Penetapan Luas Lahan Minimal Untuk Memenuhi KHL

Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 150 Tabel 5.25. Lanjutan Wilayah sasaran Skenario dan intervensi yang diperlukan Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Pesimis - Luas lahan garapan - tetap - tetap - tetap - Produktivitas - naik 5 - naik 5 - naik 5 - Harga gabah - naik 5 - tetap - tetap - Biaya tenaga kerja - turun 5 - turun 5 - turun 5 - Mutu benih - tinggi - tinggi - tinggi - Pemupukan - optimal - optimal - optimal - Penggunaan obat-obatan - optimal - optimal - optimal - IP padi sawah - tetap - tetap - tetap - Pendapatan - naik 16 - naik 16 - naik 16 Moderat - Luas lahan garapan - tetap - tetap - tetap - Produktivitas - naik 20 - naik 20 - naik 20 - Harga gabah - naik 20 - naik 20 - naik 20 - Biaya usaha tani - turun 10 - turun 10 - turun 10 - Mutu benih - tinggi - tinggi - tinggi - Pemupukan - optimal - optimal - optimal - Penggunaan obat-obatan - optimal - optimal - optimal - IP padi sawah - naik 4 - tetap - tetap - Pendapatan - naik 58 - naik 33 - naik 37 Optimis - Luas lahan garapan - tetap - tetap - tetap - Produktivitas - naik 20 - naik 20 - naik 20 - Harga gabah - naik 20 - naik 20 - naik 20 - Biaya tenaga kerja - turun 10 - turun 10 - turun 10 - Biaya pupuk - turun 100 - tetap - tetap - Mutu benih - tinggi - tinggi - tinggi - Pemupukan - optimal - optimal - optimal - Penggunaan obat-obatan - optimal - optimal - optimal - IP padi sawah - naik 22 - naik 8 - 8 - Pendapatan - naik 153 - naik 113 - naik 122 Sumber: Data primer diolah,2010 Tabel 5.25 memperlihatkan bahwa seknario untuk meningkatkan pendapatan petani dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas, efisiensi, dan harga gabah. Pada tipologi lahan sawah setengah teknis dan tadah hujan bahkan harus ditempuh melalui peningkatan subsidi benih, pupuk dan obat- obatan. Intervensi faktor-faktor tersebut menunjukan tingkat kepentingan yang berbeda antar lokasi penelitian. Di Lombok Tengah dengan tingkat produktivitas padi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Sumbawa Barat dan Bima, upaya peningkatan efisiensi dan harga gabah menjadi faktor penentu peningkatan pendapatan petani. Di Sumbawa Barat dengan tingkat produktivitas Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 151 yang lebih rendah dan biaya usaha tani terutama biaya tenaga yang relatif tinggi, maka upaya yang harus dilakukan adalah peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha tani. Sedangkan di Bima, dengan tingkat produktivitas padi yang paling rendah, maka upaya yang harus dilakukan adalah peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas dapat ditempuh melalui perbaikan mutu benih, pemupukan yang tepat waktu, cara, dan dosis dan pemeliharaan yang optimal, yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas hingga 20. Peningkatan efisiensi usaha tani terutama tenaga kerja dapat ditempuh melalui pemanfaatan tenaga keluarga dan introduksi alat-alat pertanian dalam jumlah yang memadai berdasarkan luas areal dan peningkatan keterampilan petani dan buruh tani. Sedangkan peningkatan harga jual dapat ditempuh melalui tunda jual, menjual dalam bentuh beras, dan peningkatan kualitas gabah maupun peningkatan harga pembelian pemerintah HPP. Hasil kinerja skenario tersebut Tabel 5.25 apabila dihubungkan dengan KHL petani akan menunjukkan kontribusi yang berbeda antar tipologi lahan maupun antar lokasi penelitian terhadap KHL petani, disajikan pada Tabel 5.26. Tabel 5.26. Kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL petani berdasarkan kinerja skenario intervensi di tiga wilayah penelitian Kontribusi pendapatan terhadap KHL Skenario Tipologi Lahan Sawah Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima - Irigasi Teknis 65,18 124,24 92,32 - Setengah teknis 58,78 100,61 70,79 Aktual 2010 - Tadah Hujan 16,42 32,37 49,65 - Irigasi Teknis 60,42 153,82 126,02 - Setengah teknis 70,17 156,60 84,72 Pesimis - Tadah Hujan 32,40 39,30 55,21 - Irigasi Teknis 91,73 179,66 143,45 - Setengah teknis 89,60 184,58 93,78 Moderat - Tadah Hujan 41,97 47,62 64,48 - Irigasi Teknis 101,22 225,50 180,21 - Setengah teknis 104,51 240,32 128,98 Optimis - Tadah Hujan 105,48 106,63 144,15 Sumber: Data Primer diolah, 2010 Keterangan: KHL petani Lombok Tengah Rp.12.565.800,- Sumbawa Barat Rp.13.801.000 dan Bima Rp.13.270.400 Tabel 5.26 memperlihatkan bahwa kontribusi pendapatan usaha tani padi sawah terhadap KHL menunjukkan tingkat pencapaian yang berbeda menurut tipologi lahan sawah dan lokasi yang berbeda. Pada kondisi aktual, kontribusi terendah dicapai di Kabupaten Lombok Tengah dengan rata-rata 47,97, Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 152 disusul Bima 76,68 dan Sumbawa Barat 88,12. Untuk mencapai kontribusi 100 KHL, maka luas lahan minimal yang harus dikelola petani di Kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima berturut-turut seluas 0,76 ha KK -1 , 0,88 ha KK -1 dan 0,97 ha KK -1 . Apabila luas lahan garapan tetap 0,36 ha KK -1 maka pencapaian 100 KHL di Kabupaten Lombok Tengah harus ditempuh melalui skenario optimis. Di Kabupaten Sumbawa Barat dengan luas lahan garapan 0,77 ha KK -1 harus ditempuh melalui skenario pesimis untuk lahan irigasi teknis dan setengah teknis sedangkan untuk lahan tadah hujan harus ditempuh dengan skenario optmis. Di Kabupaten Bima dengan luas lahan garapan 0,74 ha KK -1 harus ditempuh melalui skenario pesimis untuk lahan sawah irigasi teknis, sedangkan pada tipologi lahan sawah setengah teknis dan tadah hujan harus ditempuh melalui skenario optimis. Pencapaian KHL yang berbeda disebabkan adanya perbedaan dalam hal: 1 luas lahan garapan, 2 produktivitas padi, 3 IP padi sawah, 4 besaran KHL petani, serta 5 tingkat penerapan teknologi yang berbeda, terutama aplikasi benih, pupuk dan obat-obatan. Berdasarkan kondisi tersebut maka prioritas optimasi usaha tani padi sawah dilakukan di Pulau Lombok mengingat pencapaian KHL petani di wilayah ini tergolong paling rendah. Pemerintah perlu membangun jaringan irigasi agar dapat menjangkau areal sawah irigasi setengah teknis dan areal sawah tadah hujan yang luasnya mencapai 155.000 ha dan 67 areal tersebut berada di Pulau Lombok. Di Kabupaten Sumbawa Barat dan Bima upaya optimasi dapat dilakukan melalui perbaikan teknologi budidaya dengan penggunaan benih unggul bermutu dan penggunaan pupuk yang optimal. Hal ini dimungkinkan karena tingkat produktivitas padi tergolong rendah dan masih bisa ditingkatkan.

5.7.3.2. Penetapan Luas Lahan Optimum Untuk Kemandirian Pangan

Hasil analisis prospektif menunjukkan sembilan faktor kunci keberlanjutan sistem kemandirian pangan di NTB, tiga diantaranya merupakan faktor penggerak driving variables yaitu konversi lahan sawah, pertumbuhan penduduk dan luas baku sawah, sedangkan enam faktor lainnya sebagai faktor penghubung leverage variables, yaitu harga gabah, kebijakan pemerintah, luas panen, jaringan irigasi, ketersediaan modal, dan pendapatan petani. Kontribusi ke sembilan faktor kunci tersebut terhadap tingkat kemandirian pangan sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah penelitian, sebagai berikut: Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 153 Interaksi Faktor Kunci di Wilayah Lombok Tengah Konversi lahan sawah . Kondisi Pulau Lombok sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi sangat rentan terjadinya konversi lahan, terutama lahan sawah. Pesatnya pembangunan infrastruktur untuk mengejar pertumbuhan ekonomi berdampak langsung pada laju konversi lahan yang mencapai 4,07 tahun -1 yang sebagian besar terjadi di Pulau Lombok. Penduduk. Dengan konsentrasi penduduk yang berdomisili di Pulau Lombok sebanyak 3.09.245 jiwa 70,84 dari total penduduk NTB selain meningkatkan permintaan konsumsi beras, juga permintaan lahan meningkat. Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di Pulau Lombok 1,76 juga sebagai pemicu terjadinya pragmentasi lahan sawah, sehingga luas lahan garapan akan semakin sempit dari kondisi saat ini seluas 0,36 ha KK -1 . Luas baku sawah. Luas baku sawah di Pulau Lombok tercatat seluas 122.988 ha 53,24 dari luas baku sawah NTB. Luas baku sawah di Pulau Lombok sudah maksimal dan tidak memungkinkan lagi untuk diperluas, sehingga luas baku sawah yang ada sedapat mungkin harus dijaga keberlanjutannya. Luas panen. Sementara itu, perluasan areal panen melalui peningkatan IP padi pada lahan sawah irigasi teknis menghadapi kendala karena petani pada MK1 dan MK2 lebih memilih mengusahakan komoditas selain padi, seperti tembakau, kacang tanah, bawang merah, dan sebagainya dengan luas areal rata-rata mencapai lebih dari 28.000 ha tahun -1 . Jaringan irigasi. Jaringan irigasi memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas dan peningkatan luas panen melalui peningkatan IP padi. Lahan sawah beririgasi teknis di Pulau Lombok hingga saat ini mencapai 35,94 dari luas baku sawah yang ada di wilayah tersebut, sedangkan sawah irigasi setengah teknis 38,37 dan tadah hujan 25,69. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk tahun 2023, minimal luas lahan sawah irigasi teknis di Pulau Lombok harus mencapai 60 dari luas sawah. Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah terhadap usaha tani padi di wilayah ini akan memberikan dampak yang besar terhadap petani di NTB, karena jumlah petani di Pulau Lombok sebanyak 339.069 KK 70,41 dari petani NTB. Ketersediaan modal. Ketersediaan modal yang mudah diakses petani dapat memotivasi petani untuk meningkatkan produksinya. Selain untuk meningkatkan pendapatan agar dapat terpenuhi KHLnya juga sangat penting bagi kecukupan pangan.