Keragaan Usaha Tani Padi Sawah

Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 90 2,8. Nilai RC lebih dari 1 menunjukkan bahwa jumlah penerimaan usaha tani lebih besar dari biaya yang dikeluarkan atau memperoleh keuntungan sehingga layak untuk diusahakan. Perbedaan pendapatan dan nilai RC antar lokasi terutama disebabkan oleh perbedaan tingkat produktivitas, nilai penerimaan dan biaya usaha tani. Dengan demikian tingkat produktivitas maupun nilai penerimaan yang tinggi belum tentu mencerminkan tingkat pendapatan atau nilai RC yang tinggi apabila biaya yang dikeluarkan juga tinggi. Rata-rata produktivitas padi sawah yang dihasilkan adalah 49,71 kw ha -1 . Produktivitas tertinggi dicapai di Kabupaten Lombok Tengah yaitu rata-rata 53,90 kw ha -1 , disusul Sumbawa Barat dengan rata-rata 51,89 kw ha -1 dan di Kabupaten Bima dengan rata-rata 43,33 kw ha -1 . Diduga perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan usaha tani, dimana pengelolaan usaha tani padi sawah yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Lombok Tengah relatif lebih maju dibandingkan dengan pengelolaan usaha tani padi sawah yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Sumbawa Barat dan Bima. Rata-rata produktivitas padi yang diperoleh dari hasil penelitian di tiga wilayah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata produktivitas padi sawah NTB berdasarkan data statistik yang mencapai 50,85 kw ha -1 BPS NTB, 2009. Produktivitas padi sawah NTB termasuk urutan ke sembilan tertinggi dari 33 provinsi di Indonesia dan masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 49,95 kw ha -1 Deptan, 2010. Jika dibandingkan dengan produktivitas padi di China dan Jepang, produktivitas padi di NTB masih lebih rendah, tetapi setara dengan India dan masih lebih tinggi daripada Thailand dan Vietnam. Hal tersebut mencerminkan bahwa tingkat penerapan teknologi budi daya padi sawah di NTB relatif lebih intensif dibandingkan rata-rata nasional. Salah satu indikator yang menunjukkan tingkat perkembangan teknologi adalah penyebaran varietas unggul padi sawah. Varietas padi yang sudah berkembang hingga saat ini di NTB antara lain: IR-64, Ciherang, Cibogo, Ciliwung, Mikongga, Cigeulis, Situ Bagendit, Situ Patenggang dan Widas. Dalam periode 2001 – 2008, rata-rata penggunaan benih unggul bersertifikat di NTB mencapai 52 dari kebutuhan benih sekitar 11.000 ton BPSBTPH-NTB, 2008. Produktivitas merupakan salah satu determinan kapasitas produksi padi selain luas lahan. Produktivitas adalah hubungan antara jumlah barang atau jasa yang dihasilkan dan faktor-faktor yang dipakai untuk memproduksinya; produktivitas pertanian dapat diungkapkan sebagai outputkeluaran per unit Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 91 lahan, modal, waktu curahan tenaga kerja, energi, air, unsur hara, dan sebagainya Reijntjes et al.,1999. Dengan demikian produktivitas padi sawah menunjukkan kemampuan lahan sawah untuk menghasilkan produksi padi per satuan luas dengan sejumlah input tertentu. Luas lahan sawah memegang peranan sangat penting dalam sistem penyediaan beras, terutama di wilayah yang sebagian besar beriklim kering yang secara langsung mempengaruhi luas panen. Luas panen juga dipengaruhi oleh IP padi. Akan tetapi perluasan areal panen padi melalui peningkatan IP menghadapi kendala ketersediaan air dan rendahnya tingkat pendapatan, sehingga petani cenderung memilih komoditas selain padi yang lebih menguntungkan dan relatif lebih tahan terhadap cekaman iklim untuk memperkecil resiko kegagalan. Keterbatasan luas lahan sawah dan terkendalanya peningkatan IP padi pada lahan sawah beririgasi teknis dan setengah teknis menjadi kendala utama pencapaian target produksi di wilayah beriklim kering, sehingga kebutuhan konsumsi seringkali harus dipenuhi dari impor. Hal senada juga dikemukakan oleh Sumaryanto 2009, bahwa salah satu faktor penyebab masih terjadinya impor beras Indonesia adalah karena luas lahan garapan usaha tani padi sawah tergolong sempit. Rasio antara luas lahan sawah dengan jumlah petani di NTB adalah 0,48 ha. Sedangkan rasio luas lahan dengan jumlah penduduk adalah 440 m 2 kapita -1 atau di bawah rata-rata nasional seluas 646 m 2 kapita -1 , jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata luas lahan sawah di negara penghasil beras dunia, seperti Vietnam 986 m 2 kapita -1 , China 1.120 m 2 kapita -1 , India 1.590 m 2 kapita -1 dan Thailand 5.230 m 2 kapita -1 Pasaribu, 2009. Kondisi tersebut akan menjadi titik kritis dalam mencapai swasembada beras berkelanjutan. Biaya usaha tani padi sawah menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar wilayah terutama biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan. Perbedaan tersebut mencerminkan karakteristik sosial ekonomi petani pada tipologi lahan sawah yang berbeda, secara lebih rinci disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa sebagian besar 72,59 biaya usaha tani adalah untuk membiayai tenaga kerja, sedangkan pengeluaran untuk sarana produksi berturut-turut untuk pembelian pupuk sebesar 18,84, benih 5,79 dan obat-obatan 2,77. Pengeluaran biaya tenaga kerja terbesar dipergunakan untuk upah panen 30,03, disusul biaya pengolahan tanah 18,20, Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 92 penanaman 9,80, penyiangan 7,56, pasca panen 5,49 dan pemeliharaan 1,51. Besarnya biaya panen disebabkan sistem pengupahan untuk panen menggunakan sistem bawon, yaitu upah dalam bentuk natura gabah hasil panen dengan kisaran 10 – 20 dari hasil panen. Tabel 5.2. Rincian biaya usaha tani padi pada tiga tipologi lahan sawah di tiga lokasi penelitian tahun 2010. Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Rata-Rata Komponen Biaya ……………Rp ha -1 tahun -1 ………………. 1. Biaya tenaga kerja - Pengolahan tanah 1.353.639 1.539.267 1.812.500 1.568.469 18,20 - Tanam 636.678 1.094.311 802.875 844.621 9,80 - Penyiangan 384.637 1.004.282 565.920 651.613 7,56 - Pemeliharaan 108.519 219.826 63.234 130.527 1,51 - Panen 2.354.685 3.466.493 1.944.547 2.588.575 30,03 - Pasca panen 263.248 774.262 381.570 473.027 5,49 Jumlah 1 5.101.407 8.098.442 5.570.647 6.256.832 72,59 2. Biaya sarana produksi - - Benih 591.335 450.880 456.188 499.468 5,79 - Pupuk: 1.229.684 1.489.270 2.153.283 1.624.079 18,84 = Urea 725.938 626.636 309.586 554.054 6,43 = ZA 60.992 - - 20.331 0,24 = SP-36 209.234 186.796 311.911 235.980 2,74 = KCl - - 32.194 10.731 0,12 = NPK 219.094 666.625 1.499.592 795.104 9,22 = Pupuk Organik 14.426 9.212 - 7.879 0,09 - Obat-obatan: 243.860 311.479 160.977 238.772 2,77 = Obat Padat 90.744 - - 30.248 0,35 = Obat Cair 153.117 311.479 160.977 208.524 2,42 Jumlah 2 2.064.880 2.251.629 2.770.448 2.362.319 27,41 Total Biaya Usaha Tani 7.166.286 10.350.071 8.341.095 8.619.151 100,00 Sumber: Data primer Rata-rata IP padi di Lombok Tengah 167, Sumbawa Barat 200 dan Bima 200 Besarnya upah panen tergantung kondisi tenaga kerja dan kondisi tanaman padi pada saat panen. Pada musim panen raya yang berlangsung dalam waktu bersamaam serempak umumnya tenaga kerja dirasakan sangat kurang. Demikian pula halnya apabila hamparan tanaman padi kurang baik atau dalam kondisi rebah biasanya tenaga kerja meminta upah yang lebih besar, karena untuk mendapatkan hasil panen dibutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan apabila kondisi padi normal. Sistem bawon merupakan tradisi yang telah berlangsung sejak lama, sehingga dirasakan sangat sulit atau memerlukan waktu yang lama untuk merubahnya. Di Kabupaten Bima beberapa petani menggunakan tenaga keluarga untuk kegiatan panen terutama petani Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 93 dengan luas lahan sempit dan tersedia tenaga keluarga yang cukup, sehingga biaya panen lebih rendah daripada di wilayah lain. Pengolahan tanah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan hand traktor, sedangkan penggunaan tenaga ternak sudah mulai berkurang. Tenaga manusia biasa digunakan untuk perbaikan pematang atau pengolahan tanah yang tidak dapat dijangkau traktor. Biaya traktor relatif masih mahal karena ketersediaan traktor masih terbatas dan tidak sebanding dengan luas lahan. Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi NTB 2008, jumlah traktor di NTB tahun 2007 sebanyak 3.351 unit, terdiri atas traktor Roda-2 hand tractor sebanyak 3.325 unit dan Roda-4 sebanyak 26 unit. Rasio traktor dengan luas lahan sawah adalah 0,014, yang menunjukkan bahwa setiap unit traktor harus mengolah lahan sawah seluas 69 ha. Jika diasumsikan bahwa luas lahan yang dapat diolah dengan menggunakan traktor sekitar 70, maka setiap unit traktor harus mengolah lahan sawah minimal seluas 48 ha. Kapasitas satu unit traktor dalam pengolahan lahan sawah untuk tanaman padi hingga siap tanam pengolahan tanah sempurna rata-rata 0,5 ha hari -1 atau 2-3 hari ha -1 tergantung kondisi lahan sawah hasil wawancara dengan pemilikoperator traktor. Jika diasumsikan bahwa jumlah hari pengolahan lahan pada setiap musim tanam di suatu hamparan agar mencapai waktu tanam yang relatif serempak maksimal 30 hari kerja, maka setiap unit traktor hanya mampu mengolah lahan seluas 15 ha saja, sehingga pengolahan lahan sering tidak sempurna, sedangkan biaya sewa traktor tetap mahal. Biaya tanam dan penyiangan merupakan komponen biaya yang cukup besar, karena melibatkan tenaga kerja cukup banyak, yaitu antara 22 – 25 orang ha -1 untuk penanaman dan 15 – 20 orang untuk penyiangan dengan waktu kerja antara jam 7.00 – 12.00 dan jam 13.00 – 18.00, dengan upah Rp. 10.000 – Rp.15.000 pagi sampai siang dan Rp. 10.000 siang sampai sore. Dengan struktur usaha tani padi sawah yang didominasi usaha tani skala kecil skala rumah tangga maka pasar tenaga kerja bersifat multidimensi. Faktor-faktor yang bekerja dibalik permintaan dan penawaran tenaga kerja tidak hanya mencakup variabel ekonomi semata namun terkait pula dengan struktur sosial dan budaya, dan dinamikanya dipengaruhi oleh perubahan teknologi produksi. Situasi dan kondisi tersebut menurut Sumaryanto, 2009 dapat mewarnai dinamika produktivitas tenaga kerja kompensasi tenaga kerja di sektor pertanian. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 94 Porsi biaya pemeliharaan relatif kecil, karena umumnya kegiatan pemeliharaan dilakukan oleh tenaga keluarga dan hanya sebagian kecil yang menggunakan tenaga kerja upahan. Kegiatan pemeliharaan mencakup kegiatan pemupukan dan penyemprotan. Biaya pasca panen yang dimaksud adalah biaya pengangkutan dari lahan sawah ke rumah petani atau tempat yang ditentukan. Sebagian petani memberikan upah angkut termasuk dalam upah panen, sebagian memberikan upah yang terpisah dari upah panen, dan sebagian lagi upah angkut dibebankan kepada pembeli, apabila petani langsung menjual hasil panen di lahan sawah. Pengeluaran biaya sarana produksi terbesar adalah untuk pembelian pupuk NPK 9,22, Urea 6,43, benih 5,79 dan SP-36 2,74; sedangkan pengeluaran untuk pembelian obat-obatan hanya 2,80. Besarnya pengeluaran untuk pembiayaan sarana produksi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar wilayah. Perbedaan hanya terletak pada penggunaan pupuk dari jenis yang berbeda di masing-masing lokasi tergantung rekomendasi pemupukan lokal spesifik. Sebagian besar petani menggunakan pupuk bersubsidi yang disediakan pemerintah, namun ketersediaannya seringkali kurang tepat jenis, jumlah dan waktu. Hal ini sering mengakibatkan kurang tepatnya aplikasi pupuk, sehingga responnya terhadap pertumbuhan tanaman padi relatif kurang optimal. Selain itu ketersediaan modal petani yang terbatas juga sering menjadi hambatan dalam penebusan pupuk, terutama apabila kelompoktani kurang berperan.

