4.2.1.2 Daya Imajinasi
Daya imajinasi ialah bentuk penggunaan gaya bahasa dalam komunikasi yang digunakan untuk memperindah tuturan. Pemakaian gaya
bahasa dapat membuat pemakaian bahasa menjadi lebih santun. Majas ataupun gaya bahasa yang digunakan dapat berupa metafora, personifikasi,
perumpamaan ataupun hiperbolis.
4.2.1.2.1 Daya Imajinasi Metafora
Daya imajinasi dengan menggunakan majas metafora ialah bentuk penggunaan majas metafora dalam tuturan untuk memperindah tuturan.
Penggunaan majas metafora memberikan efek dalam tuturan sehingga tuturan terkesan lebih santun.
15. “Ya, ya, Pariyem saya Saya lahir di atas amben bertikar dengan ari-ari menyertai pula
Oleh mbah dukun dipotong dengan welat tajamnya tujuh kali pisau cukur Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan
Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 1, data tuturan DBPP 1 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam suatu
percakapan.
Tuturan tersebut
diucapkan oleh
Pariyem untuk
memberitahukan pada Mas Paiman mitra tuturnya cara orang zaman dulu
ketika memotong
ari-ari bayi
yang baru
lahir dengan
menggunakan alat yang masih tradisional. 16. Selir-selirnya berserak dari yang berusia muda sampai setengah baya
Cantik-cantik semua Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 52, data tuturan DBPP 52
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi
pendapat mitra tutur mengenai akibat dari kewibawaan dan keluwesan pergaulan dari nDoro Kanjeng
17. Wawasannya luas seluas Alun-alun Lor Hatinya longgar selonggar kathok kolor
Pikirannya tajam setajam keris warangan Perasaannya peka sepeka pita kaset
Dan rangkulannya jembar sejembar pergaulannya dalam penghidupan ini Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi
Ag halaman 52, data tuturan DBPP 52 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pendapat mitra tutur mengenai sikap dan sifat dari nDoro Kanjeng
Data tuturan 15 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang digunakan untuk memberitahukan mitra tutur tentang sesuatu hal. Pariyem
memberitahukan Mas Paiman tentang cara orang jaman dahulu ketika memotong ari-ari bayi yang baru lahir dengan menggunakan majas
metafora. Unsur intralingual dalam tuturan tersebut berupa klausa “tajamnya tujuh kali pisau cukur”
. Melalui ungkapan “tajamnya tujuh kali pisau cukur
” mitra tutur dapat membayangkan tajamnya benda yang namanya “welat”, sehingga dapat dikatakan bahwa data tuturan 15
mengandung daya imajinasi dengan menggunakan gaya bahasa metafora. Daya imajinasi dengan menggunakan gaya bahasa metafora diperkuat
unsur ekstralingual berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak
mengetahui bagaimana cara orang dahulu ketika memotong ari-ari bayi yang baru lahir dan konteks situasi komunikasi yang berupa suasana
percakapan yang santai sehingga membuat Pariyem nyaman untuk bercerita kepada Mas Paiman ketika ia mengingat cara orang jaman dahulu
sebelum ada persalinan di rumah sakit. Tuturan 15 dianggap santun karena adanya penggunaan majas metafora. Penggunaan majas metafora
dapat mengefektifkan komunikasi dan menjaga pemakaian bahasa tetap santun. Hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009
bahwa penggunaan gaya bahasa dapat mengefektifkan tuturan menjaga kesantunan berkomunikasi.
Data tuturan 16 merupakan bentuk tuturan representatif yakni pemakaian bahasa yang digunakan untuk memberitahukan sesuatu hal
pada mitra tutur. Penutur memberitahukan bahwa selir dari nDoro Kanjeng banyak jumlahnya seperti yang terlihat pada unsur intralingual dari
penggunaan diksi “berserak”. Kata berserak memiliki pengertian tersebar dimana-mana, seolah selir dari nDoro Kanjeng diumpamakan sampah
yang bertebaran di banyak tempat. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 16 mengandung daya imanjinasi dengan menggunakan majas
metafora. Daya imajinasi dengan menggunakan majas metafora diperkuat dengan unsur ekstralingual yakni konteks tuturan yang selalu menyertai
tuturan dapat dilihat dari fenomena tindak tutur representatif dari Pariyem yang menceritakan tentang pribadi dari nDoro Kanjeng dan konteks situasi
komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai sehingga Pariyem dapat bercerita pada Mas Paiman tentang kelakuan nDoro Kanjeng yang
tidak bisa setia dengan nDoro Ayu dan memiliki banyak selir. Ungkapan “berserak” dirasa tidak santun, seolah para selir dari nDoro Kanjeng
adalah sampah. Hal ini memperlihatkan bahwa pilihan kata yang digunakan oleh penutur tidak mencerminkan kesantunan menurut Pranowo
2009. Seharusnya penutur dapat memilih kata-kata yang mencerminkan kesantunan sehingga tuturan terkesan lebih santun.
Data tuturan 17 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang digunakan untuk memberitahukan sesuatu hal. Unsur intralingual tuturan
tersebut berupa kalimat “Wawasannya luas seluas Alun-alun Lor”, “Hatinya longgar selonggar kathok kolor”, “Pikirannya tajam setajam
keris warangan”, “Perasaannya peka sepeka pita kaset”, “Dan rangkulannya jembar sejembar pergaulannya dalam penghidupan ini”.
