2009:23 yakni
kata-kata yang
digunakan dalam
berkomunikasi seharusnya mencerminkan “aura kesantunan”.
Dari data tuturan yang mengandung nilai rasa hormat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rasa hormat dapat muncul dalam penggunaan
pilihan kata yang mencerminkan rasa hormat. Seperti yang terdapat dalam data tuturan 1 dan 2 menggunakan kata “mas” dan “sampeyan” hal ini
juga mencerminkan kesantunan, sesuai dengan prinsip kesantunan berbahasa menurut Pranowo 2009 yakni menggunakan pilihan kata yang
mencerminkan kesantunan.
4.2.2.1.2 Nilai Rasa Sopan
Nilai rasa sopan merupakan kadar rasa bahasa yang dinilai memiliki nilai sopan santun dalam setiap tuturan. Nilai rasa sopan yang terdapat dalam
tuturan membuat tuturan terlihat lebih santun. 3. “PARIYEM, nama saya
Lahir di Wonosari Gunung Kidul pulau Jawa Tapi kerja di kota pedalaman Ngayogyakarta
Umur saya 25 tahun sekarang -tapi nuwun sewu tanggal lahir saya lupa
Tapi saya ingat betul weton saya : wukunya kuningan
di bawah lindungan bethara Indra Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem
karya Linus Suryadi Ag halaman 1, data tuturan NRPP 1 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan, tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk memperkenalkan diri kepada Mas Paiman, mitra tuturnya.
4. “KANJENG Raden Tumenggung gelarnya Putra Wijaya nama timurnya Cokro Sentono nama dewasanya nDoro Kanjeng panggilannya
prijagung Kraton Ngayogyakarta Priyayinya jangkung, tubuhnya gede Sumber data : Prosa Lirik
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 51, data tuturan NRPP 51
Konteks tuturan : Pariyem dan Mas Paiman terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi
pertanyaan mitra tuturnya Mas Paiman tentang majikan dimana Pariyem bekerja sebagai pembantu.
5. Kang Kliwon sungkem di muka simbah -ujung- kata wong Jawa Penuh rasa hormat, penuh rasa sopan kang Kliwon tangannya
ngapurancang Berpakaian sarung, surjan, dan blangkon, duduk bersila, sedang
mulutnya berkata : “Kula sowan wonten ing ngarsanipun mbah putri. Sepisan : nyaosaken sembah pangabekti mugi katur ing ngarsanipun
simbah. Ongko kalih : mbok bilih wonten klenta-klentuning atur kula saklimah tuwin lampah kula satindak. Ingkang kula jarag lan mboten
kula jarag ingkang mboten ndadosaken sarjuning penggalih. Mugi simbah kersa maringi gunging samodra pangaksami. Kula suwun
kaleburna ing dinten Riyadi punika. Lan ingkang wayah nyuwun berkah saha pangestu” Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem
karya Linus Suryadi Ag halaman 71, data tuturan NRPP 71 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menceritakan pada Mas Paiman tentang cara Kang Kliwon ketika ia sungkem dihadapan
orang tua.
Data tuturan 3 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang digunakan untuk memberitahukan sesuatu hal. Penutur memberitahukan
identitas dirinya namun ia lupa akan tanggal lahirnya sehingga ia meminta maaf pada mitra tuturnya seperti yang ditunjukkan unsur intralingual
melalui penggunaan frasa “nuwun sewu”. Kata ini memiliki nilai rasa sopan karena digunakan untuk meminta maaf karena penutur merasa
bersalah tidak dapat mengenalkan identitas dirinya secara utuh, hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan berbahasa frasa “nuwun sewu”
digunakan agar tidak menyinggung mitra tutur. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tuturan 3 mengandung nilai rasa sopan. Nilai rasa sopan
diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa
Mas Paiman belum mengetahui identitas diri Pariyem dan konteks situasi
komunikasi yang berupa suasana percakapan yang santai, sehingga dalam suasana
yang demikian
Pariyem dapat
leluasa berbicara
untuk mengenalkan dirinya pada Mas Paiman. Tuturan 3 dirasa santun karena
sesuai dengan prinsip kesantunan berbahasa yang menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan, hal ini dapat dilihat dari penggunaan
frasa “nuwun sewu” yang diperkirakan penutur tuturannya dapat menyinggung perasaan mitra tuturnya. Hal ini sesuai dengan prinsip
kesantunan menurut Pranowo 2009:23 yakni kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi seharusnya mencerminkan “aura kesantunan”.
Data tuturan 4 merupakan bentuk representatif yang berfungsi untuk memberitahukan diri majikan Pariyem yakni nDoro Kanjeng. Tuturan
yang digunakan oleh Pariyem untuk memberitahukan diri majikannya mengandung nilai rasa sopan seperti yang ditunjukkan unsur intralingual
melalui penggunaan diksi “priyayinya”. Kata “priyayi” merupakan bentuk krama inggil dari kata “orang” sehingga penggunaan kata ini jauh lebih
sopan dibandingkan dengan kata yang lain. Penggunaan diksi ini memperlihatkan Pariyem sangat menghormati majikannya sehingga ia
menggunakan kata tersebut untuk menyebut diri nDoro Kanjeng, sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 4 mengandung nilai rasa sopan. Nilai rasa
sopan diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan
bahwa Mas Paiman belum mengetahui pribadi tentang majikan Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai