mengunjunginya untuk mengobati kerinduan mereka satu sama lainnya. Dapat dikatakan bahwa tuturan 47 mengandung nilai rasa rindu. Nilai rasa
rindu diperkuat unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas
Paiman tidak mengetahui perasaan Pariyem saat jauh dari Den Baguse dan konteks situasi komunikasi yang berupa waktu percakapan di malam hari
dalam musim dingin hawa pegunungan dan situasi percakapan yang nyaman membuat Pariyem bebas mengutarakan pendapat dan perasaan rindunya
terhadap Den Baguse pada Mas Paiman. Tuturan 47 terasa santun karena yang diucapkan oleh Pariyem berdasarkan perasaan yang ia alami, hal ini
sesuai dengan prinsip kualitas Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34 yakni apa yang dikatakan sesuai dengan fakta atau kenyataan yang ada.
Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa rindu muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan
kangen atau rindu dari penutur. Tuturan yang bernilai rasa rindu cenderung terasa santun karena apa yang diucapkan oleh Pariyem berdasarkan perasaan
yang ia alami, hal ini sesuai dengan prinsip kualitas apa yang dikatakan sesuai dengan fakta atau kenyataan yang ada.
4.2.2.13 Nilai Rasa Pesimis
Nilai rasa pesimis ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan putus asa, putus harapan, kalah, patah semangat penutur yang terdapat
dalam tuturannya.
48. Menggugurkan kembang-kembang padi mengguyurkan badai ribut ke bumi
Kuntum-kuntum padi, kuntum-kuntum harap kuntum-kuntum gairah hidup petani
Muspra tanpa guna lagi Dan tanaman yang semula subur tak berisi – gabug tak berbijikan padi
Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 8, data tuturan NRPP 8
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur berada dalam suatu percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menceritakan
keadaan tanaman padi di sawah yang rusak akibat serangan hama wereng dan tikus pada Mas Paiman
Data tuturan 48 merupakan bentuk tindak tutur representatif. Pariyem memberitahukan pada Mas Paiman tentang rusaknya tanaman padi akibat
serangan hama wereng dan tikus. Tuturan yang diucapkan Pariyem mengandung nilai rasa putus harapan yang dapat dilihat dari unsur
intralingual melalui penggunaan kalimat “Muspra tanpa guna lagi”. Kalimat tersebut memperlihatkan bahwa Pariyem dan petani di desanya
merasa harapannya pupus akan panenan yang diharapkan berbuah banyak tetapi kenyataan hama tikus dan wereng menggasak tanaman padi mereka.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tuturan 48 mengandung nilai rasa putus
harapan. Nilai
rasa putus
harapan diperkuat
dengan unsur
ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak
mengetahui akibat dari serangan hama tanaman dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang nyaman sehingga
membuat Pariyem mengingat tanaman padi yang digasak hama wereng dan tikus sehingga ia dapat mengutarakan pendapatnya pada Mas Paiman.
Tuturan 48 dirasa santun karena menggunakan pilihan kata yang