Program Partisipasi Masyarakat Partisipasi Masyarakat

menentukan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan sumberdaya manusia, masyarakat, birokrasi dan organisasi. Pemberdayaan merupakan upaya peningkatan harkat dan pribadi sumberdaya manusia seutuhnya, dengan upaya mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran akan potensinya, menciptakan iklim kerja untuk berkembang, memperkuat daya potensi yang dimiliki dengan langkah positif mengembangkannya, penyediaan berbagai masukan, dan membuka akses ke peluang, peningkatan taraf pendidikan, kesehatan, akses terhadap modal, teknologi tepat guna, informasi lapangan kerja dan pasar dengan kelengkapan sarana dan prasarana. Pemberdayaan bukan hanya untuk sumber daya manusia, akan tetapi juga terhadap pranata, sistem dan struktur, pembaruan kelembagaan, penanaman nilai-nilai, peran masyarakat di dalam organisasi, khususnya dalam pengambilan keputusan dan perencanaan, sekaligus pembudayaan demokrasi, pembelaan yang lemah terhadap yang kuat, dan menanggulangi persaingan. Pemberdayaan akan menghasilkan sumber daya manusia yang tidak tergantung kepada pemberian, semakin mandiri dan bertumbuhnya harga diri. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat diperlukan karena dapat mengurangi beban pengelola maka diperlukan suatu program untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara terpadu, teratur dan terus menerus serta bekerjasama dengan organisas i-organisasi yang ada sehingga partisipasi masyarakat dapat diubah dari komponen lingkungan menjadi sub sistem, untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan beberapa tindakan: a. Memberikan penerangan tentang pentingnya kebersihan dan pengelolaan persampahan yang dilakukan; b. Melaksanakan pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan; c. Memberikan contoh cara hidup yang bersih kepada masyarakat. Bentuk peran serta masyarakat yang diharapkan adalah biaya pelaksanaan penanganan sampah. Hal tersebut dilaksanakan dengan menarik retribusi dari masyarakat. Kerjasama dalam teknis penanganan sampah. Kerjasama dinyatakan dengan ikut sertanya masyarakat dalam melaksanakan sebagian dari kegiatan operasi penanganan sampah, misal dalam kegiatan pengumpulan, dan atau ikut sertanya masyarakat bertanggungjawab dalam penanganan sampah dengan mengikuti peraturan kebersihan yang ditetapkan, dan melaksanakan reduksi sampah seperti daur ulang, komposting. Bentuk kerjasama ini dapat dinyatakan sebagai a bertanggungjawab terhadap kebersihan rumah dan lingkungan; b aktif dalam program-program kebersihan; c turut memperhatikan kebersihan rumah dan lingkungan; d turut terlibat aktif dalam program-program kebersihan, e secara informal turut menerangkan arti kebersihan pada anggota masyarakat lainnya; f mengikuti prosedur kebersihan yang ditetapkan Pemerintah. Peran serta masyarakat adalah segala tindakan masyarakat, langsung atau tidak langsung yang membantu ataupun mengurangi tugas pengelola kebersihan dalam pengelolaan persampahan. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan kebersihan dan persampahan di Kota Depok dapat dibagi dalam dua bentuk. seperti pada Gambar 25.

7.5.2.1. Peran serta pada pembiayaan

Peran serta pada pembiayaan diwujudkan dengan membayar retribusi kebersihan. Peran serta masyarakat dalam pembiayaan tampaknya cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001 sampai 2005 yang rata-rata hampir mencapai 100 dari target Tabel. 25 Tabel 25. Target dan realisasi retribusi persampahan Kota Depok 2001-2005 TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005 TARGET Rp 1,200,000,000 1,500,000,000 1,850,000,000 1,539,264,000 1,694,565,000 REALISASI Rp 1,255,921,000 1,363,283,000 1,850,000,000 1,539,400,000 1,715,958,000 104.66 90.89 100.00 100.01 101.26 Sumber : Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok 2007 7.5.2.2. Peran serta pengelolaan Peran serta masyarakat pada teknis operasional pengelolaan persampahan diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan seperti keikutsertaan pada sebagian tahap pengelolaan persampahan, seperti pengumpulan sampah di kontainerbak sampah dan menyediakan sendiri pewadahan, serta kegiatan pengolahan sampah skala rumah tangga. Namun demikian, kualitas peran serta masyarakat dalam kegiatan teknis pengolahan sampah di Kota Depok ternyata masih perlu di- tingkatkan mengingat masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pe- meliharaan lingkungan. Hasil survei rumah tangga memperlihatkan bahwa sejumlah sampel rumah tangga yang mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah di Kota Depok, hampir seluruhnya 98 tidak menerapkan pola 3R, sedangkan dari sampel rumah tangga yang tidak mendapat pelayanan pengangkutan sampah, 28 di antaranya masih membuang sampah ke jalan atau ke sungaiselokan, 68 membuangnya ke tanahlahan kosong. Rumah tangga responden yang mendapat pelayanan angkutan sampah dengan penerapan 3R dan cara pengolahan pada rumah tangga yang tidak mendapat pelayanan angkutan sampah dapat dilihat pada lampiran 5. Suparlan 2004 mengemukakan rendahnya tingkat partisipasi sebagian besar masyarakat dalam pengelolaan sampah di perkotaan dapat terjadi sebagai hasil dari: a kondisi kemiskinan yang dimiliki warga; b sikap masa bodoh; dan c kombinasi dari keduanya. Kemiskinan dan sikap masa bodoh bila dilihat dari konteks corak kehidupan kota yang individualistik dan pentingnya peranan uang, sebaliknya kondisi kemiskinan dan sikap masa bodoh juga telah membantu memperkuat tradisi kehidupan kota yang bercorak individualistik, egosentrik, dan pentingnya peranan uang dalam kehidupan warga, sehingga pada dasarnya warga perkotaan terkotak-kotak dalam satuan individual rumah tangga. Saribanon 2007 mengemukakan meskipun analisis tersebut secara umum dianggap wajar, tetapi tidak selalu benar. Ada indikasi bahwa untuk permasalahan sampah, masyarakat lebih mudah untuk diajak berperan dalam mengatasi per- masalahan sampah dilingkungannya, meskipun untuk golongan tertentu perlu disertai dengan penyampaian aspek ekonomi atau keuntungan sebagai bagian dari tawaran implementasi program. Hal tersebut sejalan dengan pengalaman salah satu perusahaan multinasional dalam memperkenalkan program pengelolaan sampah mandiri di DKI Jakarta, yang menilai bahwa dengan menyentuh rasa tanggungjawab dan keprihatinan warga terhadap kondisi lingkungan saat ini, ternyata respon mereka cukup baik. Meskipun demikian, dalam mewujudkan partisipasi masyarakat, tidak cukup berhenti pada tahap menumbuhkan kesadaran dan rasa tanggungjawab saja, tetapi perlu ditindaklanjuti dengan pembinaan dalam implementasinya.

7.6. Implementasi Pengelolaan dan Pengolahan Sampah

Implementasi pengelolaan dan pengolahan sampah dapat dilakukan dengan tiga cara pendekatan yang akan dilakukan secara bersamaan 1 pendekatan skala kawasan dengan UPS; 2 pengolahan sampah skala rumah tangga; dan 3 pendekatan skala TPA. 7.6.1. Unit Pengolahan Sampah UPS Skala Kawasan Program yang dilakukan dengan pendekatan skala kawasan merupakan upaya untuk mengubah paradigma pengelolaan sampah yang lama yaitu kumpul-angkut-buang menjadi kumpul-angkut-manfaat. Program-program yang dilakukan adalah membangun unit pengolahan sampah UPS dalam skala kawasan. Lahan yang diperlukan sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam menangani masalah persampahan dengan mengacu pada Permen PU No. 21PRTM2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Pengelolaan Persampahan terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengurangan sampah sejak dari sumbernya dengan program unggulan 3R serta sasaran yang harus dicapai pada tahun 2010 sebesar 20, pada dasarnya merupakan tugas berat bagi semua pihak dalam mewujudkan upaya tersebut, mengingat kondisi yang ada saai ini, baru sekitar 1 sampah yang dapat dikurangi atau dimanfaatkan. Namun demikian, berbagai gerakan yang ada di tingkat masyarakat baik melalui peranan tokoh masyarakat, LSM ataupun Pemerintah Kota, telah banyak praktek-praktek unggulan 3R yang cukup sukses dan dapat direplikasi di tempat lain, sehingga target pengurangan sampah 20 bukan mustahil akan dapat dicapai. Pengurangan sampah dengan program 3R dan replikasi praktek terbaik memang bukan hal mudah untuk dilakukan karena sangat tergantung pada kemauan masyarakat dalam mengubah perilaku, yaitu dari pola pembuangan sampah konvensional menjadi pola memilah sampah. Diperlukan berbagai kegiatan untuk mengurangi sampah, seperti percontohan program 3R, penyuluhan kepada masyarakat, pemberdayaan dan pendampingan masyarakat, pengawasan atau monitoring terus-menerus dan pendidikan. Kegiatan pengurangan sampah sejak dari sumbernya akan dilakukan dengan mengedepankan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat secara lebih memadai dan diharapkan dapat menjadi gerakan moral nas ional.

7.6.1.1. Pengumpulan Sampah Skala Kawasan

Pengumpulan sampah skala kawasan dapat dilakukan dengan metode individual door to door maupun komunal masyarakat membawa sendiri sampahnya ke wadahbin komunal yang sudah ditentukan. Peralatan yang digunakan untuk mengumpulkan sampah di kawasan perumahan baru cakupan luas dan jalan lebar dapat dilakukan dengan menggunakan motor sampah kapasitas 1,2 m 3 , sedangkan untuk kawasan perumahan non komplek dan perumahan kumuhbantaran sungai cukup dilakukan dengan menggunakan gerobak 1m 3 . Jadwal pengumpulan sampah non organik terpilah seperti kertas, plastik, logamkaca dapat dilakukan seminggu sekali, sedangkan untuk sampah yang masih tercampur harus dilakukan minimal seminggu 2 kali. Motorgerobak sampah yang mengumpulkan sampah terpilah dapat dimodifikasi dengan sekat atau dilengkapi karung-karung besar 3 unit atau sesuai dengan jenis sampah.

7.6.1.2. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu TPST Skala Kawasan

1 Lokasi Luas TPST yang digunakan bervariasi, tergantung kapasitas pelayanan dan tipe kawasan. Kawasan perumahan baru cakupan pelayanan 2000 rumah diperlukan TPST gerobak untuk sampah tercampur. Untuk cakupan layanan skala RW 200 rumah diperlukan TPST dengan luas 200 – 500 m 2 . TPST