Demikian pula dengan algae yang berkembang biak karena adanya zat hara N,P,K akan menambah kekeruhan air.
b. Suhu
Hasil pengukuran suhu air di sumur pantau, rumah penduduk dan rumah penduduk seberang sungai seperti yang tersaji pada Tabel 14, suhu masing-masing
pada tiga lokasi tersebut adalah 26,0 C; 26,1
C dan 25,2 C, nilai-nilai suhu
tersebut di atas NAB. Suhu yang diizinkan berdasarkan Permenkes No. 416MenKesPERIX1990 sekitar ± 3
C. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hal yang serupa dengan penelitian Royadi pada tahun 2006 di sumur atas TPA
Bantar Gebang yang mempunyai suhu rata-rata 26,1
o
C dan sumur bawah TPA Bantar Gebang mempunyai suhu rata-rata 25,46
o
C. Suhu pada dua lokasi tersebut sudah di atas NAB. Tingginya suhu pada lokasi sampel tersebut
dipengaruhi pengambilan sampel air pada siang hari, sehingga menyebabkan suhu air di sumur meningkat.
Suhu air merupakan faktor ekologis yang berperan di lingkungan perairan. Sifat-sifat kimia seperti kelarutan oksigen DO, kecepatan reaksi kimia dan daya
racun bahan pencemar dipengaruhi oleh suhu air. Suhu air mempengaruhi proses-proses fisiologis, susunan jenis dan penyebaran organisme perairan.
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi suhu air. Komposisi substrat, kecerahan, kekeruhan, pertukaran panas air dengan panas udara akibat respirasi,
musim, cuaca, kedalaman perairan, kegiatan manusia di sekitar perairan maupun kegiatan dalam badan perairan itu sendiri dapat mempengaruhi suhu perairan.
Menurut Pescod dalam Royadi 2006 untuk menjamin kehidupan ikan dan organisme dalam air dengan baik, maka dianjurkan agar perubahan suhu air pada
perairan mengalir yang disebabkan oleh limbah bersuhu tinggi tidak lebih dari 2,8
o
C, sedangkan untuk perairan tergenang tidak lebih dari 1,7
o
C. Menurut Khitoliya 2004 kenaikan suhu di atas normal akan mengakibatkan: 1 jumlah
oksigen terlarut akan menurun, 2 peningkatan nilai BOD, 3 terjadi eutropikasi, 4 pengurangan nilai DO.
b. Bau
Bau merupakan salah satu dampak negatif yang timbul pada peng- operasian TPA. Bau timbul mengikuti aktivitas penguraian sampah, yang
menghasilkan gas-gas tertentu penyebab bau. Manusia dapat menerima bau melalui syaraf pembau
. Bau dapat berasal
dari bahan-bahan organik dari limbah pemukiman, limbah industri ataupun sumber alami. Selain itu bau juga berasal
dari hasil kegiatan mikroorganisme. Air yang memenuhi kualitas standar harus bebas dari bau tidak berbau.
Bau akan menjadi dampak penting walaupun tidak menimbulkan penyakit secara langsung. Dampak bau lebih ke arah estetika dan gangguan kenyamanan,
serta memberikan indikasi bahwa proses pengolahan sampah belum dilakukan secara tepat. Diperkirakan jika tidak dilakukan penanganan, maka pengaruh bau
akan meningkat terutama pada musim hujan, karena proses pembusukan sampah akan berlangsung secara cepat.
Wardhana 2004 mengemukakan bau yang keluar dari dalam air dapat berasal langsung dari bahan buangan atau air limbah dari kegiatan industri, atau
dapat juga berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama
gugus protein, yang secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai
salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi. Suriawiria 2003 mengemukakan bahwa air yang berbau dan mempunyai rasa
sangat tidak baik untuk dikonsumsi. Air yang mempunyai bau dan rasa menunjukkan kemungkinan adanya organisme penghasil bau dan rasa yang tidak
enak serta adanya senyawa-senyawa asing yang mengganggu kesehatan. Selain itu dapat pula menunjukkan kemungkinan timbulnya kondisi anaerobik sebagai hasil
kegiatan penguraian kelompok mikroorganisme terhadap senyawa-senyawa organik.
c. Rasa
Hasil analisis sampel air sumur tidak berasa hal tersebut, masih di bawah NAB yang diizinkan. Rasa merupakan variabel fisik air yang dirasa secara