Konsep Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat

tanggungjawab dan wewenang masing-masing pemangku kepentingan dapat dilihat pada Gambar 27. Gambar. 27. Kerjasama pemangku kepentingan Konsep penanganan sampah berbasis masyarakat dapat dilihat pada Gambar 28. Penanganan sampah berbasis masyarakat dikelompokkan menjadi dua yaitu skala rumah tangga dan skala kawasan yang diuraikan sebagai berikut: 1. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat skala rumah tangga. Pengelolaan sampah tersebut melalui beberapa tahap yaitu: pemilahan dan pewadahan sampah di rumah tangga dan sekolah. Jenis wadah sampah dibedakan menjadi dua, yaitu: jenis 2 wadah untuk sampah organik dan non organik dan jenis 3 wadah untuk sampah organik, lapak, dan residu. Pengomposan sampah dilakukan dengan menggunakan metode tanam di tanah, metode keranjangban susun dan metode komposter sederhana dalam gentong atau drum plasik. Tingkat reduksi sampah yang diharapkan 30 – 40. 2. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat berskala kawasan Pengumpulan sampah dapat dilakukan tanpa pemilahan di rumah tangga atau dengan pemilahan di rumah tangga. Fasilitas pengelolaan sampah yang di- gunakan berupa area pengomposan, area lapak dan area daur ulang lanjutan Masyarakat : - Pelaksanaan 3 R - Daur ulang - Komposting - Pemilahan di sumber Pemerintahan : - Regulasi - Infrastruktur - TPA - Pendidikan Lingkungan - Resource recovery - Komposting - Insentif - Audit Pengelolaan Sampah Swasta : - Produksi ramah lingkungan - Tanggung jawab produser - Program Buy Back - Agen daur ulang - Pembeli barang lapak kebun organik, bengkel daur ulang. Pembuangan residu dilakukan ke TPS atau TPA. Tingkat residu dari pengelolaan sampah diharapkan sebesar 30 – 40. Gambar 28. Sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat Pendekatan yang harus dilakukan di dalam penanganan sampah berbasis masyarakat Gambar 28 adalah a Inisiatif berangkat dari kebutuhan; b Keterlibatan warga baik perempuan maupun laki-laki; c Pada level pengelolaan rumah tangga, komunalkawasan RT,RW, dan dusun, desa; d Melalui mediaforum lokal dengan melakukan pertemuan rutin warga, gotong royong, kegiatan keagamaan. Pengorganisasian masyarakatkelambagaan dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan kepemimpinan, pemberdayaan organisasi lokal yang ada, dan pembentukan kelompok pengelola baruKSM lokalkomite pengelolabank sampah. Kunci keberhasilan yang harus dilakukan di dalam penanganan sampah berbasis masyarakat ini adalah aspek pendanaan dan aspek keberlanjutan. Aspek pendanaan terdiri atas 1 Investasi awalkonstruksi dari Pemerintah untuk fasilitas umum, donor lokalinternasional untuk fasilitas umum, dan Pilihan Pilihan Pilihan Pemanfaatan kembalidaur ulang Pengangkutan dari TPS ke TPA Pengumpulan ke TPS Pilihan Level TPA Level TPS Level Rumah Tangga Pilihan Pilihan swadaya masyarakat pewadahan dan komposting di tingkat KK; 2 Modal awal pembuatan produk-produk daur ulang. Aspek keberlanjutan terdiri atas 1 Operasional dan pemeliharaan berupa iuran bulanan dan penjualan produk daur ulang berupa kompos, barang dagangan, dan produk bahan bangunan; 2 Pengakuan seperti penghargaan, insentif, expose kepada pihak luar, studi banding, dan replikasi. Alternatif pengelolaan sampah yang difokuskan adalah prinsip 3R reuse, reduce, recycle. Kegiatan saat ini sudah banyak dilakukan oleh masyarakat adalah recycle, dengan istilah yang lebih dikenal oleh masyarakat adalah “daur ulang“. Cara daur ulang yang umumnya dilakukan masyarakat adalah komposting untuk sampah organik. Metode yang telah dicoba dan di- kembangkan oleh masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri baik komunal maupun domestik rumah tangga, antara lain:

1. Keranjang Takakura

Metode ini cukup berhasil untuk diterapkan pada masyarakat, namun karena kapasitasnya kecil maka lebih cocok untuk skala domestik rumah tangga. Desain yang bagus dan tidak makan tempat, seperti halnya keranjang plastik biasa membuat alat tersebut fleksibel untuk ditempatkan di dapur.

