Nilai Rasa Yakin Nilai Rasa Yakin

Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menanggapi pertanyaan mitra tuturnya Mas Paiman mengenai cara Pariyem dalam mengaku dosa. Data tuturan 17 merupakan bentuk representatif. Tuturan yang digunakan Pariyem untuk memberitahukan Mas Paiman mengandung nilai rasa percaya diri yang ditunjukkan melalui unsur intralingual melalui penggunaan kalimat “Ala, biarpun mahir tendangan lipat tapi menghadapi saya pasti kan terlipat – di ranjang ”. Melalui penggunaan kalimat ini memperlihatkan bahwa Pariyem secara terang-terangan memuji dirinya sendiri seolah Den Baguse pasti kalah ketika berhadapan dengan Pariyem. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 17 mengandung nilai rasa percaya. Nilai rasa percaya diri diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui kelemahan Den Baguse dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi tuturan yang santai sehingga membuat Pariyem bebas mengeluarkan pendapatnya. Tuturan 17 dianggap tidak santun karena melanggar prinsip kesantunan menurut Leech 1983 yang meminimalkan pujian terhadap diri sendiri. Seharusnya Pariyem tidak terlalu memuji diri sendiri sehingga tuturannya terasa lebih santun. Data tuturan 18 merupakan bentuk ekspresif yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan penutur. Dari tuturan yang digunakan oleh Pariyem untuk mengungkapkan perasaannya pada Mas Paiman terkandung nilai rasa percaya yang dapat dilihat dari unsur intralingual melalui penggunaan kalimat “O, saya mengaku kepada orang yang saya tresnani saja, kok dan tidak kepada sembarang orang saja ”. Kalimat ini memperlihatkan Pariyem sangat mempercayai Mas Paiman untuk mengakui semua dosa-dosa yang pernah Pariyem lakukan, sehingga tuturan 18 dianggap bernilai rasa percaya. Nilai rasa percaya diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui bahwa Pariyem belum pernah mengaku pada orang lain dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai membuat Pariyem nyaman sehingga ia merasa leluasa untuk mengakui segala tindakan yang pernah ia lakukan selama hidupnya. Ungkapan tersebut dirasa santun karena sesuai dengan maksim pertimbangan Leech 1983 dalam Pranowo 2009:102-103 yakni tuturan yang mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang terhadap mitra tutur. Penggunaan maksim tersebut tentunya membuat mitra tutur merasa dicintai oleh penutur. Berdasarkan kedua tuturan yang mengandung nilai rasa percaya, dapat disimpulkan bahwa tuturan yang bernilai rasa percaya muncul pada penggunaan kalimat yang mengandung perasaan percaya dari penutur. Tuturan yang bernilai rasa percaya pada orang lain cenderung terkesan santun karena sesuai dengan maksim pertimbangan yakni tuturan yang mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang terhadap mitra tutur. Berbeda halnya dengan rasa percaya pada diri sendiri akan terkesan tidak santun karena melanggar prinsip kesantunan menurut Leech 1983 yang meminimalkan pujian terhadap diri sendiri.

4.2.2.5.3 Nilai Rasa Harapan

Nilai rasa harapan ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung rasa berharap akan sesuatu hal yang diinginkan oleh penutur yang terlihat dalam tuturannya. 19. Semoga Dewi Sri Kembang yang cantik jelita Dewi Kesuburan yang melindungi kaum petani Semoga menganugerahkan rahmat bagi padi yang ditanam dalam musim pengharapan. Dan menjauhkan hama tikus dan wereng yang merusak penghidupan kami Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 6, data tuturan NRPP 6 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menanggapi pertanyaan Mas Paiman mengenai harapan orang tua Pariyem yang memberinya nama Pariyem yang berasal dari nama padi. Data tuturan 19 merupakan bentuk representatif. Tuturan yang digunakan Pariyem untuk memanjatkan doa dirasa mengandung nilai rasa harapan yang terlihat pada unsur intralingual melalui pilihan kata “semoga”. Penggunaan kata “semoga” ini memiliki harapan yang dipanjatkan supaya tanaman padi berbuah dengan baik, sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 19 mengandung nilai rasa harapan. Nilai rasa harapan diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui harapan yang dipanjatkan orang tua Pariyem yang terkandung dalam nama Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi santai dalam percakapan membuat Pariyem teringat pada tanaman padi yang membuatnya memanjatkan doa agar Dewi Sri melindungi tanaman padi. Tuturan 19 dianggap santun karena cara yang digunakan dan pilihan kata yang digunakan mencerminkan “aura kesantunan” menurut prinsip kesantunan Pranowo 2009 terlebih tuturan tersebut ditujukan pada sesuatu yang dihormati. Dari tuturan di atas, dapat dikatakan bahwa nilai rasa harapan muncul pada pilihan kata yang mengindikasikan harapan dari penutur akan terjadinya sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa harap cenderung dianggap santun karena cara yang digunakan dan pilihan kata yang digunakan mencerminkan kata santun terlebih tuturan tersebut ditujukan pada sesuatu yang dihormati.

4.2.2.6 Nilai Rasa Heran

Nilai rasa heran ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan heran, kaget, penasaran maupun syok yang dirasakan penutur yang tercermin dalam tuturannya.

4.2.2.6.1 Nilai Rasa Heran

Nilai rasa heran ialah kadar rasa heran yang terdapat dalam penggunaan bahasa yang digunakan untuk menyatakan keheranan penutur. 20. “Aneh, sejak banyak tahun sampai kelon yang terakhir Saya tidak meteng-meteng, lho Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 78, data tuturan NRPP 78 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menanggapi pertanyaan dari mitra tuturnya Mas Paiman mengenai akibat dari kelakuan Pariyem dan kang Kliwon yang sering melakukan hubungan badan 21. Lha orang kelon saja, kok pakai upacara segala Pakai upacara segala sekadar untuk kelon Apa tidak kampiun itu namanya? Sumber data: Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 127, data tuturan NRPP 127 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pendapat Mas Paiman mengenai upacara senggama yang dilakukan oleh raja Singosari Sri Rajasa Kertanegara Data tuturan 20 merupakan bentuk tindak tutur ekspresif. Pariyem merasakan keheranan pada dirinya yang dapat dilihat melalui unsur intralingual yang berupa pilihan kata “aneh”. Penggunaan diksi ini memperlihatkan bahwa Pariyem merasa heran akan dirinya sendiri yang tidak hamil-hamil walaupun ia telah banyak melakukan hubungan badan dengan kang Kliwon. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 20 mengandung nilai rasa heran. Nilai rasa heran diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui akibat dari hubungan badan yang sering dilakukan Pariyem dan Kang Kliwon dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai sehingga Pariyem mengingat banyaknya hubungan badan yang ia lakukan dengan Kang Kliwon tetapi ia tidak hamil juga dapat bebas mengeluarkan perasaannya pada Mas Paiman. Tuturan 20 dianggap tidak santun karena menggunakan pilihan kata yang tidak mencerminkan kesantunan, seperti ungkapan “kelon” yang digunakan dalam tuturan yang diucapkan oleh Pariyem. Hal ini melanggar prinsip

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada karikatur koran tempo edisi September - Desember 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 4 298

MAKNA SATUAN LINGUAL BERBAHASA JAWA DALAM PROSA LIRIK PENGAKUAN PARIYEM KARYA LINUS SURYADI AG.

0 0 1

IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA

0 0 8

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20