PEMBAHASAN UMUM Model pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah secara berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok Jawa Barat

Untuk mencegah pencemaran lingkungan perairan di kawasan TPA, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Permenkes No.416MENKESPERIX1990 untuk kualitas air sumur, PPRI No.282001 Gol. III untuk kualitas badan air pe- nerima BAP, dan SK Gub. Jawa Barat No.61999 untuk kualitas air lindi. Hasil pengukuran kualitas air pada beberapa lokasi sampel di sumur menunjukkan beberapa variabel sampel yaitu besi Fe, mangan Mn telah di atas NAB yang diijinkan. Kualitas air di BAP Badan Air Penerima yang sudah di atas NAB adalah unsur nitrit NO 2 - N, BOD 5 dan seng Zn. Kualitas air lindi di TPA Cipayung yang telah di atas NAB adalah unsur besi Fe, mangan Mn, BOD 5 , COD dan fenol. Kadar fenol sudah di atas NAB yang diizinkan untuk Golongan I. Tingginya variabel kimia pada lokasi sampel diduga disebabkan oleh keadaan perairan dalam kondisi anaerob akibat tingginya kadar bahan organik pada saat proses dekomposisi yang berasal dari lokasi TPA. Hasil uji pemeriksaan Coliform pada kualitas air sumur dan BAP Badan Air Penerima masih di bawah nilai NAB. Kegiatan di TPA menimbulkan berbagai tanggapan dari responden di sekitar lokasi TPA. Tanggapan tersebut dapat dikategorikan berdasarkan manfaat yang diterima sebagai akibat beroperasinya TPA di daerah mereka. Sebagian besar tanggapan responden terhadap TPA Cipayung kurang sebanyak 58,62, buruk sebanyak 27,59, tanggapan baik sebanyak 9,19 dan tanggapan tidak tahu sebanyak 4,60. Munculnya berbagai tanggapan tersebut terkait dengan manfaat dari TPA yang dirasakan langsung oleh responden. Bagi responden yang mendapatkan manfaat, baik langsung misalnya sebagai karyawan atau pemulung maupun tidak langsung ada sanak keluarganya yang bekerja sebagai karyawan tanggapannya positif. Mereka yang merasa tidak mendapat manfaat, tanggapannya negatif. Sikap positif umumnya ditunjukkan oleh masyarakat lokal, sementara sikap negatif lebih banyak ditunjukkan oleh komunitas pendatang, yang hanya tinggal di sekitar TPA tetapi bekerja di tempat lain. Gangguan lingkungan yang dikeluhkan masyarakat akibat dampak TPA yang dirasakan oleh responden di antaranya adalah bau sebanyak 45,98, banyak lalat sebanyak 8,05, macet sebanyak 1,15, lainnya tidak terkena dampak sebanyak 4,60, bau dan banyak lalat sebanyak 32,18, banyak lalat dan pencemaran air sebanyak 1,15, bau, banyak lalat dan pencemaran air sebanyak 2,29, serta bau, banyak lalat, macet dan pencemaran air sebanyak 4,60. Keluhan tersebut dirasakan hampir merata baik dari penduduk Kampung Benda Barat, Kampung Bulak Barat, dan Blok Rambutan ketiganya masuk wilayah Kelurahan Cipayung serta Kelurahan Pasir Putih. Bau menurut mereka tidak terjadi secara rutin, namun bersifat sementara dan berhubungan dengan arah angin dengan durasi yang juga tidak menentu, biasanya antara 5 hingga 15 menit. Menurut penduduk, bau akan terjadi jika terjadi pembongkaran sampah yang sudah mulai membusuk dan kebetulan ada angin bertiup ke arah pemukiman. Pada kondisi normal, masalah bau busuk sebenarnya tidak ditemui. Pada dasarnya masyarakat sudah maklum dengan kondisi bau sampah, mengingat tempat tinggal mereka berdekatan dengan TPA, namun tetap saja penduduk merasa terganggu. Bagi masyarakat di RT 0402 Pasir Putih bagian Selatan, bau bercampur dengan bau peternakan ayam yang lebih dominan, sehingga bau sampah tidak dirasakan terlalu mengganggu. Selain akibat keberadaan TPA, masalah bau dikeluhkan masyarakat Blok Rambutan khususnya akibat lalu-lintas truk pengangkut sampah. Menurut penduduk setempat, truk sampah yang sudah kosong dan masih kotor, menebarkan bau yang lebih keras ketimbang truk yang masih terisi muatan. Selain masalah bau, kedatangan lalat juga dikeluhkan oleh sebagian penduduk. Namun demikian, menurut tokoh masyarakat setempat, kedatangan lalat tidak identik dengan keberadaan TPA. Lalat hanya datang ke pemukiman pada awal musim penghujan dan musim mangga, serta terjadi menyeluruh baik wilayah yang dekat dengan TPA maupun wilayah yang relatif jauh. Warga Kampung Bulak Barat menjelaskan lalat tersebut datang selain setelah hujan turun juga di karenakan adanya ceceran sampah di sepanjang jalan menuju TPA. Keresahan masyarakat dapat di atasi jika pengelolaan sampah dapat dilakukan secara profesional. Permasalahan lalat tidak akan muncul jika penyemprotan anti lalat dilakukan secara rutin terutama di saat musim hujan. Penyemprotan akan menghilangkan bau sampah yang mengundang datangnya lalat. Saat ini DKP sudah mempunyai satu unit alat semprot, sehingga setiap kali warga protes karena muncul lalat, pada saat itu juga penyemprotan dapat langsung dilakukan. Manfaat TPA Cipayung bagi masyarakat sekitarnya dapat meningkatkan pendapatan dengan melakukan pemilahan terhadap sampah yang masuk ke TPA. Keberadaan TPA menyebabkan terbukanya lapangan kerja bagi penduduk setempat, sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar TPA Cipayung. Ibu-ibu di sekitar TPA pada saat ini berpeluang memiliki sumber penghasilan baru, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar TPA Cipayung. Keberadaan TPA menyebabkan terbukanya lapangan kerja bagi penduduk setempat, mengutip penuturan warga setempat, saat ini ibu- ibu di sekitar TPA berpeluang memiliki sumber penghasilan baru, asalkan mau berkotor sedikit, dengan kata lain, adanya TPA telah ikut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat sekitarnya. Masyarakat di sekitar TPA selain merasakan manfaat ekonomi, manfaat lain yang dirasakan adalah adanya per- baikan akses jalan di sekitar lokasi TPA. Manfaat ekonomi utamanya berupa pembukaan kesempatan kerja dan berusaha bagi warga sekitar, dalam bentuk sebagai karyawan tetap di TPA, supir truk sampah dan kernet truk sampah, pemulung sampah, dan usaha pengumpul barang bekas serta usaha warung makanan kecil. Budaya pemeliharaan terhadap lingkungan dari masyarakat Kota Depok masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil survei rumah tangga yang mendapat pelayanan pengangkutan sampah di Kota Depok, hampir seluruhnya 98 tidak menerapkan pola 3R, sedangkan rumah tangga yang tidak mendapat pelayanan pengangkutan sampah sebanyak 28 di antaranya masih membuang sampah ke jalan atau ke sungaiselokan, dan 68 membuangnya ke tanahlahan kosong. Budaya peduli terhadap lingkungan sangat tergantung dengan tingkat pendidikan seseorang. Tingkat pendidikan responden di sekitar kawasan TPA Cipayung lulusan SD sebanyak 31,03, lulusan SLTP sebanyak 27,59, lulusan SMU sebanyak 26,44, perguruan tinggi sebanyak 4,5 dan yang tidak lulus SDsederajat sebanyak 10,34. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat akan berpengaruh terhadap rendahnya kesadaran masyarakat untuk memelihara lingkungan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program kegiatan, karena pendidikan akan mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk memelihara lingkungan. Pendidikan pada dasarnya adalah pemberian informasi pengetahuan tentang baik dan buruknya sesuatu hal yang dilakukan oleh manusia seperti sisi positif dan negatif sampah. Perkembangan kesehatan responden di sekitar kawasan TPA Cipayung menunjukkan penyakit yang paling sering diderita diare, demam, infeksi kulit dan ISPA. Penyakit lainnya yang diderita oleh responden sekitar kawasan TPA adalah sakit kepala, hypertensi, tipus, gatal-gatal, dan kembung. Sebagian besar masyarakat di sekitar TPA berobat ke puskesmas, dokter, klinik, atau hanya sekedar membeli obat di warung atau tidak berobat sama sekali. Masyarakat di sekitar TPA Cipayung berharap adanya peningkatan pelayanan kesehatan serta penyediaan fasilitas kesehatan di sekitar lokasi TPA Cipayung. Upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat pengelolan sampah yang belum maksimal, maka perlu dilakukan kebijakan dalam pengelolaan sampah tersebut. Pemangku kepentingan yang paling berpengaruh dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung yang mendapat prioritas pertama adalah Pemda, aktor yang mempunyai tingkat kepentingan paling tinggi terhadap penentuan alternatif kebijakan pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok. Pengaruh dan peran Pemda dalam pengelolaan TPA Cipayung mengacu pada UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan diperkuat dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan penuh untuk melakukan pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok. Swasta atau Dunia Usaha merupakan salah satu pemangku kepentingan yang mempunyai peran terhadap pengelolaan TPA Cipayung. Swasta dapat berperan sebagai pengelolaan sampah dalam hal penggalian sumber dana untuk investasi instalasi yang berkaitan dengan proses pengolahan sampah seperti geomembran untuk lapisan dasar kedap air di TPA dan insenerator berteknologi ramah lingkungan. Lembaga peneliti dan LSM mempunyai peran dalam hal melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan, baik terhadap kualitas lingkungan, sosial ekonomi masyarakat di sekitar TPA Cipayung, serta usaha-usaha penegakan hukum lingkungan. Masyarakat merupakan penghasil sampah, karenanya masyarakat merupakan aktor yang mempunyai peran penting dalam pengelolaan sampah. Masyarakat sangat penting diberdayakan agar mampu melakukan berbagai upaya penanganan yang bermanfaat tentang pengelolaan sampah secara umum. Masyarakat merupakan sumberdaya yang penting bagi tujuan pengelolaan lingkungan. Agar tidak terjadi konflik di TPA Cipayung maka sangat diperlukan koordinasi dan kerjasama yang harmonis dengan semua pemangku kepentingan di atas, sehingga akan diperoleh suatu kebijakan yang menguntungkan semua pemangku kepentingan dalam pengelolaan kawasan TPA Cipayung di Kota Depok. Hasil analisis gabungan pendapat seluruh pemangku kepentingan terhadap aspek ekologi mendapat perioritas pertama, prioritas kedua aspek ekonomi dan prioritas ketiga aspek sosial. Hasil analisis tersebut menunjukkan pengelolaan TPA Cipayung cenderung mementingkan aspek ekologi untuk kepentingan pengelolaan lingkungan di wilayah TPA Cipayung, sehingga mencegah terjadinya kerusakan lingkungan di sekitar kawasan TPA Cipayung. Aspek ekonomi dan sosial tetap diperhatikan dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung, sehingga tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar kawasan TPA Cipayung yang sering mendapatkan dampak dari kegiatan pengelolaan sampah di TPA Cipayung. Upaya mewujudkan penerapan suatu kebijakan pengelolaan TPA Cipayung, sangat diperlukan alternatif-alternatif kebijakan dalam pengelolaan sampah. Optimalisasi pengelolaan sampah menjadi prioritas utama apabila peningkatan laju timbulan sampah perkotaan sebesar 2 – 4 tahun tidak diikuti dengan ketersediaan sarana dan prasarana persampahan yang memadai, akan berdampak pada peningkatan pencemaran lingkungan. Apabila hanya mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, maka beban pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi TPA Tempat Pemrosesan Akhir. Meningkatnya laju pertumbuhan industri dan konsumsi masyarakat secara umum berdampak pula pada perubahan komposisi dan karakteristik sampah yang dihasilkan terutama semakin banyaknya penggunaan plastik, kertas, produk-produk kemasan dan komponen bahan yang mengandung B3 bahan beracun dan berbahaya serta non boidegradable. Pengoptimalisasi pengelolaan sampah sangat diperlukan. Prioritas kedua adalah optimalisasi petugas kebersihan. Sumberdaya manusia SDM merupakan salah satu unsur utama yang dapat menggerakkan roda manajemen persampahan secara menyeluruh. Peningkatan kualitas SDM menjadi sangat penting untuk terselenggaranya suatu sistem pengelolaan persampahan yang berkelanjutan. Lembaga atau instansi pengelola persampahan merupakan motor penggerak seluruh kegiatan pengelolaan sampah dari sumbernya sampai ke TPA. Prioritas ketiga adalah peningkatan partisipasi pemangku kepentingan. Sangat penting adanya partisipasi dari semua pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung Kota Depok. Bentuk partisipasi dapat dimulai dengan peran aktif masyarakat dan dunia usahaswasta sebagai pengelola sampah. Kegiatan pengurangan sampah dari sumbernya dapat dilakukan dengan melakukan peningkatan pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai. Sela in masyarakat, pihak swastadunia usaha juga memiliki potensi yang besar untuk dapat berperan serta menyediakan pelayanan publik Siahaan, 2004. Alternatif yang terakhir adalah upaya penegakan hukum. Hukum adalah pegangan yang pasti, positif dan pengarah bagi tujuan-tujuan program yang akan dicapai. Semua peri kehidupan diatur dan harus tunduk pada prinsip-prinsip hukum, sehingga dapat tercipta masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Hukum dipandang selain sebagai sarana pengaturan ketertiban rakyat tetapi juga sebagai sarana memperbaharui dan mengubah masyarakat kearah hidup yang lebih baik. Salah satu usaha mereduksi sampah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat model pengelolaan sampah di Kota Depok agar tidak terjadi timbunan sampah di TPA Cipayung. Program pengelolaan sampah dapat dimulai dari skala rumah tangga sampai proses pembuangan di TPA Cipayung Kota Depok dengan pengembangan program sistem pengelolaan sampah dengan menerapkan program 3R+1P. Pengembangan pola pengelolaan sampah dengan pola 3R+1P diharapkan mampu mengenali kondisi saat ini untuk menjadikan dasar dalam merancang model pengelolaan sampah berwawasan lingkungan. Dalam model pengelolaan sampah, parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah usia TPA tanpa mengurangi sampah dari tingkat rumah tangga, TPS dengan menggunakan pola 3R+1P, pengurangan reduce, pemakaian kembali reuse dan daur ulang recycle dan partisipasi. Variabel yang diamati di antaranya 1 Jumlah penduduk; 2 Jumlah sampah; 3 Sampah organik; 4 Jumlah tempat pembuangan sampah; 5 Sisa sampah, dan 6 Daya tampung lokasi Tempat Pembuangan Akhir TPA. Variabel-variabel tersebut digunakan untuk menyusun model pengelolaan sampah dengan pola 3R+1R. Hasil analisis sistem dinamis, menunjukkan perkembangan jumlah sampah di TPS dan sampah TPA yang semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah sampah rumah tangga yang tidak terangkut sebesar 66, Jumlah sampah di TPS sebesar 98 dari jumlah akumulasi sampah yang tidak terangkut. Jumlah sampah di TPA sebesar 34 dari jumlah sampah rumah tangga. Akumulasi sampah yang tidak tertampung di TPA dipengaruhi oleh jumlah sampah yang akan masuk ke TPA dan daya tampung TPA. Apabila jumlah sampah yang masuk melebihi daya tampung TPA maka sisanya tidak akan tertampung. Pada tahun 2011, dengan menggunakan pola pemilahan dari tingkat RT dan TPS diprediksikan jumlah sampah yang masuk ke TPA Cipayung sebanyak 1.200.000 m 3 . Pada tahun 2012 akan bertambah menjadi 1.500.000 m 3 , dan pada tahun 2013 kemampuan TPA untuk menampung sampah sudah melebihi daya tampung. Dengan menerapkan pola 3R dari sumber sampah diprediksikan jumlah sampah akan terus berkurang, sehingga usia TPA bertambah. Peningkatan pola kegiatan 3R+1P dimulai dari sumbernya sangat perlu dilakukan, untuk mengantipasi masalah tersebut. Prediksi usia TPA dengan skenario recycle 0 dan 5 menunjukkan usia TPA semakin rendah. Usia TPA dengan skenario recycle 10 menunjukkan usia TPA semakin meningkat. Sampah rumah tangga terdiri atas 72,97 sampah organik dan sisanya adalah sampah anorganik yang berasal dari hasil reduce sebesar 70. Sampah organik direuse dan recycle masing-masing sebesar 1. Contoh kegiatan reuse yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan botol-botol bekas kembali, atau menggunakan wadah atau kantong yang dapat digunakan kembali, sedangkan contoh kegiatan recycle adalah dengan melakukan pengolahan sampah-sampah organik menjadi kompos, kertas, plastik bekas untuk didaur ulang kembali. Sampah organik dilakukan pengomposan sebesar 10 dan sisanya digunakan untuk bahan baku. Hasil pemodelan prediksi jumlah sampah di TPA pada berbagai skenario menunjukkan prediksi jumlah sampah di TPA yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah sampah tersebut diakibatkan karena pertambahan jumlah penduduk. Hal lain yang mempengaruhi peningkatan jumlah sampah rumah tangga adalah tingkat kesejahteraan dan gaya hidup masyarakat. Tingkat pengelolaan sampah dengan skenario recycle dari tingkat rumah tangga dan TPS menunjukkan jumlah sampah di TPA semakin tinggi, sedangkan dengan skenario 3R + 1P yang dilakukan dari sumber sampah menunjukkan jumlah sampah di TPA semakin rendah. Hasil skenario yang telah dilakukan, dapat di-rekomendasikan bahwa sampah yang masuk ke TPA pada tahun 2013 akan melebihi daya tampung yang semestinya. Hal ini menyebabkan usia TPA semakin rendah. Berkaitan dengan hal tersebut, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok mau tidak mau harus menambah luas TPA dan memaksimalkan lagi program 3R+1P lebih optimal dimulai dari sumber sampahnya, sehingga sampah yang akan masuk ke TPA semakin sedikit dan usia TPA dapat bertambah.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Kesimpulan 1. Kualitas lingkungan dari hasil pengukuran kualitas air di sekitar kawasan TPA

