Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa rela muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan
kerelaan dari penutur terhadap sesuatu hal yang terlihat dalam tuturannya. Tuturan yang bernilai rasa rela cenderung terasa santun karena sesuai
dengan maksim kedermawanan. Maksim kedermawanan menurut Leech 1983 yakni tuturan lebih baik menimbulkan kerugian pada diri sendiri
generosity maxim.
4.2.2.11.3 Nilai Rasa Bersyukur
Nilai rasa bersyukur ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan bersyukur penutur yang terlihat dalam tuturannya.
44. Doa keselamatan bagi simbok yang melahirkan dan doa keselamatan bagi bayi yang dilahirkan
Pada Sang Hyang Murbeng Jagad – bersyukur – dengan mulut fasih, berterimakasih Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya
Linus Suryadi Ag halaman 3, data tuturan NRPP 3 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menanggapi pertanyaan mitra tutur Mas Paiman mengenai acara sepasaran bagi
bayi yang baru saja lahir.
Data tuturan 44 mengandung nilai rasa bersyukur seperti yang terlihat dari unsur intralingual melalui diksi “bersyukur”. Penggunaan kata
bersyukur dapat memperlihatkan rasa terima kasih yang dipanjatkan untuk Tuhan Yang Maha Kasih atas anugerah yang diberikan. Nilai rasa syukur
diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa
Mas Paiman tidak mengetahui kegiatan apa saja yang harus dilakukan setelah bayi lahir dan konteks situasi komunikasi yang berupa suasana
percakapan yang santai, sehingga dalam suasana yang demikian Pariyem dapat membayangkan bagaimana waktu keluarganya mengadakan sepasaran
bagi dirinya. Tuturan 44 dirasa santun karena apa yang diucapkan menggunakan pilihan kata yang mencerminkan “aura kesantunan” hal ini
sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009:23 Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa syukur
muncul pada penggunaan pilihan kata yang di dalamnya mencerminkan rasa syukur terhadap Tuhan. Tuturan yang bernilai rasa syukur cenderung terasa
santun karena apa yang diucapkan menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan.
4.2.2.12 Nilai Rasa Cinta
Nilai rasa cinta ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan cinta, kagum, tertarik, suka, sayang dari penutur yang dapat dilihat dalam
tuturannya.
4.2.2.12.1 Nilai Rasa Cinta
Nilai rasa cinta ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan cinta penutur yang terdapat dalam tuturannya.
45. Demi anak segala rintangan saya tempuh mati pisan saya lakoni Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag
halaman 179, data tuturan NRPP 179 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan.
Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan Mas Paiman tentang bukti cintanya akan Endang Sri Setianingsih
Data tuturan 45 dirasa mengandung nilai rasa cinta yang terlihat dalam unsur intralingual melalui kalimat “Demi anak segala rintangan saya
tempuh mati pisan saya lakoni ”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan
kesediaan Pariyem untuk mempertaruhkan apapun demi anaknya, hal ini membuktikan bahwa cinta seorang ibu pada anaknya dapat mengalahkan
segalanya. Nilai rasa cinta diperkuat unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena
praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui apa saja yang akan dilakukan Pariyem untuk anaknya dan konteks situasi komunikasi yang
berupa situasi tuturan yang nyaman sehingga membuat Pariyem teringat anaknya yang ditinggal di Wonosari, Gunung Kidul bersama bapak, ibu dan
adik-adiknya namun dalam waktu sebulan sekali pasti ia mengunjungi putri semata wayangnya itu. Tuturan 45 dirasa santun karena apa yang
diucapkan menggunakan pilihan kata yang meminimalkan pujian terhadap diri sendiri atau maksim kerendahan hati hal ini sesuai dengan prinsip
kesantunan menurut Leech 1983 dalam Pranowo, 2009:102-103 Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa cinta
muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan cinta dari penutur terhadap sesuatu hal yang terlihat dalam tuturannya. Tuturan
yang bernilai rasa cinta cenderung terasa santun karena karena apa yang diucapkan menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan.