Faktor-Faktor Produksi Padi Sawah
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
18 Bank menyimpulkan, benih varietas unggul bersertifikat VUB merupakan
penyumbang tunggal terbesar 16 terhadap peningkatan produksi padi, diikuti irigasi 5 dan pupuk 4. Interaksi VUB, irigasi, dan pupuk dapat
meningkatkan produktivitas mencapai 75, sedangkan sumbangan dari perluasan areal tanam hanya 25. Fagi et al., 2001.
Mayoritas produksi padi nasional 69 disumbang oleh penggunaan benih VUB dan sisanya oleh varietas sedang 16, dan rendah 15. Penggunaan
benih VUB secara nasional baru mencakup 47 dari kebutuhan benih padi nasional Sitorus, 2009a. Lebih lanjut Sitorus menyatakan bahwa benih padi
VUB adalah determinan pokok peningkatan produksi, sehingga dapat dikatakan bahwa swasembada beras hanya mungkin dicapai di atas basis ketersediaan
benih padi VUB. Peranan benih padi VUB, tidak terlepas dari peranan produsen benih dan
sistem perbenihan nasional. Data 1970-an sampai 2000-an menunjukkan bahwa peningkatan jumlah benih padi VUB berbanding lurus dengan peningkatan
produksi padi nasional. Benih padi VUB produksi Sang Hiang Sri memasok 61 dari pangsa penggunaan benih bersertifikat secara nasional, atau 28 dari total
kebutuhan benih nasional 292.500 ton. Fakta ini membuktikan, peran signifikan benih VUB dalam pencapaian swasembada beras tahun 1984 dan 2008 Sitorus,
2009a. Kemampuan industri benih padi untuk memenuhi total kebutuhan benih nasional, baru mencapai 47, artinya, lebih dari setengah kebutuhan benih padi
nasional 53 dipenuhi oleh benih nonsertifikat bermutu rendah yang dihasilkan petani dan penangkar lokal.
Faktor produksi tanah, mempunyai dua fungsi utama, yaitu 1 sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, dan 2
sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan. Kedua fungsi tersebut dapat menurun atau hilang. Hilangnya fungsi kedua dapat segera diperbaiki dengan
pemupukan, sedangkan hilangnya fungsi pertama tidak mudah diperbaiki atau diperbaharui karena memerlukan waktu yang lama, puluhan bahkan ratusan
tahun untuk pembentukan tanah Arsyad, 2006. Indonesia terletak di daerah tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi,
topografi yang curam dan sumber daya manusia yang tergolong rendah, sehingga masalah degradasi tanah cukup penting diperhatikan. Degradasi tanah
adalah hilangnya atau berkurangnya kegunaan utility atau potensi kegunaan tanah, kehilangan atau perubahan kenampakan features tanah yang tidak
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
19 dapat
diganti Sitorus,
2009b. Degradasi
tanah adalah
proses yang
menguraikan fenomena yang menyebabkan menurunnya kapasitas tanah untuk mendukung suatu kehidupan. Salah satu indikator menurunnya kualitas lahan,
khususnya sawah adalah menurunnya kandungan C organik tanah. Faktor-faktor yang sering menyebabkan kerusakan tanah antara lain erosi
tanah, hilangnya unsur hara dan bahan organik tanah karena pencucian leaching dan atau terangkut melalui panen tanpa ada usaha untuk
mengembalikannya, timbulnya senyawa-senyawa beracun dan penjenuhan air Arsyad, 2006; Sitorus, 2001. Secara umum degradasi tanah disebabkan oleh
faktor alami dan faktor campur tangan manusia. Faktor alami penyebab degradasi tanah, antara lain: lahan berlereng curam, tanah yang mudah rusak,
curah hujan intensif, dan lain-lain Sitorus, 2009b. Sedangkan degradasi tanah akibat campur tangan manusia baik langsung maupun tidak langsung lebih
mendominasi dibandingkan faktor alami, antar lain: perubahan populasi, marjinalisasi penduduk, kemiskinan poverty, masalah kepemilikan lahan
proverty, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan, kondisi sosial ekonomi, masalah kesehatan, pertanian tidak tepat inappropriate agriculture
dan aktivitas pertambanganindustri Sitorus, 2009b. Degradasi tanah berpengaruh terhadap penurunan produktivitas tanah.
Tanah yang mengalami kerusakan baik kerusakan karena sifat fisik, kimia maupun biologi memiliki pengaruh terhadap penurunan produksi padi mencapai
sekitar 22 pada lahan semi kritis, 32 pada lahan kritis, dan diperkirakan sekitar 38 pada lahan sangat kritis Sudirman dan Vadari, 2000.
Faktor tenaga kerja memegang peranan yang sangat penting dalam sistem produksi padi sawah. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup akan mendorong
pengelolaan sistem produksi padi secara lebih intensif. Di wilayah dimana ketersediaan tenaga kerja kurang, pengelolaan usaha tani padi cenderung
dilakukan seadanya tidak intensif. Penggunaan alsintan sebagai pengganti fungsi tenaga manusia memerlukan banyak pertimbangan, karena tidak semua
lokasi sesuai untuk penggunaan alsintan. Kelangkaan tenaga kerja juga membuat upah lebih tinggi, sehingga biaya usaha tani meningkat.
Faktor iklim bukan merupakan faktor produksi padi, tetapi merupakan unsur terpenting yang sangat berpengaruh terhadap sistem produksi padi. Terjadinya
variabilitas dan perubahan iklim global menyebabkan kondisi iklim menjadi tidak menentu, pola iklim telah berubah dan tidak pasti, fluktuasi iklim lebih besar,
Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB
20 kondisi ekstrim sering terjadi. Perubahan iklim global mempengaruhi setidaknya
tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian Las, 2007, yaitu : a naiknya suhu udara yang juga berdampak
terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, b berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kajadian iklim
ekstrim anomali iklim seperti El-Nino dan La-Nina dan c naiknya permukaan air laut akibat mencairnya gunung es di kutub utara.
Anomali iklim El-Nino berlangsung mengikuti siklus yang dapat berulang antara 3-4 tahun sekali. Hal ini dapat mengakibatkan musim kemarau yang lebih
panjang dari semestinya. Lahan pertanian tidak dapat digarap, mundurnya musim tanam, defisit air di jaringan irigasi, dan terjadinya kekeringan Las, 2007.
Pengaruh perubahan iklim terhadap sektor pertanian dapat berupa dampak langsung, seperti a menurunnya produktivitas tanaman pangan yang
disebabkan oleh meningkatnya temperatur, peningkatan variabilitas curah hujan dan salinitas air; b meningkatnya kehilangan hasil panen yang disebabkan
meningkatnya frekuensi maupun intensitas kejadian iklim ekstrim bahaya iklim; dapat juga berupa dampak tidak langsung seperti munculnya bahaya serangan
hama dan penyakit Watanabe, 2008; Boer and Las, 2008.