Cipayung menunjukkan, beberapa variabel kimia sudah di atas NAB yang diizinkan oleh peraturan yang telah diijinkan, di antaranya adalah variabel Besi, Mangan, Nitrit, BOD 5 , COD, DO, Seng, dan Fenol. Berdasarkan pengklasifikasian tingkat pencemaran dari limbah domestik variabel BOD dan COD termasuk ke dalam tingkat pencemaran sedang, sedangkan variabel fisik lainnya masih di bawah NAB yang diizinkan. Dampak positif yang ditimbulkan dari kegiatan TPA Cipayung adalah memberikan manfaat ekonomi berupa pembukaan kesempatan kerja dan berusaha bagi warga sekitar. Dampak negatifnya adalah: bau, banyak lalat, macet, pencemaran air, lalu lintas truk sampah dan ceceran sampah, abrasi dan perpindahan aliran sungai Pesanggrahan, rendahnya harga tanah dan bangunan sekitar TPA. Kesehatan masyarakat disekitar kawasan TPA Cipayung umumnya menderita penyakit diare, demam, infeksi kulit dan ispa. Penyakit lainnya yang sering diderita adalah sakit kepala, hypertensi, tipus, gatal-gatal, dan kembung. 2. Rancangan strategi kebijakan pengelolaan sampah di TPA Cipayung Kota Depok yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis AHP adalah: a. Optimalisasi pengelo laan sampah. Peningkatan laju timbulan sampah perkotaan 2-4 tahun yang tidak diikuti dengan ketersediaan sarana dan prasarana persampahan yang memadai akan berdampak pada pencemaran lingkungan. Apabila hanya mengandalkan pola kumpul-angkut-buang maka, beban pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi TPA. Oleh sebab itu, perlu adanya penerapan sistem pengelolaan sampah yang mampu mengoptimalisasikan sistem yang sudah ada saat ini. b. Optimalisasi petugas kebersihan. Keterbatasan Sumber Daya Manusia SDM merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh DKP Kota Depok. Lemahnya SDM mempengaruhi fungsi perencanaan dan pengendalian pengelolaan sampah. c. Peningkatan partisipasi pemangku kepentingan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa partisipasi pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah di TPA Cipayung Kota Depok sangat penting. Bentuk partisipasi dapat dimulai dengan peran aktif masyarakat dan swasta dalam kegiatan pengurangan sampah mulai dari sumbernya dengan melakukan pe- nin gkatan pola penanganan smpah berbasis masyarakat. d. Penegakan hukum. Hukum adalah pegangan yang pasti, positif, dan pengarah bagi tujuan-tujuan program yang akan dicapai. Semua peri kehidupan diatur dan harus tunduk pada prinsip-prinsip hukum sehingga dapat tercipta masyarakat yang teratur, tertib, dan berbudaya disiplin. Selain sebagai sarana pengatur ketertiban rakyat, hukum juga dipandang sebagai sarana untuk memperbaharui dan mengubah masyarakat ke arah hidup yang lebih baik. Peraturan perundang-undangan di antaranya PPKepresKepmenPerda mengatur tata cara pengelolaan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke TPA, mengatur posisi, hak dan kewajiban masing-masing pemangku kepentingan, dan mengatur sanksi-sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan sampah. 3. Berdasarkan hasil analisis sistem dinamik per lu adanya model kebijakan dalam pengelolaan TPA Cipayung di Kota Depok, yang antara lain dapat menghasilkan berbagai skenario dalam rangka meningkatkan usia TPA. Pada tahun 2013 sampah yang masuk ke TPA diprediksikan sudah melebihi kapasitas daya tampungnya, maka langkah yang dapat dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok adalah dengan menambah luas TPA dan memaksimalkan kembali program 3R + 1P agar lebih optimal dimulai dari sumber sampahnya, sehingga sampah yang akan masuk ke TPA semakin sedikit yang menyebabkan usia TPA dapat bertambah dan mengurangi biaya operasional pengangkutan sampah ke TPA. Peran serta masyarakat dalam pembiayaan tampaknya cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001 sampai 2005 yang rata-rata hampir mencapai 100 dari target yang ditetapkan.