 26,82, disusul lahan sawah setengah teknis 56,53 dan yang tertinggi pada lahan sawah irigasi teknis 73,49 atau rata- rata 55,73. Rendahnya kontribusi pendapatan petani terhadap KHL pada lahan sawah tadah hujan disebabkan tingkat pendapatan sangat rendah karena hanya satu kali tanam dalam setahun IP 100, sebaliknya pada lahan sawah irigasi teknis tingkat pendapatan petani jauh lebih tinggi 4-5 kali lipat, karena selain produktivitas padi pada lahan irigasi teknis lebih tinggi, juga IP padi dapat mencapai 300, walaupun luas lahan garapan lebih sembit. Hasil tersebut masih lebih tinggi dari yang dilaporkan Badan Litbang Pertanian 2005b, bahwa sumbangan pendapatan usaha tani padi terhadap pendapatan rumah tangga petani mencapai 25-35. Besarnya pendapatan usaha tani padi sawah berdasarkan hasil analisis tersebut apabila dihubungkan dengan rata-rata luas pemilikan lahan sawah saat ini menunjukkan bahwa lebih dari 85 petani tidak dapat memenuhi KHLnya, terdiri atas 65 petani pada lahan sawah irigasi teknis, 88 petani pada lahan sawah irigasi setengah teknis dan seluruh petani pada lahan sawah tadah hujan. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 103 Jika pendapatan usaha tani selain padi dimasukkan dalam perhitungan pendapatan usaha tani, maka jumlah pendapatan usaha tani akan meningkat sehingga kontribusi pendapatan usaha tani terhadap KHL petani meningkat. Hal tersebut dimungkinkan karena peningkatan IP dengan komoditas lain pada lahan irigasi teknis di Kabupaten Lombok Tengah setelah MKI dapat meningkatkan kontribusi pendapatan usaha tani terhadap KHL petani menjadi 86,26 atau meningkat 17,37. Demikian pula pemanfaatan lahan sawah dengan komoditas lain setelah MK I pada lahan sawah irigasi setengah teknis memberikan peningkatan kontribusi sebesar 0,68 dan setelah MH pada lahan tadah hujan memberikan peningkatan kontribusi sebesar 45,67 atau meningkat 70,28. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai standar garis kemiskinan poverty line yang dapat digunakan untuk mengukur KHL penduduk. Apabila standar garis kemiskinan berdasarkan Sajogjo sebagaimana diuraikan di atas dibandingkan dengan beberapa standar garis kemiskinan yang dipakai di Indonesia, maka kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap masing-masing standar tersebut ditunjukkan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap beberapa standar garis kemiskinan yang digunakan di Indonesia Kontribusi terhadap KHL Standar garis kemiskinan poverty line Jumlah pengeluaran Rp KK -1 tahun -1 Irigasi teknis Setengah teknis Tadah hujan  Sajogjo 1 13.212.000 73,49 56,53 26,82  Bank Dunia US 1,0 2 12.055.950 80,53 61,53 29,39  Bank Dunia US 2,0 2 24.111.900 40,27 30,77 14,70  BPSNasional US 1,5 2 18.083.925 53,69 41,02 19,60  BPSNTB Rp.176.283 3 7.763.503 125,06 95,56 45,64 Keterangan: 1 pengeluaran setara beras 800 kg kapita -1 tahun -1 , 2 pengeluaran kapita -1 hari -1 dengan kurs Rp.9.000 per US, 3 pengeluaran kapita -1 bulan -1 Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa besarnya kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap garis kemiskinan sangat tergantung dari standar pengeluaran yang digunakan. Standar pengeluaran yang paling rendah atau di bawah standar Sajogjo adalah standar BPS di Provinsi NTB tahun 2010 untuk wilayah perdesaan sebesar Rp.176.283 kapita -1 bulan -1 BPS, 2010. Apabila jumlah anggota rumah tangga 3,67 orang KK -1 , maka jumlah pengeluaran sebesar Rp.7.763.503 KK -1 tahun -1 . Dengan menggunakan standar tersebut maka kontribusi pendapatan sebesar 125,06, 95,56 dan 45,64 berturut- Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 104 turut pada lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis dan tadah hujan. Petani dengan kontribusi pendapatan sebesar 125 telah melampaui garis kemiskinan. Standar pengeluaran yang lebih rendah dari Sajogjo adalah pengeluaran US 1 kapita -1 hari -1 . Apabila mengacu pada standar US 1,5 dan US 2 kapita -1 hari -1 atau lebih tinggi dari standar Sajogjo, mengakibatkan kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah lebih rendah. Perubahan pada standar yang digunakan, dapat mempengaruhi jumlah penduduk miskin di Indonesia. Semakin tinggi standar yang digunakan, maka jumlah penduduk miskin semakin tinggi dan sebaliknya. Standar pengeluaran 800 kg kapita -1 tahun -1 berada pada standar yang moderat, yaitu sekitar US 1,3 kapita -1 hari -1 . Bila dikaitkan bahwa sebagian besar penduduk miskin berada di perdesaan, maka aktivitas usaha tani padi sawah untuk meningkatkan pendapatan petani sangat erat kaitannya dengan upaya pengentasan kemiskinan. Peningkatan jumlah penduduk miskin yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang tidak stabil menunjukkan tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan. Usaha tani padi sawah merupakan usaha yang tidak hanya rentan terhadap perubahan kebijakan, tetapi juga rentan terhadap resiko dampak perubahan iklim. Kondisi yang demikian menyebabkan para petani umumnya termasuk kelompok yang rentan vurnerable apabila terjadi goncangan ekonomi dan mudah jatuh ke dalam kelompok miskin dengan pendapatan di bawah US 1 kapita -1 hari -1 . Mengatasi masalah kemiskinan di perdesaan merupakan masalah yang kompleks terutama disebabkan keterbatasan sumber daya lahan, air, modal dan keterampilan dan keterbatasan lapangan usaha yang sesuai sebagai sumber pendapatan alternatif. Pemerintah perlu berupaya memperbaiki berbagai keterbatasan tersebut antara lain perbaikan kualitas lahan dan jaringan irigasi, pelatihan keterampilan dan penyediaan modal kerja yang sesuai dan mudah diakses serta menyediakan insentif yang dapat merangsang petani untuk mempertaankan eksistensi usaha tani padi sawah.