5.2. Optimasi Usaha Tani Padi Sawah

Optimasi usaha tani pada dasarnya bertujuan memaksimumkan pendapatan dan meminimumkan biaya serta mendapatkan informasi tentang perubahan alokasi sumber daya yang diperlukan. Informasi tersebut sangat berguna sebagai dasar dalam pengambilan keputusan tentang intervensi apa yang diperlukan untuk mencapai kondisi optimal yang diharapkan. Guna memudahkan perumusan model matematis guna penyelesaian optimasi usaha tani padi sawah di tiga lokasi penelitian, terlebih dahulu hasil penelitian disusun dalam suatu matriks input-output yang menunjukkan variabel keputusan, tujuan dan kendala sasaran yang dihadapi sebagaimana disajikan pada Tabel 5.3. Moh. Nazam, 2011_PSL_SPs_IPB 95 Tabel 5.3. Matriks input-output program linier usaha tani padi sawah di tiga lokasi penelitian tahun 2010 Lokasi ke-j dan parameter ke-i Lombok Tengah Sumbawa Barat Bima Variabel ke-i Baris j n=45 n=43 n=45 Nilai Pembatas RHS Fungsi Tujuan: Z X 1 X 2 X 3 Maksimumkan pendapatan Rp.juta ha -1 tahun -1 1 16,62 15,71 13,73 Fungsi Kendala Koefisien peubah  Produktivitas kw ha -1 2 53,90 51,89 43,33 ≥ 59,00  Nilai penerimaan Rp.juta ha -1 tahun -1 3 23,78 26,06 22,07 ≥ 25,00  Biaya tenaga kerja Rp.juta ha -1 tahun -1 4 5,10 8,10 5,57 ≤ 8,10  Biaya sarana produksi Rp.juta ha -1 tahun -1 5 2,06 2,25 2,77 ≤ 2,77  Total biaya usaha tani Rp.juta ha -1 tahun -1 6 7,17 10,35 8,34 ≤ 10,35 Keterangan: n = responden, RHS = righthand side nilai pembatas ruas kanan, notasi ≤ pembatas; ≥ syarat. Tabel 5.3. menjelaskan variabel keputusan X 1 , X 2 dan X 3 masing-masing dengan parameternya. Fungsi tujuan adalah memaksimumkan pendapatan usaha tani padi sawah terhadap pengelolaan X 1 , X 2 dan X 3 masing-masing mewakili aktivitaspengelolaan usaha tani di Kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat lima kendala pembatas, yaitu kendala produktivitas a 1 , nilai penerimaan usaha tani a 2 , biaya tenaga kerja a 3 , biaya sarana produksi a 4 dan total biaya usaha tani a 5 . Ukuran performansi kritis terhadap permasalahan tersebut bahwa produktivitas padi sawah harus lebih besar dari 59,00 kw ha -1 produktivitas padi tertinggi di Indonesia dan nilai penerimaan harus dimaksimalkan lebih besar dari Rp. 25.000.000,- ha -1 tahun -1 , sedangkan biaya tenaga kerja, biaya sarana produksi dan total biaya usaha tani harus diminimumkan atau lebih rendah dari biaya rata-rata yang dikeluarkan petani saat ini. Penyelesaian optimasi model linier programming berdasarkan matriks Tabel 5.3 dengan persamaan 3 dilakukan dengan menggunakan program LINDO, sebagai berikut: