Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
137 penelitian ini secara detail digambarkan dalam struktur model sistem dinamis,
disajikan pada Gambar 4.6. Luas baku sawah memegang peranan sangat penting dalam sistem
produksi padi sawah karena merupakan determinan utama kapasitas produksi padi dengan kontribusi lebih dari 90. Pada wilayah beriklim kering yang
memiliki keterbatasan sumber daya air, peranan luas baku sawah terasa lebih penting. Luas baku sawah sangat dipengaruhi oleh laju pencetakan sawah baru
dan laju konversi lahan sawah. Pada kondisi dimana potensi sumber daya lahan yang sesuai untuk pencetakan sawah baru sudah tidak tersedia atau
dimanfaatkan mendekati 100 dari potensi yang tersedia, maka tidak ada pilihan lain kecuali harus mengendalikan laju konversi lahan sawah.
Sementara itu, upaya peningkatan produktivitas akhir-akhir ini mengalami kendala stagnasi karena keterbatasan teknologi, degradasi lahan dan variabilitas
iklim, sehingga luas panen harus dipertahankan pada luasan yang cukup. Perluasan areal panen melalui peningkatan IP padi juga mengalami kendala
keterbatasan infrastruktur jaringan irigasi dan debit air serta masih rendahnya insentif petani padi termasuk iklim usaha tani padi yang sering tidak kondusif. Hal
ini dapat dilihat dari perkembangan luas panen komoditas non padi yang cenderung meningkat sedangkan luas panen padi cenderung stagnan.
Peluang peningkatan produksi padi NTB dapat dilakukan melalui perluasan areal padi ladang. Yang dimaksud padi ladang dalam penelitian ini adalah padi
yang ditanam pada lahan kering tanpa tergenang, sering juga disebut padi gogo atau padi tegalan yang hanya mengandalkan curah hujan sebagai sumber
airnya, sehingga umumnya berlangsung satu musim, yaitu pada musim hujan MH. Potensi lahan kering yang dapat dijadikan areal tanaman semusim padi
di NTB masih cukup luas yaitu sekitar 137.559 ha 61,3 dari poteni lahan yang tersedia Hidayat dan Ritung, 2008. Akan tetapi mengandalkan produksi padi
ladang mengandung resiko vulnerability yang sangat tinggi terutama karena ketergantungan yang tinggi terhadap faktor iklim yang dewasa ini semakin tidak
menentu uncertainty. Hambatan lain dari pemanfaatan lahan kering untuk padi ladang adalah keterbatasan teknologi yang adaptif, misalnya varietas padi yang
benar-benar tahan kekeringan dengan produktivitas yang tinggi. Pada sisi lain, ekspansi perluasan areal tanam padi ke lahan kering dapat menghambat proses
diversifikasi pangan dari beras ke non beras, karena lahan yang seyogyanya
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
138 ditanami komoditas sumber karbohidrat non beras, seperti jagung, singkong, ubi
jalar, uwi, talas, dan sebagainya akan berkurang. Oleh karena itu upaya mempertahankan eksistensi lahan sawah secara
berkelanjutan, tidak hanya ditujukan untuk mencukupi kebutuhan pangan beras, tetapi juga dalam upaya menekan laju pertumbuhan luas panen padi ladang
untuk mempercepat program diversifikasi pangan. Pengembangan teknologi yang adaptif terhadap perubahan iklim, serta
teknologi pra panen dan pasca panen juga sangat penting untuk mencegah terjadinya gagal panen dan kehilangan hasil panen akibat tercecer. Kegagalan
panen sebagai dampak perubahan iklim di NTB termasuk cukup tinggi, yaitu sekitar 25.000 ha tahun
-1
. Sedangkan kehilangan hasil panen akibat perlakuan panen dan pasca panen yang kurang baik rata-rata 14,25 tahun
-1
.
5.7.2.2. Struktur Model Kebutuhan Konsumsi
Struktur model kebutuhan konsumsi dirancang dari variabel-variabel pertumbuhan penduduk, konsumsi beras penduduk kapita
-1
tahun
-1
, kebutuhan agroindustri berbahan baku beras, cadanganstock beras pemerintah, kebutuhan
benih padi, ekspor atau transfer dan konversi gabah kering giling GKG ke beras. Secara umum struktur model kebutuhan konsumsi padi mengikuti
persamaan 5a, 5b dan 5c yang dikemukakan Rachman et al., 2004, kemudian diformulasikan dalam struktur model sistem dinamis disajikan pada Gambar 4.7.
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap laju peningkatan kebutuhan konsumsi beras. Laju pertumbuhan
penduduk NTB secara agregasi periode 2001-2008 rata-rata 1,67. Dengan konsumsi beras penduduk rata-rata 139,15 kg kapita
-1
tahun
-1
, maka dalam kurun waktu 25 tahun kedepan diperkirakan laju pertumbuhan kebutuhan konsumsi
beras akan lebih cepat dari laju pertumbuhan produksi padi. Kebutuhan agroindustri yang diproyeksikan sebesar 23,5 dari kebutuhan
penduduk juga diperkirakan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan agroindustri yang berbahan baku beras.
Permintaan beras tidak hanya datang dari dalam wilayah domestik, tetapi juga datang dari luar wilayah yang membutuhkan karena memiliki sumberdaya yang
terbatas. Disamping itu persediaan beras dalam jumlah yang cukup juga sangat penting guna mengantisipasi berbagai kondisi yang tidak diinginkan, seperti
bencana alam, banjir, serangan OPT dan musim kemarau yang panjang. Faktor lain yang juga penting untuk diperhitungkan adalah kebutuhan benih padi yang
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
139 diperkirakan akan meningkat sejalan dengan peningkatan luas panen. faktor
tersebut juga harus dipertimbangkan dalam struktur model.
5.7.2.3. Validasi Model
Validasi model merupakan suatu usaha untuk menyimpulkan apakah model yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji
sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan Eriyatno, 2003. Validasi model adalah aspek pelengkap dalam metode berfikir sistem yang
bertujuan memperoleh keyakinan sejauhmana kinerja model sesuai compatible dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah
yang taat fakta Muhammadi et al., 2001. Validasi model dilakukan sesuai dengan tujuan pemodelan, yaitu dengan cara membandingkan antara output
model kinerja model dengan data empiris, sejauhmana perilaku output model sesuai dengan perilaku data empirik.
Validasi model dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan formula persamaan 11. Variabel yang digunakan untuk validasi adalah jumlah
penduduk, luas baku sawah, produktivitas padi sawah, luas panen padi sawah, produksi padi sawah, dan produksi padi NTB. Validasi kebutuhan konsumsi
dalam penelitian ini tidak dilakukan karena tidak didukung data empiris yang dapat digunakan sebagai data pembanding. Selain itu kebutuhan konsumsi
adalah fungsi dari kebutuhan pangan penduduk yang sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk. Kebutuhan konsumsi dihitung berdasarkan
jumlah konsumsi penduduk ditambah kebutuhan agroindustri dan stok atau cadangan pemerintah. Sedangkan kebutuhan agroindustri dan stok dihitung
berdasarkan jumlah konsumsi penduduk. Dengan demikian untuk memperoleh validitas konsumsi beras dapat didekati melalui validasi parameter jumlah
penduduk sebagai variabel utama reference mode. Hasil validasi terhadap parameter-parameter model tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20. Perbandingan nilai paramater antara data aktual dengan output simulasi dalam validasi model periode 2001-2008
Peubah Tahun awal
2001 Tahun akhir
2008 Output
2008 MAPE
1. Jumlah penduduk jiwa 3.862.854
4.363.756 4.364.635
0,02 2. Luas baku sawah ha
210.595 230.986
231.001 0,01
3. Luas panen ha 272.895
306.272 306.424
0,05 4. Produktivitas kwha
46,50 50,85
50,80 0,10
5. Produksi ton 1.268.693
1.557.300 1.557.214
0,01 6. Produksi padi NTB ton
1.459.102 1.750.675
1.750.647 0,00
Nilai MAPE 5 berarti output sangat akurat