5.4. Kapasitas Produksi Padi dan Kebutuhan Konsumsi

Kapasitas produksi padi dan kebutuhan konsumsi merupakan dua hal pokok yang menjadi determinan kemandirian pangan. Kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 105 kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau Syahyuti, 2006; Simatupang, 2007; UU No. 41 Tahun 2009. Kemandirian pangan merupakan salah satu dimensi pengukuran ketahanan pangan Simatupang, 2001. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur ketahanan pangan dari sisi kemandirian, antara lain 1 ketergantungan ketersediaan pangan nasional atau regional pada produksi pangan domestik, 2 ketergantungan ketersediaan pangan nasional atau regional pada pangan impor dan atau net impor impor dikurangi ekspor, dan 3 ketergantungan ketersediaan pangan terhadap transfer pangan dari pihaknegarawilayah lain. Kemandirian pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga dengan bertumpu pada kemampuan produksi domestik melalui pengembangan sistem produksi, efisiensi sistem usaha tani, teknologi produksi, sarana dan prasarana produksi pangan, mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif dan memanfaatkan potensi sumber daya lokal. Produksi domestik menunjukkan seberapa besar produksi pangan atau dalam penelitian ini produksi padi menyumbang atau dapat memenuhi kebutuhan pangan domestik. Besaran produksi padi domestik untuk memenuhi kebutuhan pangan, sangat tergantung pada kapasitas produksi padi. Kapasitas produksi padi sawah diproyeksikan dari luas baku sawah, produktivitas dan indeks pertanaman padi. Determinan utama produksi padi domestik adalah luas panen dan produktivitas. Sebaliknya, kebutuhan pangan dapat diukur dari penjumlahan antara kebutuhan konsumsi penduduk, kebutuhan agroindustri, stockcadangan pemerintah, penggunaan bibit dan kebutuhan untuk ekspor atau transfer ke wilayah lain Rachman et al., 2004; Badan Litbang Pertanian, 2005a.

5.4.1. Kapasitas Produksi Padi

Produksi padi di NTB sebagian besar 90 bersumber dari produksi padi sawah dan sisanya berasal dari produksi padi ladang, sehingga dalam penelitian ini lebih difokuskan kepada sistem produksi padi sawah yang mempengaruhi 90 produksi padi NTB. Luas baku sawah sangat dimanis, dipengaruhi oleh laju perluasan pencetakan sawah baru dan laju konversinya perubahan penggunaan lahan sawah ke non pertanian. Laju pencetakan sawah baru tergantung dari ketersediaan dana pemerintah dan potensi lahan yang tersedia,