2. Tong Komposter Semi Aerob

Tong komposter semi aerob ini mempunyai ukuran lebih besar, dan mempunyai lubang- lubang pengeluaran udara exhause untuk mendukung sistem semi aerob an-aerob fakultatif pada proses fermentasi dan dekomposisi. Kapasitas tampungnya lebih besar karena dibuat dari bahan dasar tong plastik berkapasitas 50 liter. Tong tersebut untuk skala rumah tangga, tetapi dengan jumlah banyak maka bisa diterapkan untuk skala komunal. Desain tong tersebut memiliki lubang di bagian dasarnya yang sangat sesuai untuk diterapkan dengan kombinasi penggunaan bakteri pengurai pada campuran bahan sampah organik sebelum dimasukkan ke dalam tong komposter ini. Lubang di bagian dasar dan di bagian exhause pengeluaran udara tersebut diharapkan bisa menjaga kondisi kelembaban yang optimum bagi proses komposting.

3. Tong Komposter Aerob

Tong komposter terbuat dari plastik dengan kapasitas 50 liter yang dilengkapi dengan cerobong asap sepanjang ± 2 meter, yang berfungsi menyalurkan gas buangbau yang diproduksi selama proses komposting berlangsung. Ke- banyakan masyarakat membuat barang-barang kreasi dari sampah anorganik yang sudah tidak dipakai lagi, misalnya, membuat tirai dari plastik bekas minuman gelas, dan membuat tas dari plastik pembungkus deterjen. Hambatan terbesar dari penerapan daur ulang adalah kebanyakan produk tidak dirancang untuk dapat didaur ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini karena para pengusaha tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan tanggungjawab produsen extended producer responsibility - EPR adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan memberikan insentif kepada mereka untuk mendisain ulang produk mereka agar me- mungkinkan untuk didaur ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan beracun, namun demikian EPR tidak selalu dapat melaksanakan atau mempraktekkan, mungkin baru sesuai untuk pelarangan terhadap material- material yang berbahaya dan beracun dan material serta produk yang bermasalah. Satu sisi, penerapan larangan penggunaan produk dan EPR untuk memaksa industri merancang ulang, dan pemilahan di sumber. Komposting dan daur ulang merupakan sistem-sistem alternatif. Komunitas-komunitas telah banyak yang telah mampu mengurangi 50 penggunaan landfill atau insinerator bahkan beberapa sudah mulai mengubah pandangan mereka untuk menerapkan “ Zero Waste “ atau “ bebas sampah “. 7.10. Rekomendasi Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Kota Depok 7.10.1. Strategi Pengembangan Pengembangan kapasitas pelayanan kebersihan akan dilakukan secara bertahap, karena kemampuan pengelola untuk melaksanakan peningkatan kapasitas pelayanan hingga seluruh daerah terlayani masih terbatas. Berdasarkan keterbatasan tersebut maka daerah yang akan dilayani hanya daerah yang mempunyai kepadatan lebih besar dari 50 jiwaha, sedangkan daerah yang mempunyai kepadatan 50 jiwaha maka kebersihannya masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang ada penanganan secara individual yaitu dengan pembakaran atau penimbunan tanpa menimbulkan resiko pencemaran yang besar masih dalam batas toleransi. Daerah urban akan mendapatkan pelayanan kebersihan. Pengembangan daerah pelayanannya akan dilakukan berdasarkan urutan prioritas kebutuhan pelayanan kebersihan. Prioritas ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu kepadatan daerah terbangun, potensi ekonomi dan kesesuaian dengan rencana induk kota.

7.10.1.1. Kepadatan Daerah Terbangun

Daerah yang mempunyai kepadatan tinggi akan mendapatkan prioritas utama untuk mendapat kebersihan. Untuk tahap mendesak daerah yang akan dilayani ditetapkan yang mempunyai kepadatan lebih besar atau sama dengan 50 jiwaha.

7.10.1.2. Potensi Ekonomi

Potensi ekonomi yang dimaksud adalah kemampuan dan kemauan masyarakat untuk ikut serta dalam pembiayaan pengelolaan kebersihan dengan cara membayar retribusi yang ditetapkan Pemerintah Kota Depok.

7.10.1.3. Kesesuaian Dengan Rencana Induk Kota

Pengembangan daerah pelayanan akan disesuaikan dengan tata guna lahan dan rencana kepadatan penduduk, sehingga daerah yang direncanakan untuk mendapat pelayanan kebersihan adalah daerah yang memang ditetapkan sebagai daerah pemukiman dan komersil. Dalam rangka pengembangan kapasitas pelayanan ada beberapa perbaikan terhadap cara pengelolaan yang dilakukan selama ini yaitu selain penambahan peralatan dan tenaga kerja yang dibutuhkan juga ada penggantian sarana prasarana seperti TPS persil menjadi