santai sehingga membuat Pariyem teringat akan selir dari majikannya sehingga ia merasa nyaman untuk mengutarakan pendapatnya pada Mas
Paiman secara bebas. Ungkapan “berserak” dirasa tidak santun, seolah para selir dari nDoro Kanjeng adalah sampah. Hal ini melanggar prinsip
kesantunan berkomunikasi menurut Pranowo 2009:23 bahwa pilihan kata yang
digunakan oleh
penutur seharusnya
mencerminkan “aura
kesantunan”. Seharusnya
penutur dapat
memilih kata-kata
yang mencerminkan kesantunan sehingga tuturan terkesan lebih santun.
Dari contoh di atas, dapat dikatakan bahwa nilai rasa tidak senang muncul dalam penggunaan pilihan kata yang mencerminkan perasaan tidak
senang dari penutur. Tuturan yang bernilai rasa tidak senang cenderung terkesan tidak santun karena banyak ditemukan penggunaan pilihan kata
yang tidak mencerminkan kesantunan. Seharusnya penutur dapat memilih kata-kata yang mencerminkan kesantunan sehingga tuturan terkesan lebih
santun.
4.2.2.16 Nilai Rasa Sakit
Nilai rasa sakit ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan kesakitan yang dialami penutur yang terdapat dalam tuturannya.
53. Aduh, jempol kaki saya kesandung undak-undakan trotoar Malioboro Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag
halaman 80, data tuturan NRPP 80 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan.
Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang memberitahu Mas Paiman bahwa ia mengalami cedera saat berjalan-jalan bersamanya.
54. “Sebagai banyak orang lain
Demikian pun saya alami sendiri 2
1 2
tahun terbaring-baring di amben waktu saya sakit batu ginjal Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag
halaman 113, data tuturan NRPP 113 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menceritakan pada Mas Paiman pengalaman Pariyem waktu menderita penyakit yang
cukup serius
Data tuturan 53 merupakan bentuk tindak tutur ekspresif yang digunakan
untuk mengungkapkan
perasaan si
penutur. Pariyem
mengungkapkan kesakitan yang ia rasakan saat tersandung jalan trotoar, sehingga di dalam tuturannya terkandung nilai rasa sakit yang terlihat pada
ditandai unsur intralingual melalui pilihan kata “aduh”. Penggunaan diksi ini memperlihatkan bahwa Pariyem merasakan kesakitan, sehingga dapat
dikatakan bahwa tuturan 53 bernilai rasa sakit. Nilai rasa sakit diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu
menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui yang dirasakan Pariyem saat ia tersandung jalan
dan konteks situasi komunikasi yang berupa latar percakapan berada di salah satu sisi trotoar jalan Malioboro, waktu percakapan pun di senja hari
yang bisa jadi membuat Pariyem tidak melihat anak tangga jalan trotoar, dengan situasi percakapan yang santai sehingga Pariyem secara refleks
mengeluh kesakitan pada Mas Paiman. Tuturan ini dianggap santun karena apa yang diucapkan oleh Pariyem sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal
ini sesuai dengan prinsip kualitas Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34 yakni yang dikatakan seharusnya sesuai dengan data atau fakta yang ada.
Data tuturan 54 merupakan bentuk tuturan ekspresif. Penutur mengungkapkan rasa sakit yang dideritanya melalui unsur intralingual
melalui kalimat “2
12
tahun terbaring-baring di amben waktu saya sakit batu ginjal
”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan kesakitan yang
dirasakan oleh Pariyem sewaktu menderita penyakit batu ginjal. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 54 bernilai rasa sakit. Nilai rasa sakit
diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa
Mas Paiman tidak mengetahui yang dirasakan Pariyem saat ia menderita penyakit batu ginjal dan konteks situasi komunikasi yang berupa
percakapan yang
nyaman dapat
membuat Pariyem
mengingat pengalamannya waktu tak berdaya karena penyakit batu ginjal yang
dideritanya. Tuturan 54 dianggap santun karena apa yang diucapkan oleh Pariyem sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini sesuai dengan prinsip
kualitas Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34 yakni yang dikatakan seharusnya sesuai dengan data atau fakta yang ada.
Berdasarkan kedua tuturan yang mengandung nilai rasa sakit di atas, dapat dikatakan bahwa nilai rasa sakit muncul pada penggunaan pilihan
kata dan kalimat yang mengungkapkan rasa sakit dari penutur. Tuturan yang mengandung nilai rasa sakit cenderung terasa santun karena apa yang
diucapkan biasanya sesuai dengan kenyataan yang ada bahwa penutur merasakan kesakitan saat didera kejadian yang membuatnya merasa