Penggunaan semua kalimat di atas memperlihatkan bahwa Pariyem ingin mempermudahkan pemahaman Mas Paiman tentang sifat dan sikap dari
nDoro Kanjeng yang diumpamakan dengan alun-alun, celana kolor, keris, dan pita kaset. Penutur memberitahukan sikap dan sifat dari majikannya
dengan menggunakan majas metafora, sehingga data tuturan 17 dapat dianggap
mengandung daya
imajinasi. Daya
imajinasi dengan
menggunakan gaya bahasa metafora diperkuat dengan unsur ekstralingual yakni berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat
dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui tentang sikap dan sifat dari nDoro Kanjeng dan konteks situasi komunikasi yang
berupa situasi percakapan yang nyaman sehingga Pariyem dapat bercerita tentang nDoro Kanjeng dengan leluasa pada Mas Paiman. Data tuturan
17 dirasa santun karena penggunaan majas metafora banyak dipakai untuk menghaluskan suatu ujaran supaya terasa santun. Walaupun yang
diujarkan keras, namun dengan menggunakan majas metafora yang dikatakan secara tidak langsung membuat tuturan terasa santun. Hal ini
sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009:18-23 bahwa
penggunaan gaya bahasa dapat mengefektifkan tuturan dan menjaga tuturan terasa santun.
Berdasarkan ketiga tuturan yang mengandung daya imajinasi dengan menggunakan majas metafora di atas, dapat disimpulkan bahwa daya
imajinasi metafora dapat muncul dalam klausa dan kalimat yang menggunakan majas metafora. Tuturan yang menggunakan majas metafora
dapat dianggap santun, karena penggunaan majas metafora dapat menghaluskan tuturan yang sebenarnya kasar hingga terasa lebih halus.
Tetapi ada pula penggunaan majas metafora dalam pemakaian bahasa yang tidak santun seperti contoh di atas yakni ungkapan “berserak” seolah-olah
manusia diumpamakan dengan sampah. Seharusnya penutur dapat menggunakan
majas metafora
sesuai dengan
fungsinya yakni
mengefektifkan komunikasi dan menjaga tuturan tetap santun.
4.2.1.2.2 Daya Imajinasi Perumpamaan
Daya imajinasi dengan menggunakan majas perumpamaan ialah bentuk
penggunaan majas
perumpamaan dalam
tuturan untuk
memperindah maupun mengefektifkan komunikasi. Penggunaan majas perumpamaan memberikan efek dalam tuturan sehingga tuturan terkesan
lebih santun. 18. Hidup tak perlu dirasa hidup tak perlu dipikir
Dari awal sampai akhir hidup itu mengalir Bagaikan kali Winanga bagaikan kali Codhe, di tengah kota, bagaikan
kali Gajah Wong Hidup kita pun mengalir Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem
karya Linus Suryadi Ag halaman 9, data tuturan DBPP 9 Konteks tuturan : Pariyem dan mitra tutur terlibat dalam suatu
percakapan. Tuturan tersebut menjawab pertanyan dari mitra tutur
Mas Paiman mengenai cara hidup seperti apakah yang dijalaninya selama ini.
19. “Rembulan kayak tampah di Timur baru muncul dari balik gerumbul Sumber data: Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag
halaman 13, data tuturan DBPP 13 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan
ini diucapkan
oleh Pariyem
untuk memberitahukan Mas Paiman mengenai bentuk bulan purnama pada
malam itu saat mereka bercerita
20. “Hari baru tersiram hujan Lapangan pun basah dan becek
Tapi orang-orang berdatangan Alun-alun Lor penuh berdesak
Suara orang bagaikan tawon yang mubal merubung tabon Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 99,
data tuturan DBPP 99 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan Mas Paiman tentang keadaan Kraton saat Gamelan Guntur
Madu hendak dibunyikan.
Data tuturan 18 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang berfungsi untuk memberitahukan mitra tutur tentang suatu hal. Penutur
memberitahukan pada mitra tuturnya mengenai cara hidupnya dengan menggunakan majas perumpamaan. Melalui unsur intralingual yang
berupa kalimat “Bagaikan kali Winanga bagaikan kali Codhe, di tengah kota, bagaikan kali Gajah Wong
” mitra tutur dapat membayangkan cara hidup yang mengalir mengikuti takdir hidup yang telah digariskan entah
itu kehidupan yang keras maupun yang kehidupan yang tenang. Oleh karena itu, data tuturan 18 dianggap berdaya imajinasi karena di
dalamnya terkandung penggunaan majas perumpamaan. Daya imajinasi dengan menggunakan perumpamaan diperkuat dengan unsur ekstralingual
yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat