Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan responden rendah, sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh
terhadap keberhasilan suatu program kegiatan karena pendidikan akan mempengaruhi kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan lingkungan.
Pendidikan berperan membawa mekanisme yang dapat mengubah bentuk watak dan pribadi seseorang. Setiap manusia, sesuai dengan kodratnya, masing-masing
memiliki karakteristik perilaku pengetahuan, sikap dan keterampilan serta daya nalar dan kreativitas yang tidak selalu sama dengan orang lainnya. Karakteristik
tersebut akan sangat menentukan kinerja dan produktivitas. Sumberdaya manusia berbeda dengan sumberdaya lainnya, sumberdaya
manusia dengan kualifikasi tertentu seringkali memerlukan pendidikan dan membutuhkan pengalaman kerja selama bertahun-tahun. Oleh karenanya dalam
teori manajemen dinyatakan sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang memegang posisi strategis dalam setiap pengelolaan kegiatan, sebab selain
sebagai salah satu unsurnya, manusia sekaligus merupakan pengelola sumberdaya yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soerjani et al. 2008 mengemukakan
bahwa tingkat pendidikan sangat menentukan sebagai alat penyampaian informasi kepada manusia tentang perlunya perubahan untuk merangsang penerimaan
gagasan baru. Yustina dan Sudrajat 2008 juga mengemukakan melalui proses pendidikan, potensi manusia dapat dikembangkan dan berkembang sedemikian
rupa sehingga orang akan selalu modern. Tujuan akhir pendidikan adalah terjadinya perkembangan optimum dan peningkatan sumberdaya manusia.
Ancok 2008 juga mengemukakan hal yang serupa bahwa pendidikan pengelolaan sampah harus terfokus pada pengembangan tata-nilai dan moralitas
individu. Keberhasilan pendidikan pengelolaan sampah akan sulit untuk menjadi kenyataan selama tidak ada kondisi yang memberikan reward dan punishment
untuk menjaga terwujudnya hasil pendidikan. Hasil pendidikan baru muncul kalau faktor di luar diri individu yang berupa penegakan hukum dilaksanakan secara
konsisten. Alasan kenapa demikian karena ada level kepatuhan pada hukum norma yang salah satunya adalah kepatuhan karena takut dihukum.
Model prilaku pengelolaan sampah dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Model pengelolaan sampah FishbeinAjzen dalam Ancok, 2008
1. Pengetahuan diri tentang sisi negatif dan positif sampah Sisi negatif sampah yaitu dapat membahayakan kesehatan, merusak eko-
sistem, dapat dihukum bila membuang sampah sembarangan, mengganggu kenikmatan hidup karena polusi bau, dan menghancurkan kehidupan generasi
yang akan datang. Sisi Positif sampah yaitu bisa menjadi pupuk, sumber energi dan menjadi peluang bisnis yang menguntungkan.
2. Sikap terhadap pengelolaan sampah Sikap adalah faktor yang mendorong orang untuk mengelola sampah dengan
baikburuk. Sikap terbentuk karena pemahaman seseorang terhadap sisi positif dan negatif. Makin banyak pengetahuan seseorang tentang aspek positif
sampah dan bila dikelola dengan baik, maka makin baiklah perilaku seseorang dalam pengelolaan sampah. Pembentukan sikap bermula dengan pemberian
informasi yang sebanyak-banyaknya pada masyarakat tentang sisi positif dan
Norma Subyektif
Pengetahuan Diri
Ada Sarana dan Waktu
Sikap
Niat Perilaku
Keyakinan Normatif
negatif sampah. Pemberian pengetahuan mulai dari pendidikan dalam keluarga, sekolah dan pendidikan masyarakat.
3. Keyakinan normatif Tindakan seseorang sangat ditentukan oleh pengaruh lingkungan, khususnya
norma dan pandangan orang lain. norma yang terkait dengan sampah di antaranya adalah visi Pemerintah dan organisasi, misi, strategi, sistem
reward dan punishment yang ada dalam kaitan dengan pengelolaan. Selain itu sejauh mana norma terserbut disosialisasikan dan dilaksanakan dengan
konsisten. 4. Norma subyektif
Norma subyektif adalah kepatuhan seseorang akan keyakinan normatif. Apakah dia mau patuh atau tidak dengan ketentuan dan peraturan yang ada.
Walaupun ada visi, misi dan strategi tentang pengelolaan sampah tetapi kalau pejabat yang terkait Jaksa, Hakim, Polisi, Anggota, DPR, ABRI, Camat,
Kades memberi contoh yang buruk maka akan sulit untuk terwujudnya kebiasaan yang baik dalam pengelolaan sampah. Selain itu bila sanksi tidak
dilaksanakan dengan konsisten orang juga berani melanggar. 5. Niat untuk mengelola sampah
Niat untuk patuh pada sebuah hal yang baik adalah hasil dari interaksi antara sikap individu dan norma subyektif yang ada pada individu tersebut. Apabila
seseorang sudah memiliki kesadaran sampai ke level internalisasi seseorang faham betul kalau membuang sampah sembarangan akan merugikan dirinya
sendiri dan orang lain maka pada masyarakat yang buruk kebiasaannya dia akan tetap berniat untuk perilaku yang baik. Seseorang jika belum memiliki
kesadaran yang baik, maka sosialisasi masalah pengelolaan sampah disertai dengan reward dan punishment yang konsisten akan membentuk niat untuk
berperilaku yang baik. 6. Ada sasaran dan waktu
Perilaku tertib dan baik dalam mengelola sampah baru muncul kalau seseorang memiliki niat untuk berperilaku baik, namun seringkali niat yang
baik tersebut tidak jadi kenyataan karena tidak adanya fasilitas untuk membuang sampah dan sarana pengelolaan sampah. Selain itu sering kali
orang tidak punya waktu karena sarana dan fasilitas susah di dapat karena terlalu jauh diletakkan dan jauh dari kemudahaan di dalam penggunaannya.
Penelitian ini juga menganalisis sejauhmana pengaruh suatu program pembangunan, maka dilakukan pemantauan dan evaluasi secara terus-menerus,
sehingga dapat mengetahui perubahan. Pengaruh pembangunan tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi yang seringkali menimbulkan
keresahan sosial yang memprihatinkan, yang terjadi karena kurangnya pendekatan yang serasi terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pearce dalam Bunasor 2003 mengenai pengaruh ekonomi dalam pembangunan. Pembangunan berkelanjutan harus
mengacu pada upaya memeliharamempertahankan kegiatan pembangunan secara terus menerus. Pembangunan selalu memiliki implikasi ekonomi, serta pada
kenyataannya, pembangunan memiliki dimensi sosial dan politik yang kental. Pembangunan dapat dikatakan sebagai vektor tujuan sosial dari suatu
masyarakat, di mana tujuan tersebut merupakan atribut dari apa yang ingin dicapai atau dimaksimalkan oleh masyarakat tersebut. Atribut tersebut dapat mencakup:
kenaikan pendapatan per kapita, perbaikan kondisi gizi dan kesehatan, pendidikan, akses kepada sumber daya, distribusi pendapatan yang lebih merata.
Pembangunan berkelanjutan, sebagai filososfi dasar kehidupan menuntut perubahan nilai-nilai etika dalam kehidupan ekonomi agar pemanfaatan
sumberdaya alam yang secara total terbatas jumlahnya secara sukarela selalu ditekankan pada tingkat optimum.
Soeratmo 2004 juga mengatakan hal yang sama bahwa perubahan dalam basis ekonomi akan mempengaruhi perubahan dalam kegiatan bukan berbasis
ekonomi. Pengaruh ekonomi tersebut bersifat sekunder yang harus di- perhitungkan. Kegiatan ekonomi bukan basis mencakup berbagai usaha ekonomi
yang terkait secara tidak langsung dengan ekonomi di sektor basis, sebagai contoh jika balai industri berkembang, akan berkembang pula usaha jasa transportsi
pedesaan, usaha warung, serta jasa-jasa perdagangan lainnya di desa setempat.
Guna mengetahui sejauh mana pengaruh suatu program pembangunan, maka dilaksanakan pemantauan dan evaluasi secara terus-menerus. Hal tersebut
diperlukan untuk bisa segera memahami sejauh mana pengaruh dari suatu program pembangunan pada keseimbangan sistem sosial-ekonomi dan
keseimbangan tersebut diharapkan agar senantiasa lestari. Apabila kelestarian belum tercapai, maka program pembangunan tersebut perlu mendapat masukan
untuk menghilangkan faktor–faktor penyebab dan mengurangi tekanannya terhadap lingkungan sosial tersebut, sehingga kelestarian tetap tercapai.
Kondisi perkembangan suatu wilayah juga tercermin dari jenis pekerjaan penduduk. Jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 13
Grafik Jenis Pekerjaan
17.2418.39 26.44
2.3 17.24
3.45 2.3 12.64
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
Pekerjaan Jumlah
a. swastakaryawan b. pedagang
c. wiraswasta d. tani
e. buruh g. PNS
h. TNIPOLRI j. ibu rumah tangga
Gambar 13. Jenis pekerjaan responden Jenis pekerjaan yang paling dominan adalah wiraswasta sebanyak 26,44,
selanjutnya pedagang sebanyak 18,39, swastakaryawan dan buruhpemulung sebanyak 17,24, ibu rumah tangga sebanyak 12,64, PNS sebanyak 3,45,
TNIPolri dan tani sebanyak 2,3 Gambar 13. Jambu biji dan belimbing adalah komoditas andalannya petani. Selain tanaman buah-buahan dan tanaman pangan,
penduduk juga masih memelihara ternak, biasanya kambing yang dibiarkan mencari makan di TPA. Kepemilikan lahan, menurut tokoh masyarakat, sebagian
besar petani di Pasir Putih memiliki lahan. Namun demikian, lahan dalam luasan yang besar sebenarnya sudah banyak yang berpindah tangan ke penduduk Jakarta.
Petani di Pasir Putih ada yang sekedar buruh tani, yang menggarap lahan
pemulung
penduduk Jakarta. Penduduk Desa Pasir Putih yang bukan petani kebanyakan adalah kaum pendatang, mereka mencari pekerjaan di Jakarta.
5.4.4. Manfaat TPA bagi Masyarakat di sekitar TPA Cipayung Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar TPA dapat
diketahui bahwa keberadaan TPA selain membawa dampak negatif terhadap masyarakat di sekitar TPA berpeluang menjadi sumber penghasilan baru,
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyrakat di sekitar TPA Cipayung. Slamet 2007 mengemukakan pertemuan yang membahas persampahan
antara berbagai organisasi internasional yaitu, IRCWD International Reference Centre for Waste Disposal, Bank Dunia RSWGEAP Regional Water and
Sanitation Group of East Asia and Pacific, WHO-PEPAS Western Pacific Regional Centre for the Promotion of Environmental Planning and Applied
Science, menghasilkan tiga subjek yang patut diperhatikan pada masa yang akan datang, yaitu pengumpulan sampah dari masyarakat, komposting yang
terdesentralisasi, dan pembuatan pedoman yang realistik dan aman untuk pembuangan sampah kota. Hal tersebut harus dilakukan, karena jumlah maupun
kualitas sampah akan terus bertambah. Pemanfaatan kembali, dan daur ulang akan memperpanjang usia benda, akan tetapi akhirnya akan menjadi sampah juga.
Usulan komposting yang terdesentralisasi akan mengurangi volume sampah cukup banyak, dan sampah dapat dikembalikan ke alam dalam bentuk yang
bermanfaat. PPLH, ITB menghasilkan konsep KIS Kawasan Industri Sampah yang dapat melakukan komposting sampah bagi satu RW, memerlukan lahan
seluas 200 m
2
, dan memberikan keuntungan pada pekerjaan rata-rata Rp. 3.000hari.
5.4.4.1. Kesempatan Kerja
Keberadaan TPA menyebabkan terbukanya lapangan kerja bagi penduduk setempat. Saat ini ibu-ibu di sekitar TPA berpeluang memiliki sumber penghasilan
baru, asalkan mau berkotor sedikit. Adanya TPA telah ikut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat sekitarnya. Selain manfaat
ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar TPA, manfaat lain adanya perbaikan akses jalan di sekitar lokasi TPA
Manfaat ekonomi utamanya berupa pembukaan kesempatan kerja dan berusaha bagi warga sekitar, dalam bentuk sebagai karyawan tetap di TPA, supir
dan kernet, pemulung sampah dan usaha pengumpul barang bekas serta usaha warung makanan kecil. Keterbukaan lapangan kerja di antaranya adalah adanya
karyawan tetap menurut dokumen AMDAL ada sebanyak 24 orang, tenaga supir sekitar 52 orang supir dan sekitar 150 kernet
. Mereka umumnya berasal dari
kampung Bulak Barat, Benda Barat dan Pasir Putih. Selain sebagai supir, keberadaan TPA secara langsung memberikan pekerjaan tambahan bagi penduduk
di tiga wilayah itu khususnya sebagai pemulung sampah. Jumlah pemulung per hari diperkirakan mencapai 140–150 orang, dengan penghasilan sekitar Rp
25.000hari atau lebih, tergantung dari banyak sedikitnya hasil sampah yang bisa dipulung. Sampah hasil memulung dijual kepada pedagang pengumpul lapak
yang ada di sekitar TPA, di TPA juga ada empat warung makan kecil yang melayani karyawan dan pemulung.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Bintoro 2008 mengatakan bahwa sampah dapat menjadi masalah bagi lingkungan karena
merupakan sumber bau yang mengganggu pernapasan, dapat menjadi sumber penyakit dan mengganggu pemandangan, namun bila ditangani dengan baik,
sampah dapat dijadikan kompos yang berarti akan membuka lapangan kerja. Menurut CV. Heptagro Inti Mandiri produsen Kompos di Cirebon untuk
memproduksi 2000 ton kompos dibutuhkan 4000 HOK hari orang kerja, CV. Cisarua Integrated Farming produsen kompos di Bogor mempekerjakan 12
tenaga kerja untuk memproduksi 5 ton komposhari. Di Priangan Timur, untuk menghasilkan kompos sebanyak 2 tonhari diperlukan tenaga kerja sebanyak 5
oranghari. PT. Godang Tua Jaya produsen kompos di Jakarta memperkerjakan 100 oranghari untuk mengolah 30 ton sampahhari.
Baru sebagian kecil sampah kota yang dijadikan kompos. Apabila semua sampah dapat dijadikan kompos berarti akan semakin banyak mengurangi
pengangguran dan lingkungan hidup semakin baik dan sehat. Selain dari itu bahan
organik dapat menyerap air sebanyak 5 – 10 kali beratnya, misalnya 1 kg bahan organik dapat menyerap 5 – 10 liter air. Pengurangan buangan sampah perkotaan
ke TPA ini menjadi sangat penting Anonymous, 2004 karena: a. Penanganan sampah TPA di Indonesia pada umumnya menggunakan metode
open dumping, dan apabila ada yang menggunakan metode sanitary landfill pun tidak dilakukan secara baik dan benar. Metode tersebut merupakan suatu
proses pembusukan bahan organik berlangsung secara anaerobik. b. Proses pembusukan anaerobik menimbulkan dampak yang sangat luas
terhadap lingkungan, yakni timbulnya gas methane CH
4
, yang bersifat sebagai gas rumah kaca yang menyebar secara global, tersebarnya bau busuk
di lingkungan sekitarnya, tercemarnya air tanah groundwater oleh air lindi, dan berjangkitnya berbagai macam penyakit, serta seringkali menimbulkan
gejolak sosial. c. Di TPA sering kali terjadi kebakaran karena munculnya gas methane yang
mudah terbakar. Apabila yang terbakar termasuk pula sampah plastik atau bahan-bahan sejenisnya, maka bahan-bahan tersebut dapat terurai menjadi gas
dioxin yang bersifat karsinogenik dapat menyebabkan penyakit kanker. Pengurangan buangan sampah perkotaan ke TPA secara global, melalui
pengomposan secara berkelanjutan menjadi salah satu tindakan strategis dalam upaya pengurangan pengaruh gas rumah kaca. Hal ini merupakan salah satu
kontribusi nyata bangsa Indonesia terhadap upaya pencegahan intensitas pemanasan global global warming.
Ulloa et al. 2003 mengemukakan hal yang serupa tentang manfaat yang diperoleh dari sampah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian di Costa Rica.
Hasil identifikasi sisa pertanian utama di Costa Rica sangat berpotensi dimanfaatkan sebagai pakan ikan.
Sisa pertanian diolah untuk bahan baku yang masih berguna atau mengurangi efek polusi bahan misalnya disebut sebagai hasil sampingan.
Kira-kira 1.56 - 1.63 juta MT dari hasil sampingan dipergunakan untuk berbagai keperluan yang berbeda misalnya pupuk, pakan ternak, dan bahan bakar.
5.4.4.2. Pemasaran dan Analisis Finansial
Usaha dikatakan berhasil jika produk yang dihasilkan dapat terjual. Demikian juga dengan produk hasil pengolahan sampah, akan terasa bermanfaat
jika mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Usaha pemasaran produk, selain itu kelayakan usaha juga sangat diperlukan dengan mengetahui analisis finansial
suatu usaha. 1. Pemasaran hasil olahan sampah
Produk yang dihasilkan dari olahan sampah di antaranya adalah kompos, tenaga listrik, dan bahan daur ulang yang bisa dijual. Peluang pasar tenaga
listrik selalu ada karena Indonesia saat ini dan pada masa mendatang akan selalu membutuhkan energi. Tenaga listrik yang dibangkitkan dari sampah
adalah termasuk murah dibandingkan dengan PLTD. Oleh karena itu tidak menjadi masalah dalam hal pemasarannya. Bahan organik dan anorganik
dapat dijual dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat ekonomi lemah. Kompos adalah suatu produk yang sangat diperlukan dan seharusnya mudah
untuk dijual. Ada beberapa alasan untuk mendukung hal tersebut, di antaranya:
a. Daratan Indonesia, khususnya di luar Pulau Jawa, sebagian besar merupakan tanah yang miskin hara dan miskin bahan organik podsolik.
b. Harga pupuk kimia tinggi dan sangat dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Selain itu, pupuk kimia banyak dipalsukan dan dapat merusak tanah.
c. Masa yang akan datang, pertanian Indonesia, bahkan dunia akan kembali ke pertanian organik.
Menurut Bintoro 2008 kompos adalah bahan organik yang telah mengalami dekomposisi yang dapat memberikan manfaat, antara lain yaitu:
a menyediakan unsur hara bagi tanaman baik makro maupun mikro; b menggemburkan tanah; c memperbaiki struktur dan tekstur tanah;
d meningkatkan porositas dan aerasi tanah; e meningkatkan mikroorganisme tanah; f meningkatkan daya memegang air; g meningkatkan kapasitas tukar
kation; h mengurangi pemakaian pupuk buatan anorganik; i menurunkan
aktivitas mikroorganisme yang merugikan; j memperbaiki kualitas pertumbuhan dan hasil tanaman. Untuk mengurangi limpasan aliran permukaan dapat dibuat
lobang yang diisi bahan organik di halaman rumah dengan ukuran 2 x 2 x 3 m
3
. Brata dalam Bintoro 2008 seorang ahli Konservasi Tanah IPB membuat biopori
dalam jumlah banyak di halaman rumah, kemudian biopori tersebut diisi sisa-sisa tanaman dapat mengurangi aliran permukaan. Adanya bahan organik di dalam
tanah akan menyerap air sebanyak 5 – 10 kali bobotnya. Bahan organik akan menyebabkan tanah lebih berpori, hal tersebut menyebabkan daya mengikat air
meningkat, sehingga dapat mengurangi kemungkinan banjir. Berdasarkan alasan tersebut, sebaiknya kebutuhan pupuk di dalam negeri
digantikan oleh pupuk kompos. Pergantian pupuk tersebut hanya bisa di- laksanakan dengan bantuan kebijakan Pemerintah yang mewajibkan penggunaan
pupuk kompos untuk semua bidang kegiatan seperti pertanian pangan, perkebunan dan kehutanan. Secara perlahan pupuk kompos akan meningkatkan produktivitas
tanaman. Dengan penggunaan pupuk kompos secara berkesinambungan dan teratur, sifat kimia dan tekstur tanah yang rusak oleh pupuk kimia akan dapat
direhabilitasi. Budhiyono 1992 mengatakan tingginya intensitas penggunaan pupuk kimia dalam budidaya pertanian ternyata telah menimbulkan dampak
kumulatif yang sangat merugikan, yakni terbentuknya hard-pan pada tanah pertanian lahan sawah jenuh air dan terbentuknya gley-horizon pada tanah
pertanian lahan kering. Selain itu Bintoro 2008 mengemukakan bahwa pe- nurunan kadar bahan organik tanah akan mengakibatkan daya menyerap air
menjadi berkurang. Penurunan bahan organik sebesar 1 akan menyebabkan air sebanyak 200m
3
ha langsung mengalir ke sungai. Hal tersebut dapat dilihat di Bendungan Katulampa, Bogor apabila hujan, debitnya segera naik, tetapi
beberapa saat kemudian debitnya normal kembali, hal ini berarti kawasan- kawasan di bagian hilir menjadi rawan banjir. Gundulnya lahan di Indonesia
mengakibatkan dataran rendah rawan banjir dan kawasan dataran tinggi rawan banjir. Rawan banjir semakin diperparah karena sungai menjadi dangkal karena
dijadikan tempat pembuangan sampah.
Untuk mengurangi longsor dan banjir, lahan pertanian dan lahan-lahan di dataran tinggi harus ditingkatkan kembali kadar bahan organiknya. Pemberian
sampah segar akan berakibat buruk bagi kegiatan pertanian karena nisbah CN nya masih tinggi, sehingga mikroorganisme yang terdapat di dalamnya akan
memanfaatkan unsur hara di kawasan tersebut. Agar hal tersebut tidak terjadi, maka sampah tersebut harus dijadikan kompos lebih dahulu.
Jenis kompos yang akan diproduksi sebaiknya dibuat berdasarkan klasifikasi harga, mulai dari yang paling murah sampai harga yang paling mahal.
Tujuannya agar setiap kebutuhan segmen pasar bisa dipenuhi. Contoh variasi jenis kompos tersebut adalah sebagai berikut: a Kompos tanpa tambahan hara pupuk
lain; b Kompos dengan tambahan hara dari pupuk kimia seperti NPK; c Kompos dengan tambahan organisme dari pupuk biologi, seperti endo-
ecorhiza dan rizobium biofertilisasi; d Kompos dengan tambahan arang atau soil conditioner lain; e Kompos yang diberi tambahan hara dengan kombinasi
yang lengkap atau tidak lengkap; f Kompos granuler. Pemasaran kompos adalah untuk menggantikan peran pupuk kimia dalam
bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Pupuk digunakan untuk tanaman semusim padi, jagung, kedelai dan kacang-kacangan, tanaman sayur dan buah
holtikultura, kelapa sawit, tebu, teh, kopi, kakao perkebunan serta kayu-kayu hutan tanaman industri kehutanan.
5.4.4.2.1. Analisis Finansial Aerobik Komposting
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan finansial ini adalah sebagai berikut: a Kapasitas produksi setelah tahun ke-2 sebesar 540 tontahun 1,5
tonhari; b Lama kegiatan komposting 5 tahun; c Lokasi pembuatan kompos di pasar sayur; d Jenis produk yang dihasilkan kompos asli tanpa tambahan
hara; f Harga jual kompos Rp 500,00kg; g Lokasi pemasaran di Kota Depok dan sekitar.
5.4.4.2.1.1. Biaya Produksi
Kelayakan finansial proyek pembangunan pabrik kompos di pasar sayur akan memerlukan biaya produksi, adapun contoh hasil biaya pembuatan kompos
dengan kapasitas produksi 540 ton per tahun atau 1,5 tonhari adalah sebagai berikut :
Tabel 18. Biaya pembuatan kompos 5 tahun
Uraian Harga Satuan
Volume Satuan
Jumlah
A. Biaya Investasi 5 tahun
1. Mesin 2. Bangunan
3. Bak inkubasi 4. Timbangan
5. Mesin jahit karung 20.000.000
400.000 450.000
1.000.000 750.000
1 72
7 1
2 Unit
M
2
Unit Unit
Unit 20.000.000
28.800.000 3.150.000
1.000.000 1.500.000
Subtotal A 54.450.000
B.Biaya Produksi Operasional 1. Bahan
- Bioaktifator - Bahan baku sampah pasar
- Serbuk gergaji - Karung kemasan
- Terpal plastik - Benang jahit karung
- Bahan bakar 2. Peralatan Mendukung garpu, sekop, cangkul
golok, termometer batang 3. Tenaga Kerja
- Kepala pabrik - Sortir
- Cacah - Pencampuran
- Inkubasi - Pengemasan
- Administrasi 4. Biaya ATK
5. Pemasaran 6.Penyusutan 10 biaya investasi
6.600 -
2.000 1.000
4.000 10.000
4.500 25.000
20.000 20.000
20.000 -
20.000 20.000
150.000 10
13.500 2.700
2.162,5 21.600
50 60
1.200 300
600 300
300 -
300 300
1 540.000
Kg Ton
Karung Lembar
m
2
gulung liter
HOK HOK
HOK HOK
- HOK
HOK Paket
Kg 89.100.000
- 4.325.000
21.600.000 200.000
600.000 5.400.000
600.000 7.500.000
12.000.000 6.000.000
6.000.000 -
6.000.000 6.000.000
150.000 5.400.000
5.445.000 Subtotal B
176.320.000 Total Biaya
230.770.000
5.4.4.2.1.2. Pendapatan dan keuntungan
Pendapatan dan keuntungan yang akan diperoleh dengan produksi 540.000 kg dan asumsi harga kompos Rp 500,00kg adalah sebagai berikut:
Pendapatan = jumlah produksi kompos x harga kompos = 540.000 kg x Rp 500,00kg
= Rp 270.000.000,00 Keuntungan = pendapatan-biaya produksi
= Rp 270.000.000,00-Rp 176.320.000,00 = Rp 93.680.000,00
5.4.4.2.1.3. Analisis kelayakan usaha
Variabel yang digunakan untuk mengukur kelayakan pengusaha kompos yaitu break even poin BEP dengan perhitungan sebagai berikut:
a. BEP BEP produksi = biaya produksi
harga jual = Rp 176.320.000,00
Rp 500,00kg = 352.640 kg kompos
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh nilai BEP produksi sebesar 352.640kg. Hal ini mengandung arti bahwa, produsen mencapai titik impas bila
dapat memproduksi 352.640 kg kompos dengan harga Rp 500,00kg. b. BC ratio
BC = keuntungan Biaya produksi
BC = 93.680.000,00 = 0,53 176.320.000,00
Nilai BC ratio adalah 0,53 hal ini bermakna bahwa pengolahan aerobik komposting pada saat ini belum memberikan manfaat yang sesuai dengan biaya
yang dikeluarkan. Dengan kata lain, masih rugi Rp. 1,00 yang dikeluarkan masih rugi sebesar Rp. 0,47.
Sesungguhnya proses pembuatan kompos secara aerobik tidak menguntungkan, jika Pemerintah akan melakukan subsidi kompos secara aerobik
maka, subsidi tersebut harus lebih besar dari kerugian yang diderita oleh produsen kompos.
5.4.4.2.2. Analisis Finansial Anaerobik Komposting
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan finansial ini adalah sebagai berikut a Kapasitas intake sampah sebanyak 15 m
3
hari; b Bahan bakar 30 literhari; c Tenaga kerja 7 orang; d Pemeliharaan 1 komponen konstruksi,
3 komponen mekanik; e Harga jual listrik Rp 205,00kWh; f Harga jual kompos Rp 500,00kg; g Produksi kompos 540 ton atau 540.000 kg; h
Produksi listrik sebesar 110.878 kWh.
5.4.4.2.2.1.Biaya Produksi
Teknologi dranco dry anaerobic convertion adalah teknologi yang dikembangkan oleh State University of Ghent, Belgia. Produk dari proses ini
terutama biogas dan kompos. Proses pengolahan dranco tidak menimbulkan bau karena seluruh proses dilakukan dalam reaktor tertutup. Biaya produksi
pembuatan kompos dengan Dranco. dapat dilihat Tabel 19 sebagai berikut : Tabel 19. Biaya produksi Dranco per tahun
Uraian Satuan
Nilai Rp A. Investasi
Area penampungan, C M
2
3.400.000 Conveyor sortasi, 30 C, 70 M
Unit 36.350.000
Mesin pencacah sampah, M Unit
43.000.000 Reaktor Dranco, 60 C, 40
Unit 645.000.000
Tangki penampung biogas, C Unit
73.600.000 Generator gas, 50 C, 50
Unit 2.600.000
Mesin pencacah kompos, M Unit
24.250.000 Peralatan packaging, M
Unit 4.400.000
Sarana dan prasarana, C Unit
118.000.000 Peralatan material handling, M
Unit 4.500.000
Peralatan keselamatan kerja Unit
2.200.000 Gambar kerja
Unit 6.000.000
Pemasangan dan uji coba HOK
50.000.000 Unit pembersih biogas, 50 C, 50M
Unit 65.000.000
Subtotal 1.074.900.000
B. Biaya Tetap Fixed cost
Pengadaan inokulum 7.500.000
Persiapan HOK
Tenaga kerja HOK
4.900.000 Bahan bakar
liter 390.000
Subtotal 12.790.000
C. Biaya Variabel Tahunan Annual Variable Cost
Pengadaan sampah Ton
8.100.000 Tenaga Kerja
HOK 58.800.000
Sumber daya HOK
2.340.000 Pengepakan
HOK 21.600.000
Maintenance HOK
21.310.000 Subtotal
112.150.000 Total Biaya
1.199.840.000
Sumber : Sudrajat 2006 Keterangan : C= Construction M= Maintenance
5.4.4.2.2.2. Pendapatan dan Keuntungan
Pendapatan yang diperoleh dengan asumsi penjualan tenaga listrik dan kompos. Produksi tenaga listrik di asumsikan sebesar 110.878 kWh, sedangkan
kompos sebesar 540.000 kg. Pendapatan per tahun yang dihasilkan pabrik sebagai berikut:
a. Pendapatan dari tenaga listrik 110.878 kWh x Rp 205,00kWh Rp
22.729.990,00
b. Pendapatan dari kompos 540.000 kg x Rp 500,00kg
Rp 270.000.000,00
c. Total pendapatan Rp
292.729.990,00 Sementara itu, keuntungan diperoleh dari selisih antara pendapatan dengan
biaya produksi biaya tetap dan biaya variabel, dengan rincian sebagai berikut: Keuntungan = pendapatan – biaya tetap + biaya variabel
= Rp 292.729.990,00 – Rp 12.790.000,00 + Rp 112.150.000,00 = Rp 167.789.990,00
5.4.4.2.2.3. Analisis Kelayakan Usaha
Parameter analisis kelayakan usaha berupa break event point BEP, benefit cost ratio BC, dan payback periode PBP adalah sebagai berikut
Sudrajat, 2006. a. BEP
BEP produksi kompos = biaya produksi Harga jual
= Rp 124.940.000,00 Rp 500,00kg
= 249.880 kg kompos Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh nilai BEP produksi sebesar
249.880 kg. Hal ini mengandung arti bahwa produsen mencapai titik impas bila dapat menjual 249.880 kg kompos dengan harga Rp 500,00kg.
b. BC ratio BC = Rp 167.789.990,00 = 1,34
Rp 124.940.000,00 Nilai BC ratio adalah 1,34, hal ini mengandung arti bahwa setiap Rp 1,00
biaya yang dikeluarkan, akan diperoleh manfaat sebesar Rp 1,34.
c. payback periode PBP PBP
= nilai investasi Keuntungan per tahun
= Rp 1.074.900.000,00 Rp 167.789.990,00
= 6,41 tahun atau 6 tahun 5 bulan Hasil perhitungan PBP adalah 6 tahun 5 bulan. Hal ini mengandung arti bahwa,
dalam jangka waktu 6 tahun 5 bulan, modal usaha pembuatan kompos akan kembali.
5.5. Kondisi Sosial Budaya
Karena lokasinya yang terletak dipinggiran Kota Jakarta, kawasan sekitar TPA Cipayung dihuni oleh komunitas Etnis Betawi yang dominan beragama
Islam dengan prosentase sebesar 95. Tingginya penganut agama Islam juga dicerminkan oleh banyaknya rumah ibadah mula i dari masjid hingga musholla.
Pesatnya perkembangan pembangunan di Kota Depok mendorong timbulnya keanekaragaman budaya yang disebabkan oleh banyaknya kaum migran yang
berdatangan dan menetap di sekitar TPA. Namun demikian, kondisi tersebut tidak memicu timbulnya konflik. Kaum pendatang dengan penduduk asli saling
berasimilasi satu sama lain membentuk sebuah budaya perkotaan. Perkembangan wilayah menjadikan masyarakat di sekitar lokasi TPA sudah
mulai meninggalkan budaya pedesaan dan mulai mengarah kepada budaya perkotaan. Proses perubahan budaya dipercepat dengan adanya pendatang dari
daerah lain. Budaya penduduk lokal bercampur dengan budaya pendatang, namun masih tetap terasa budaya lokal. Adat- istiadat yang masih berjalan di antaranya
antara lain selamatan orang meninggal, selamatan mendirikan rumah, selamatan menjelang tanam padi, khitanan, pernikahan, dan ibu hamil. Sebelum adanya
perubahan kondisi budaya, setiap bulan Sya’ban biasanya diadakan pertunjukan topeng Betawi. Pertunjukan topeng tersebut digelar di sekitar lokasi TPA. Namun
demikian, menurut penuturan penduduk, sejak 1990-an tradisi pertunjukan topeng
Betawi dihentikan seiring dengan meningkatnya pemahaman penduduk atas nilai- nilai keislaman.
Hasil penelitian menunjukkan budaya pemeliharaan lingkungan masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil survey rumah tangga yang mendapat
pelayanan pengangkutan sampah di Kota Depok, hampir seluruhnya 98 tidak menerapkan pola 3R, sedangkan rumah tangga yang tidak mendapat pelayanan
pengangkutan sampah sebanyak 28 di antaranya masih membuang sampah ke jalan atau ke sungaiselokan, 68 membuangnya ke tanahlahan kosong.
Buana 2004 mengemukakan warga di Kelurahan Cisalak, Kecamatan Cimanggis, telah melakukan kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia dan PT. Roce dalam pembuatan kompos. selain itu Kelurahan Depok Jaya Kecamatan Pancoran Mas di Jalan Mawar juga telah telah melakukan
kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk membuat kompos. Kegiatan di dua Kelurahan tersebut tidak terlalu signifikan dengan jumlah sampah yang ada di
Kota Depok, meskipun demikian hal tersebut dapat menjadi contoh bagi Kelurahan lain.
Hal yang terpenting yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah penegakan peraturan membuang sampah disembarangan tempat adalah melanggar
hukum. Keraaf 2004 mengemukakan perlu adanya kesadaran kultur dari tingkat pejabat dan masyarakat yang berpangkal pada ajaran agama. Sementara itu etika
lingkungan dilingkungan dikembalikan kepada khitahnya, manusia sebagai makhluk sosial harus beretika biosentrisme dan ekosentrisme, dalam artian
manusia harus dipandang dan dipahami sebagai makhluk biologis dan makhluk ekologis. Dengan cara seperti ini manusia dapat meyakini bahwa kebersihan akan
memperoleh pahala yang melanggar akan mendapat dosa, untuk mendukung kegiatan tersebut peran ulama dan tokoh masyarakat sangat diperlukan.
5.6. Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian menunjukkan penyakit yang sering diderita responden di sekitar kawasan TPA Cipayung yaitu diare, demam, infeksi kulit, ISPA, sakit
kepala, hypertensi, tipus, gatal-gatal dan kembung. Responden disekitar TPA sebagian besar jika sakit mereka pergi berobat ke puskesmas, dokter, klinik, beli